01 Januari 2012

Cristiano Ronaldo Sang Shredder Rock Dan Xavi Si Pemain Jazz

Saya penggemar berat musik.

Hampir segala jenis musik saya suka. Bagi saya, tidak ada jenis musik yang buruk. Mungkin ada beberapa musisi yang karyanya belum bisa saya nikmati, tapi saya tidak pernah membenci sebuah genre musik. Sejak kecil, saya yang lahir tahun 80an sangat menyukai musik rock klasik. Selain karena saat itu musik rock sedang mengalami kejayaan, rock juga beredar di sekeliling kehidupan saya. Kakak saya drummer sebuah band yang sering memainkan lagu Metallica. Ayah saya penggemar berat Scorpions. Om saya kolektor kaset, dan pernah memberi hadiah kaset album Adegan dan God Bless kepada keluarga saya. Debut pertama saya tampil di panggung pun identik dengan rock. Waktu TK kelas Nol Besar, di sebuah acara perpisahan sekolah ibu saya (yang guru sma), saya menyanyikan lagu Bianglala-nya Mel Shandy.

Pun begitu ketika mulai bermain band di smp, rujukan pertama saya sekitar rock klasik. Mr. Big, Van Halen, Firehouse, Extreme, dan Iron Maiden terasa sangat keren. Bagi saya kekuatan utama sebuah band rock klasik adalah gitarisnya. Semua band rock klasik wajib memiliki gitaris yang bisa bermain cepat dan skillful, penuh solo gitar di setiap lagunya, terutama di bagian tengah lagu. Gitaris tipe ini konon disebut sebagai shredder. Buat saya, para shredder adalah dewa musik.

Sejak SMA, saya mulai menyukai jazz, setelah seorang teman memperkenalkan saya kepada Incognito. Bassline Still a Friend Of Mine menjadi jembatan dari kegemaran saya pada shredding, dengan pola jazz yang lebih dinamis. Lama-lama saya temukan bahwa musik jazz tidak bisa dinimati dengan cara rock. Jika ingin mencari permainan solo gitar dan bass yang cepat, ruwet, dan njlimet, apalagi secara berpola di intro-tengah-&-akhir, maka cukup sulit untuk menemukannya di jazz. Jazz bukan tentang pamer skill individu. Jazz lebih dari itu. Band jazz memerlukan beberapa pemain yang memiliki skill oke, dan harus memiliki chemistry satu sama lain. Bisa saja ada tiga pemain musik berkualitas tinggi, namun tidak mampu menghadirkan nuansa jazz karena 'ga nyambung'. Sebaliknya, jika ada 4 player berkualitas sedang, tapi mampu membangun chemistry, maka garis jazz nya akan terbentuk. Kadang kala jazz menampilkan pola permainan sederhana, namun disajikan dengan cara yang tepat, sehingga dihasilkan musik yang canggih, mewah, dan dahsyat.



------------

Saya juga penggemar berat sepakbola.

Sebagai penikmat yang tidak bisa benar-benar bermain sepakbola, saya menikmati apa yang saya lihat saja. Jika saya pernah sangat menggemari Paul Gilbert dalam solo-solo gitarnya, saya juga sangat menyukai Ronaldo dan Zidane ketika bermain sepakbola. Paul Gilbert (dan juga dewa gitar lain seperti Joe Satriani, Steve Vai, Vinnie Moore, dan John Petrucci) dan Ronaldo-Zidane (dan juga dewa bola lain seperti Alessandro Del Piero, Ronaldinho, Roberto Baggio, dan Ruud Gullit) memiliki beberapa kesamaan mendasar. Mereka sangat menguasai skill dasar-dasar permainan sesuai bidang masing-masing. Suruh Paul Gilbert memainkan dasar-dasar bermain gitar, maka kita akan disuguhi sweep picking, alternate picking, arpeggio, tapping, dan ilmu-ilmu gitar lainnya dengan sempurna. Begitu juga jika Zidane memamerkan cara-cara dribble, passing, ball keep, dan shoot, maka pasti akan mengundang decak kagum.

