26 Januari 2015

Sudah Pada Ngecek Klasemen NBA?

Saya ulangi ya judulnya.

Sudah pada ngecek klasemen NBA?

Nih, saya capture klasemen NBA per tanggal 26 Januari 2015 :
 

Gimana? Udah ngerasa aneh belum?

Mungkin sebagian ada yang menganggap kalau LA Lakers ada di klasemen bagian bawah itu aneh. Tapi sebenarnya itu sudah biasa sejak musim lalu. Pada banyak yang cidera sih. New York Knicks juga sebenarnya kurang cocok ada di dasar klasemen, mengingat ada Carmelo Anthony disana. Plus Phil Jackson yang sekarang jadi Presidennya.

Kejutan yang lebih dari itu adalah, jika kita melihat top three di masing-masing conference, maka buat yang ngikutin NBA cuman sekali-sekali seperti saya, pasti akan merasa heran.

Di timur ada Atlanta Hawks, Washington Wizards, dan Toronto Raptors. Meninggalkan Cleveland-nya LeBron James, Chicago Bulls-nya Derrick Rose, dan Miami Heat-nya Dwyane Wade.

Di barat ada Golden State Warriors, Memphis Grizzlies, dan Portland Trailblazers, nama-nama yang dulu lebih sering ada di bawah. Bahkan San Antonio Spurs yang juara bertahan pun sekedar nongkrong di posisi tujuh. LA Clippers-nya Chris Paul juga cuman di posisi lima. Lha Oklahoma City Thunder malah di luar zona playoff meskipun mepet.

Punya siapa aja sih mereka? Mari coba diintip satu-satu yang top three ini.

Atlanta Hawks cukup meyakinkan hingga saat ini bisa sampe 16 kali winning streak. Sebenarnya relatif tidak ada mega star disini. Pemain yang layak untuk diperhatikan adalah Al Horford, Jeff Teague, Paul Millsap, dan Kyle Korver. Ada juga nama lama seperti Elton Brand dan Thabo Sefolosha. Horford dan Millsap terbukti menjadi duo defender tangguh yang sangat solid, sedangkan Korver berhasil menggunakan keahlian three point nya dengan sangat ampuh, hingga saat ini masih menjadi three pointer terbanyak rata-rata per pertandingan. Selebihnya tidak ada yang terlalu menonjol, artinya secara tim Hawks sangat tangguh. Bisa jadi seperti yang diperlihatkan Spurs musim lalu. Kredit layak disematkan pada Mike Budenholzer, pelatihnya. Kursi pelatih All Star wilayah barat adalah apresiasi yang pantas.

Di Washington Wizards, superstar terbaiknya mungkin adalah John Wall. Terbukti dengan terpilihnya dia jadi starter All Star wilayah timur. Wall juga memimpin dalam pemberi assist, serta yang kedua dalam steal. Kelihaian Wall didukung oleh nama-nama seperti Nene, Marcin Gortat, dan si veteran Paul Pierce. Wizards saat ini dlatih oleh Randy Wittman.

Lalu ada Toronto Raptors. Hingga pertengahan Desember lalu, Raptors masih ada di puncak klasemen wilayah barat, dan sempat mengalami 16 winning streak juga. Namun cidera yang dialami DeMar Derozan membuat kekuatan mereka berkurang. Nama lain yang cukup terkenal adalah Kyle Lowry, pemberi assist terbanyak di tim, yang sukses menjadi starter All Star wilayah timur. Uniknya, tak ada satu namapun di Raptors yang ada di top 5 semua kategori, baik point, rebound, assist, steal, block, maupun 3 point. Dwane Casey adalah yang bertanggung jawab atas performa merata mereka.

Pindah ke barat, Golden State Warriors juga cukup mengejutkan. Dipimpin oleh Stephen Curry, yang menjadi pemuncak voting All Star mengalahkan LeBron James, dan ditemani oleh Klay Thompson, Andrew Bogut, dan Andre Iguodala, posisi playoff tampaknya sudah aman. Tinggal berjuang dimana mereka akan finish di regular season ini. Makin tinggi sedikit banyak akan mempermudah mereka. Anda tahu siapa pelatihnya? The legendary three pointer from Michael Jordan's Chicago Bulls, Steve Kerr.

