01 Mei 2013

What Was Wrong With Barcelona?

2012/2013 UCL Semifinal's Aggregate :
Barcelona 0 - 7 Bayern Muenchen

What was wrong with Barcelona?
Nothing new, Muenchen was just a beast.

Tanpa parkiran bus, Bayern sanggup menghajar gawang Barcelona dan bertahan tanpa kebobolan. Sebuah kejadian yang dalam 5 tahun terakhir tergolong langka. Memang Barcelona tidak benar-benar tak terkalahkan, namun mayoritas kekalahan Barcelona terjadi ketika lawan menggunakan taktik bertahan ketat dan mengandalkan serangan balik cepat. Tapi tidak dengan Bayern Muenchen.

Muenchen mampu mengimbangi possession Barcelona dengan keseimbangan semua lini nyaris tanpa cacat, baik vertikal maupun horizontal. Mario Gomez berhasil mengeksploitasi kelemahan rata-rata tinggi badan pemain Barcelona, Mandzukic berhasil mengganggu tugas Alex Song, Tiga orang di belakang striker bisa melakukan serangan menakutkan baik dari kedua sayap maupun tengah. Duet Schweni-Martinez mampu memutus alur bola secara konsisten, sekaligus memulai serangan dengan akurat, Lahm adalah dirigen di belakang dengan Alaba yang tak canggung bertahan dan menyerang meskipun masih sangat muda, duet Dante/Boateng dan van Buyten sangat tangguh yang membuat tak ada satupun serangan Barcelona menjadi berbahaya, dan Neuer yang nyaris tidak terancam secara signifikan.

Yes, Muenchen was just a beast. Nuff said.

Hasil terburuk Barcelona dalam paling tidak 7 tahun terakhir. Seharusnya tidak berhenti disini, karena sesuai pesan almarhum Uje, selalu ada hikmah di balik musibah, atau dalam kasus ini, hikmah itu harus dicari.

First of all, Barcelona still holding their philosophy which is recently well-known and well-studied. Ketika disebut-sebut sebagai salah satu tim terbaik yang pernah ada, Barcelona mengejutkan dunia dengan filosofi yang sebenarnya tidak baru, bahkan selalu dilakukan sejak di akademi, yaitu memaksimalkan possession dan menerapkan high pressing line, namun diperbaiki melalui tangan Pep Guardiola. Barcelona memiliki sekumpulan pemain dengan kemampuan mempertahankan bola dan melakukan passing yang sangat bagus. Kemudian dunia terkena wabah Barcelona Effect.

Tiga tahun setelah Pep memperlihatkan kapabilitasnya dengan meraih semua gelar yang ada di musim pertamanya, Barcelona harus kehilangan gelar liga domestik, dan kemudian ditinggalkan oleh Pep yang merasa kehilangan passion. Era Barcelona dianggap telah berakhir. Sejarah juga menceritakan, tim hebat memiliki siklus empat tahunan. Hanya saja "berakhir"nya era Barcelona itu terjadi ketika Barcelona sedang menjadi juara dunia, plus meraih satu gelar Copa Del Rey. Sebuah "akhir era" yang benar-benar berstandar tinggi. Jika keluarnya Pep adalah masa-masa ketika Barca-era dianggap berakhir, maka era Tito adalah "sisa-sisa" kejayaan Barcelona. Dan di sisa-sisa era tersebut, Barcelona (baca: Messi) memecahkan banyak rekor. Sayangnya, rekor itu termasuk rekor kekalahan terbesar di semifinal Liga Champion. Dengan tersingkirnya Barca dari Piala Raja, maka peluang terbesar gelar yang akan didapat hanya tinggal La Liga. Sangat mungkin didapat, meskipun peluang untuk tergelincir masih ada.

Sejak ditangani Tito Villanova, muncul beberapa kelemahan yang membuat Barcelona tidak lagi menjadi tim dominan di Eropa, bahkan juga kehilangan dominasi atas rival abadi, Real Madrid. Barcelona terlalu bergantung pada Messi, tidak memiliki variasi serangan beragam, dan tidak lagi berbahaya dari kanan dan kiri. Hanya Messi. Trio genius Iniesta-Xavi-Busquets dipaksa untuk sampai pada tepi-tepi kejeniusannya. Yang paling terlihat, kelemahan Barcelona terletak di lini belakang. Ketika dua fullback menyerang, tersisa lubang besar di belakang mereka. Rentetan cidera dan menurunnya performa Pique membuat Barcelona menjadi tim bagus, tapi tidak hebat. Karena Vince Lombardi pernah mengatakan "Good offense will win you games, but good defense will win you championships". Terlihat juga hilangnya peran pemimpin di belakang ketika Puyol tidak ada.

Tapi yang paling vital dari semuanya adalah : hilangnya motivasi dan rasa lapar gelar.

Mayoritas pemain Barcelona saat ini sudah merasakan semua gelar yang bisa diraih, baik dalam level klub, maupun di negaranya. Nyaris tidak ada lagi yang bisa digantungkan 5cm di depan mata mereka untuk dikejar. Pressing para pemain tidak se agresif dulu, dan pergerakan tanpa bolanya tidak setaktis dan se mobile 2-3 tahun lalu. Clean sheet juga lantas menjadi hal yang cukup langka.

Kekalahan telak dari Bayern Muenchen seharusnya bisa menjadi wake up call terbesar untuk Barcelona. Harus diakui dan dihormati bahwa Muenchen tadi pagi memang lebih baik, dan banyak hal yang bisa diperbaiki Barcelona untuk meraih kembali dominasi di Eropa. Humiliation ini seharusnya bisa diubah menjadi pemberi motivasi terbesar untuk meraih kembali prestasi-prestasi besar di masa yang akan datang, sekaligus menjadi bahan evaluasi yang mendasari strategi belanja pemain musim depan. Lini belakang jelas paling mendesak, dan menambah opsi penyerangan yang bisa melebur dalam permainan khas Barcelona tanpa harus merombak filosofi. Siapa saja seharusnya? Biar board dan staf manajemen Barcelona yang mengevaluasi. Sepertinya kali ini akan benar-benar dipertimbangkan secara serius, mungkin saja akan mengejutkan, lebih dari isu Hummels-Neymar.