24 Maret 2014

AREMA Tambah Suip Lop

AREMA 2013/2014.
New team, same old passion and identity.


(sumber foto : http://www.aremadesign.com/2014/02/skuad-singo-arema-2014.html)


Mayoritas Aremania (paling tidak, saya) pasti akan selalu mengingat Robert Rene Albert, karena di masa kepemimpinannya lah Arema menjadi tim yang solid dan bermain bagus, sehingga bisa menjadi juara Liga Indonesia. Tanpa diisi banyak pemain bintang, Sam Trebor bisa membawa Arema menjadi tim yang ditakuti tim manapun, dimanapun pertandingan dilaksanakan. Kunci utamanya adalah : keseimbangan.

Keseimbangan itulah yang hilang musim lalu. Dibanding yang lain, musim lalu AREMA bisa dibilang memiliki materi paling bertabur bintang. Sebut saja Victor Igbonefo, Thiery Gatussi, Egi Melgiansyah, Greg Nwokolo, Cristian Gonzales, Alberto Goncalves, dan Keith Kayamba Gumbs. Sayangnya, stok striker bintang melimpah itu tidak didukung dengan kemampuan pemain tengah yang mumpuni. Lini tengah tidak superior.

Sehingga ketika di awal musim ini manajemen AREMA melepas Greg, Gumbs, dan Egi, kemudian mendatangkan kembali Juan Revi, Ahmad Bustomi, dan menarik Samsul Arif dan Gustavo Lopez, maka AREMANIA bisa kembali optimis dan bahagia, karena AREMA telah meraih kembali keseimbangan-nya.

Lihat saja komposisi AREMA musim ini. Hampir semua posisi memiliki dua pemain yang nyaris sama hebatnya.

Kurnia Meiga adalah kiper terbaik Indonesia saat ini. Cukup kuat di back up oleh mas Ahmad Kurniawan dan I Made Wardhana.

Purwaka dan Munhar bersaing untuk menjadi partner Igbonefo di bek tengah.

Bek sayap diisi Beny Wahyudi, Alfarisi, dan Thierry Gathuessi.

Gelandang tengah diisi lima pemain dengan gaya yang cukup berbeda. Ahmad Bustomi adalah nyawa Arema yang akhirnya berhasil ditarik pulang, Juan Revi juga eks Arema yang makin matang dengan determinasi dan daya jelajah sangat tinggi plus kemampuan bertahan yang lebih baik. Gustavo Lopez adalah playmaker elegan yang memiliki visi super, I Gde Sukadana yang memiliki kemampuan passing sangat baik, dan Hendro Siswanto yang sangat mobile dan memiliki tendangan keras.

Sektor sayap tak kalah banyak stok nya. Di kiri ada striker berlabel timnas yaitu Samsul Arif, dan disaingi ketat oleh Irsyad Maulana yang sebanding lincahnya. Di kanan ada Dendi Santoso, Sunarto, dan Arif Suyono yang memang asli Malang. Kadang Beto pun juga bermain di posisi ini.

Di posisi striker, silakan bertepuk tangan menyambut duet Beto Goncalves dan Christian Gonzales. Ada yang ga kenal?

Kini permainan AREMA begitu mengalir, dengan variasi serangan yang beragam. Terbukti AREMA bisa melakukan tiki-taka lewat tengah, menyerang cepat lewat sayap, ataupun mengandalkan serangan udara. AREMA bisa mendominasi lini tengah, dan tetap tangguh di belakang. Dibanding semua kontestan Liga Indonesia saat ini, AREMA lah yang paling seimbang. Tidak hanya optimis pada prestasi, permainan AREMA jadi semakin menarik untuk ditonton, dan menjadi hiburan yang sangat menyenangkan. Taktis, cerdas, kuat, dan dalam. A joy to watch. Sueneng ndeloke.

Selain performa di lapangan, kini muncul blog baru yang mendukung AREMA melalui analisis data statistik yang menurut saya sangat sesuai dengan kondisi sepakbola modern. Silakan berkunjung ke blok ini untuk mengetahuinya. Blog aremastatistik ini mengulas permainan arema dan analisa kekuatan lawan melalui data statistik yang menghasilkan kesimpulan dan saran demi permainan AREMA yang lebih baik, meskipun belum jelas bentuk kerjasama admin blog ini dengan manajemen AREMA. Sebagai orang awam, blog ini juga berguna untuk saya sebagai bahan pembelajaran. Setelah pihak manajemen me modernisasi pola permainan, pola latihan, dan pola diet, kehadiran blog independen ini akan membuat AREMA semakin meng-eropa. Bukan ingin kemenggres, tapi bagaimanapun kiblat kemajuan sepakbola saat ini adalah Eropa. Mungkin pelan-pelan pola kelola AREMA juga bisa semakin profesional ala (lagi-lagi) eropa, dengan tidak meninggalkan akar kearifan lokal dan fanatisme khas AREMA yang tidak ada duanya di dunia.