Memphis Grizzlies sebenarnya sudah solid sejak tahun lalu. Jika tahun lalu Zach Randolph sangat dominan, maka musim ini menjadi tahunnya Marc Gasol. Gasol yang satu ini tidak lagi ada di bawah bayang-bayang Gasol yang Pau. Buktinya mereka berdua sama-sama menjadi starter di All Star tahun ini. Dengan dukungan pengalaman dari veteran macam Tony Allen dan Vince Carter, Grizzlies seperti bisa melangkah lebih jauh dibanding musim lalu. David Joerger did a quite good job.

Yang ketiga adalah Portland Trailblazers. Disini ada LaMarcus Aldridge, Damian Lillard, Robin Lopez, dan Chris Kaman. Nama-nama ini meskipun agak terkenal, tapi bukanlah superstar. Namun dengan cohesion tim yang bagus, tim ini punya potensi untuk melaju jauh. Kredit layak ditujukan pada Terry Stotts sang pelatih.

Dari enam tim tersebut, relatif tidak ada nama-nama yang sangat besar. Artinya, NBA saat ini menjalani fase yang berbeda dari sebelumnya. Biasanya, papan atas klasemen NBA diisi oleh tim yang memiliki satu atau dua atau bahkan tiga nama besar yang menjadi poros permainan. Jika kita ingat, dulu pernah ada Bulls-nya Jordan, Lakers-nya Shaq, Spurs-nya Duncan, Heat-nya James, dan Celtics-nya trio Garnett-Pierce-Allen. Kini, permainan kolektif menjadi kunci utama soliditas tim. Semua game jadi sangat seru, karena kekuatan merata, dan siapa saja bisa menang melawan siapa saja. Secara keseluruhan, NBA menjadi lebih menyenangkan.

Lalu, sebenarnya para mega star pada kemana?

Kita mulai dari Kobe Bryant. Sejak kerjasama gagal nya dengan Dwight Howard, plus ditambah dengan cidera panjang, Lakers menjadi tim yang tidak lagi solid. Saat ini, meskipun ditunjang dengan kekuatan Jeremy Lin dan Carlos Boozer, Lakers masih saja berjuang di dasar klasemen. Tapi ya begitu lah, meskipun timnya ga oke, berhubung namanya udah gede, Bryant masih saja terpilih jadi starter All Star tim barat, meskipun ada keraguan bakal bisa tampil, karena Bryant saat ini masih cidera bahu dan akan dioperasi.

Carmelo Anthony punya kemiripan dengan Kobe Bryant. Miripnya adalah menjadi superstar yang berada di tim yang berjuang di dasar klasemen, sejak musim lalu. Padahal, Melo tampil sangat bersinar di All Star musim lalu. Haruskah yang disalahkan adalah Derek Fisher, sang pelatih?

LeBron James musim ini kembali ke Cleveland. Meninggalkan dua eks partner superstar-nya, Dwyane Wade dan Chris Bosh, untuk bergabung dengan dua bintang lainnya, Kyrie Irving dan Kevin Love. James tampak seperti orang yang sangat berbeda. James terlihat mampu menekan egonya, untuk memberi semangat kepada rekan setimnya dan membangun Cavaliers menjadi tim besar. Hasilnya tidak buruk, karena Cavs ada di tengah zona playoff.

Season Leader di kategori point terbanyak musim ini adalah : James Harden. Houston Rockets saat ini ada di posisi empat wilayah barat, salah satunya berkat kontribusi Harden yang buas. Posisi yang tidak mengecewakan.

Salah satu superstar muda yang menarik adalah si 21 years old, Anthony Davis, di tim yang belum familiar, New Orleans Pelicans. Dia kuat, lincah, solid dan jitu. A megastar in the making. Kalo lagi lihat NBA, coba cari games nya Pelicans, dan enjoy what he can do.

Trio yang selalu stabil adalah Chris Paul-Blake Griffin-DeAndre Jordan yang bekerjasama mengangkat LA Clippers. Ketika kombinasi superstar yang lain mulai menurun atau telah berpisah, mereka tetap solid. Namun ada juga kurangnya. Ketika tim lain memperbaiki (atau mendegradasi) posisi klasemen, Clippers tetap stabil berada di posisi itu. Papan tengah zona playoff. Griffin sekarang lebih komplit. Perimeter shot nya lebih jitu, sehingga gaya bermainnya terlihat lebih "simpel", meskipun kekuatan terbesarnya tetap di power drive dan monster dunk. Paul adalah tukang assist jempolan, dan Jordan menyempurnakan itu dengan rebound dan blok nya.