Seperti yang baru saja saya tulis di paragraf diatas, kadangkala secara tidak sadar saya mengkotak-kotakkan pemain bola seperti genre dalam musik. Bagi saya ada pemain bola yang cukup nge-rock, dan ada pemain bola yang jazzy. Pemain yang bertipe mengandalkan skill cenderung saya masukkan sebagai Shredder Rock. Contoh pemain seperti ini di masa sekarang adalah Cristiano Ronaldo dan Neymar. Gitaris rock memerlukan bassist dan drummer yang mampu bermain stabil, tidak selalu harus berskill tinggi. Yang penting bisa menunjang permainan sang gitaris, maka bisa dihasilkan musik yang dahsyat. Cristiano Ronaldo telah melakukan hal serupa di Manchester United. Pola permainan MU di era Ronaldo adalah Ronaldo-sentris. Semua pemain diset untuk mendukung Ronaldo. Bahkan Rooney pun harus rela mencari bola demi lancarnya suplai ke Ronaldo. Hasilnya, MU sebagai band rock klasik dengan Ronaldo sebagai shredder mautnya mampu menghasilkan musik yang menghentak dan mewah. Aneka tropi pun menambah isi lemari MU. Di Madrid pun, Ronaldo sangat menonjol secara individu, namun kali ini dengan dukungan rekan-rekan setim yang lebih berkualitas.

Ada juga pemain yang bertipe jazz-player. Pemain seperti ini tetap memiliki skill mendasar yang baik, tapi tidak senang mempertontonkan kemampuan individu. Kehebatan pemain ini terletak pada visinya, dan kemampuan membaca permainan. Biasanya juga lebih memahami karakter rekan bermain, seperti apa pergerakannya, apa saja kelebihannya, dan hal-hal lain seperti itu. Xavi adalah contoh paling nyata sebagai pemain tipe ini. Contoh lain adalah Andrea Pirlo, Wayne Rooney, Mesut Ozil, dan Ahmad Bustomi. Permainan mereka membutuhkan kesepahaman dan saling pengertian dengan rekan setim. Kemudian terjadi eksploitasi skill mereka secara efisien dan efektif di lapangan, sehingga tercipta hasil sesuai yang diinginkan. Performa solo hanya dimunculkan seperlunya saja, dengan bar yang tidak terlalu panjang. Konsep utama dalam permainan tetap menjunjung tinggi harmonisasi, bukan tonjolan individu.

Banyak juga pemain yang bergenre gabungan keduanya. Pemain seperti ini sebenarnya memiliki skill ciamik, dan seringkali menunjukkannya di lapangan, namun tetap memiliki visi permainan tim yang bagus. Contohnya seperti Zinedine Zidane, Wesley Sneijder, dan Lionel Messi. Mereka bisa memainkan Rock dan juga merambah jazz meskipun tidak terlalu kental. Saya sebut saja mereka memainkan Fusion. Jika perlu nge-Rock, mereka punya modal yang cukup, tapi bisa dibawakan secara jazzy. Kita ambil contoh Lionel Messi. Di big band Jazz Barcelona, Messi kebagian jatah yang paling sering memainkan lead instrumen solo, bahkan dengan shred-shred skilfull ala gitaris rock legendaris, tapi dengan irama jazz. Namun ketika space untuk solo-nya dibatasi, Messi bisa kembali memainkan jazz kental yang menampilkan permainan sederhana dihiasi chord-chord miring, memberi ruang kepada rekan yang lain untuk melakukan solo, blocking rythm, dan tetap menghasilkan irama syahdu. Disharmonisasi terjadi di timnas Argentina, Messi yang bukan Rocker murni rupanya kesulitan untuk menghasilkan musik Rock dahsyat yang menonjolkan skill shredding nya secara total. Dan ketika dia mencoba bermain jazz, band Argentina juga gagal menghasilkan mahakarya. Bukan karena pemain yang lain hanya kelas abal-abal, tapi karena belum terbentuknya chemistry yang cukup. Dengan beberapa penyesuaian, mungkin saja kelak Argentina akan menghasilkan mahakarya Rock yang powerfull dan membunuh, atau orkestrasi jazz yang penuh improvisasi, dinamis, dan syahdu.

------------

Well, baik Rock ataupun Jazz pada dasarnya sama-sama menarik. Ada cara sendiri dalam menikmati masing-masing nya. Masalah mana yang lebih disuka akan kembali lagi kepada selera yang sangat personal. Ronaldo sang Shredder Rock, dan Xavi si pemain jazz handal, serta pemain lain dengan genre nya sendiri-sendiri akan memperkaya musikalitas sepakbola, dan menawarkan hiburan dalam berbagai bentuk. Dengan banyaknya referensi baik dari pemain masa lalu maupun saat ini, maka akan lahir juga banyak pemain-pemain baru yang mengikuti genre yang sudah ada, yang menggabungkan genre-genre tersebut, atau malah menciptakan sebuah genre yang baru.

Sebagai penggemar musik dan sepakbola, saya sangat merasa terhibur.

0 komentar:

Posting Komentar