What A Reality Show!! (sebuah catatan tentang El Clasico)

Setelah sekian lama, akhirnya El Clasico mampu mengembalikan sepakbola pada fitrahnya, yaitu sebagai reality show terbaik yang pernah ada. Passion, intensitas, determinasi, teknik, strategi, harapan, dan drama. Semua lengkap. Sebagai fans Barca, tentunya saya sangat senang ketika melihat hasilnya, 4-3 untuk kemenangan Barcelona, di hadapan ribuan madridista di kandangnya. Tapi buat saya, sedikit lebih dari itu.
(Image : Javier Lizón)

------------

Real Madrid = 70 poin dan pimpinan klasemen.
Barcelona = tertinggal 4 poin meski pernah memimpin 8 poin.
Next match : El Clasico.
Venue : Santiago Bernabeu.
Real Madrid's last 5 matches : WWDWW. Tak terkalahkan dalam 31 pertandingan.
Barcelona's last 5 matches : LWLWW. Termasuk kalah dari Real Sociedad dan Real Valladolid.

Para netral akan condong menebak Real Madrid yang akan menang. Jika ada yang menebak Barcelona menang, kemungkinan besar atas nama keseruan Liga Spanyol semata.

Bahkan fans Barca sendiri ada yang meragukan Barcelona. Saya salah satunya.

Untuk bisa memenangi ball possession dan mengimbangi permainan, tentu saja Barcelona mampu. Tapi untuk menang? Saya ragu. Seri paling mungkin.

Ternyata, toh saya salah. Barcelona menang. Dengan cukup meyakinkan. Dengan passion yang menggelora. Dengan determinasi yang dulu pernah jadi identitas. Dan yang ga ketinggalan, dengan drama.

Man of the match menurut saya adalah : Andres Iniesta. Ya, Messi memang mencetak hattrick dan satu assist, sudah seharusnya begitu, tapi itu semua bisa saja tidak terjadi tanpa adanya imajinasi seorang Iniesta. Pergerakan dengan dan tanpa bolanya menakjubkan, dan semuanya dilakukan dengan ringan dan elegan. Big player for big games. Sebuah momen untuk mengingat kembali final piala dunia 2010. Hanya saja kali ini bukan dengan gol, tapi pergerakannya yang membuat Xabi Alonso gemes, sehingga terpaksa menjepit Iniesta yang sebelumnya sudah dijaga Carvajal. Ini adalah pelanggaran yang bisa didebatkan berhari-hari. Tapi kontak memang terjadi, dan ingat, Iniesta (and Messi) don't dive. Dan keputusan wasit telah dibuat. End of story.

Keputusan wasit bisa diperdebatkan. Pelanggaran pada Neymar, penalti Ronaldo, kartu merah Ramos, dua penalti Messi, dll, dll. Dua-duanya dirugikan. Kepemimpinan wasit kurang baik, itu saja. Pembahasan panjang tidak akan mengubah hasil pertandingan. Dan drama semacam ini adalah bumbu yang membuat sepakbola begitu sedap. Kadang berbuah manis karena menang, kadang juga sangat pahit. Itulah nikmatnya menonton sepakbola.

Kenyataannya, Barcelona memang tampil berbeda dibandingkan performa secara umum di tahun ini, dengan mengecualikan performa melawan Manchester City dan Osasuna. Barcelona yang kemarin, dengan menambah sistem pertahanan yang lebih baik, akan bersaing dengan Bayern Muenchen menjadi kandidat utama tim terbaik eropa. Sementara Real Madrid, menjadi sedikit "berbeda" dengan minimnya peran Bale dan Ronaldo. Man of the match dari Real Madrid tentu saja Angel Di Maria. Orang ini sejak dulu memang selalu menyulitkan. Lincah, ngotot, cepat. Tapi Ramos tetap Ramos, dan Pepe tetap Pepe. Plus Modric yang sukses diminimalisir perannya oleh Busquets, maka saya rasa Barcelona memang layak menang. Dengan hasil yang seperti ini. Dengan Real Madrid yang bertarung gagah berani seperti ini. Bukan seperti Real Madrid di era... ah, sudahlah....

Selanjutnya adalah : memenangkan semua sisa pertandingan La Liga, menunggu Real Madrid tercecer, memenangkan match terakhir melawan Atletico Madrid, menyingkirkan Real Madrid di Copa Del Rey, dan mengeliminir Atletico Madrid dari Liga Champion. Dan bersiap melawan Bayern Muenchen.

Semua seru.

Mengasyikkan.

What a reality show!!!