Pau Gasol dan Marc Gasol mencatat sejarah dengan menjadi dua bersaudara yang pertama kali sama-sama jadi starter di All Star NBA. Di musim reguler, Pau bergabung bersama Derrick Rose di Chicago Bulls, dan Marc jadi pemain penting di Grizzlies.

Dwyane Wade dan Chris Bosh yang masih ada di Miami Heat tidak perlu terlalu lama menangisi kepergian LeBron James, karena Heat kedatangan Luol Deng. Tapi trio baru ini masih jadi versi downgrade dari pendahulunya, karena masih duduk santai di posisi tujuh wilayah timur.

Jika tidak cidera, Kevin Durant seharusnya bisa memimpin Oklahoma City Thunder sejak awal, dan menghindarkan mereka terlempar dari zona playoff. Durant adalah MVP regular musim lalu, dan saat ini masih didukung oleh Serge Ibaka dan Russel Westbrook. Sejak Durant kembali, Thunder pelan-pelan mulai memperbaiki posisinya.

Masih banyak memang yang perlu diintip, misalnya dimana Garnett sekarang, atau kemana Pacers, atau siapa saja yang dipanggil All Star nanti. Terlalu panjang jika semua ditulis dalam satu artikel. Sekarang mari balik lagi nonton di tivi, hal menarik apa lagi yang akan terjadi nanti hingga akhir musim. Playoff tahun ini bisa jadi salah satu Playoff paling ketat dan unpredictable sepanjang sejarah.

Sampai jumpa di tulisan tentang NBA berikutnya.

Messi Dan Cristiano

Saya tidak cukup beruntung, karena tidak pernah menyaksikan (sekedar lewat tivi sekalipun) kiprah pemegang rekor pencetak skor tertinggi sepanjang masa di NBA, yaitu Kareem Abdul-Jabbar. Namun di saat yang sama, saya merasa cukup beruntung karena bisa menyaksikan legenda NBA lainnya, seperti Michael Jordan, Shaquille O'Neal, Kobe Bryant, Allen Iverson, LeBron James, dan pemain lain yang punya potensi untuk menjadi besar seperti Chris Paul, Derrick Rose, dan Kevin Durant. Kelak jika saya nonton NBA bareng anak, atau bahkan cucu, saya bisa bercerita banyak tentang mereka.

Saya juga agak kecewa karena tidak pernah menyaksikan secara utuh permainan nama-nama besar sepakbola misalnya seperti Michel Platini, Lev Yashin, Franz Beckenbauer, Alfredo Di Stefano, dan dua nama yang dianggap terbesar sepanjang masa, Pele dan Maradona.

Namun sesungguhnya saya harus merasa beruntung, karena hidup di masa dimana ada dua pemain besar yang punya potensi besar untuk menggusur Pele dan Maradona sebagai "best ever" di masa depan.

Tentu saja dua nama itu adalah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Lionel Messi
(sumber : reuters)

Dua orang ini menjadi bahan yang paling sering jadi bahan perbincangan untuk dibanding-bandingkan. Makin seru ketika perbandingan itu membawa fanatisme klub tempat mereka berdua bermain. Saya fans Barcelona, jelas saya senang melihat permainan Messi. Tapi saya juga fans berat Manchester United, tempat Ronaldo pertama kali mendapat gelar pemain terbaik dunia, meskipun dulu sempat jengah melihat gayanya yang (banyak dibilang) arogan.

Ya, saya sangat senang ketika melihat Messi mendapatkan gelar pemain terbaik dunia keempatnya, sekaligus kuatir apabila Ronaldo berhasil menyusulnya tahun depan. Saya termasuk yang deg-degan di musim ini karena Ronaldo sedang hebat-hebatnya, plus Real Madrid sedang bagus-bagusnya.

Messi, dianggap sebagai pemain dengan bakat besar yang sangat natural. Ketika melakukan dribble, gerakannya sangat susah dibaca, dengan keseimbangan yang sangat tinggi. Bahkan lima orangpun seringkali berhasil dilewati dengan cara yang terlihat sangat mudah. Messi jarang terjatuh, dan nyaris tidak pernah melakukan diving. Messi juga memiliki visi permainan yang hebat, sehingga juga cocok menjadi playmaker dengan passing-passing ajaib. Dengan badan kecil dan begitu seringnya menjadi incaran bek lawan, apa yang mampu dilakukan Messi hingga saat ini sangatlah luar biasa. Hebatnya lagi, dengan capaian prestasi yang begitu banyak, usianya saat ini baru 27 tahun. Kekurangan terbesarnya adalah prestasi bersama Timnas Argentina. Meskipun sempat jadi finalis Piala Dunia 2014, kekurangan amunisi di lini belakang menjadi hambatan Messi untuk membawa negaranya terbang tinggi.

Cristiano Ronaldo
(sumber : Dailymail)

Nama Cristiano Ronaldo lebih baik disebut dua kata, karena banyak yang lebih rela jika nama Ronaldo diabadikan sebagai panggilan untuk legenda Brazil yang juga dianggap salah satu yang terbaik di masanya sebelum kecanduan seks dan cidera lutut menghancurkan karirnya. Atau kalaupun disebut satu kata, lebih baik menggunakan nama depannya. Atau banyak juga yang lebih akrab dengan branding bekennya, CR7. Lebih dari permasalahan penyebutan nama, Cristiano adalah seorang atlit yang sangat ideal. Postur tubuhnya sangat oke, tinggi, kuat, cepat, dan tampan (??). Kelebihan utama Cristiano adalah teknik yang luar biasa atraktif. Jika Messi dianggap sangat berbakat, maka Cristiano adalah contoh dari manifestasi kerja keras. Kakinya mampu bergaya dengan lincah, step over nya sangat cepat, sprint nya juga ngebut, vertical jump nya sangat tinggi, tendangannya keras, free kick nya khas dan berbahaya, dan memiliki stamina yang ga habis-habis. Konon dia memang gila latihan. Selalu datang sebelum pemain lain dan pulang jauh setelah yang lain pergi. Dan dia tidak pernah puas. Itu yang membuatnya tampak sangat berambisi dan agak arogan.

Ketika Cristiano mendapat gelar pemain terbaik dunia nya yang pertama, Messi masih ada di bayang-bayang Ronaldinho. Tahun selanjutnya, Messi dianugerahi tim Barcelona yang legendaris dibawah arahan Guardiola. Empat gelar pemain terbaik dunia berturut-turut diambil Messi. Kemudian, ketika Barcelona sedang berputar-putar dibawah bayang-bayang kesuksesannya sendiri, Real Madrid justru ditangani secara tepat, sehingga bisa membawa Cristiano semakin giat mencetak gol. Messi harus rela melihat panggung pemain terbaik dunia menjadi tempat Cristiano meraih gelar keduanya. Tahun inipun rasa-rasanya gelar itu bakal jatuh ke salah satu dari dua orang ini.

Meskipun para diehard fans dua orang ini sering sekali berperang opini dalam meyakini kehebatan pujaan masing-masing, Messi dan Cristiano malah tampak seperti sepasang sejoli yang saling menginspirasi dan rival yang saling menghormati. Seorang seperti Messi yang sejak muda sudah ada di puncak, tentu perlu hal besar yang membuatnya selalu ingin maju. Cristiano adalah penguntit terbesarnya. Cristiano adalah 5 cm nya. 5 cm di belakang, tentunya. Cristiano bisa jadi merupakan pembangkit motivasi utama Messi. Begitupun sebaliknya. Meskipun lebih tua, prestasi Cristiano tidak sementereng Messi. Dalam kondisi lain, Cristiano mungkin saja adalah orang nomor satu yang akan dibicarakan dimana-mana dalam dunia sepakbola. Kenyataannya, hambatannya adalah satu nama, Messi. Messi pun jadi 5 cm nya Cristiano. Di depan.

Persaingan ini ternyata membuat atmosfir persepakbolaan menjadi begitu hidup. Padahal saat ini juga ada pemain-pemain seperti Franck Ribery, Gianluigi Buffon, Arjen Robben, Gareth Bale, Wayne Rooney, Marco Reus, Zlatan Ibrahimovic, dan segudang lagi pemain legendaris lainnya, namun Messi dan Cristiano tetap ada di posisi teratas. Bisa terbayang seberapa hebatnya dua orang ini. Dan buat saya sebagai penggemar sepakbola, hal ini sangat keren. Menyaksikan rivalitas Messi dan Cristiano adalah hal yang harus saya nikmati, untuk kelak dikenang sebagai cerita seru.

Silakan saja sampean berdebat tanpa ujung untuk menentukan siapa yang terbaik dari mereka berdua. Saya memilih untuk duduk di depan tivi dan komputer untuk menikmati sajian hiburan yang mereka tampilkan.

Kelak saya akan bercerita pada anak cucu saya, bahwa mungkin memang saya ga tau Pele dan Maradona, tapi duduklah disini, mari dengarkan cerita tentang hebatnya pemain terhebat sepanjang masa, Lionel Messi.

Dan pesaing terberatnya, Cristiano Ronaldo.

Teuteup.

Sekian.

Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Sepakbola Indonesia?

Apa yang bisa diharapkan dari Sepakbola Indonesia?

Ya, pertanyaan itu yang paling sering muncul di benak saya belakangan ini. Terlebih ketika timnas U-19 kebanggan kita itu menjadi sangat Indonesia, pemain seperti Evan Dimas ternyata berlabuhnya di klub-klub lokal juga, dan pelaksanaan Liga yang tidak jelas.

Dulu, banyak suara menyerang Nurdin Halid untuk segera lengser. Sekarang, paska lengserpun tidak ada perubahan besar terjadi. Jika dulu ada harapan bahwa bobroknya sepakbola Indonesia karena ditangani orang yang salah, sekarang ketika pengurusnya (terlihat) bergantipun sama saja. Maka harapan itupun pudar. Sekedar berharap pun terasa seperti penyaluran energi yang tidak tepat.

Bagi saya yang lahir dan besar di Malang, tentu mengikuti kiprah Arema sangat menyenangkan. Meski begitu, agak mengganjal juga ketika misalnya melihat Suharno tidak tampak reaktif dan cerdik dalam meramu strategi, terutama ketika menghadapi partai penting seperti semifinal 8 besar melawan Persib lalu. Atau ketika justru Iwan Budianto lah yang begitu reaktifnya di pinggir lapangan. Atau ketika tahu ternyata permasalah dualisme belum sepenuhnya tuntas. Meski demikian, seberapapun ngganjel dan jengkelnya, ketika Arema main dan menang, semua itu untuk sementara terlupakan.


Sampai sekarang sama sekali tidak ada aroma-aroma sepakbola Indonesia bakal pergi menuju era profesional. Contohnya masih ada gaji yang tertukar, eh, tertunggak. Nuansa politis juga tidak terasa hilang, apalagi melihat bursa calon ketua umum PSSI. Itu-itu lagi.

Aremania pasti akan selalu semangat ketika mendukung Arema, begitu pula Jakmania, Bonek, Bobotoh, dan lain-lain, dalam mendukung timnya. Karena memang fanatisme klub di Indonesia luar biasa, tak peduli apapun yang terjadi pada PSSI nya. Tapi bara api semangat mendukung timnas sudah hilang. Timnas senior sudah sejak lama disepelekan. Mau berharap meningkatpun sudah putus asa. Pemain masih itu-itu lagi, pemilihan pelatih juga tidak pernah meyakinkan. Begitu muncul bibit-bibit baru yang terlihat seperti pembawa masa depan cerah bagi sepakbola Indonesia, eh kemudian diperlakukan begini begitu yang akhirnya kembali lagi jadi seperti pemain Indonesia pada umumnya. Tanpa arah dan mudah lelah.

Tidak tampak niatan untuk membangun Liga yang sehat, dengan dukungan sistem yang komprehensif sejak usia dini. PSSI dan pemerintah pun tidak akur. Tidak searah dalam memelihara sepakbola ini. Tidak heran jika kemudian banyak yang ingin agar PSSI ini diganti, dibekukan, dihapus, atau apalah istilahnya. Tidak sedikit juga yang rela jika Indonesia di-ban oleh FIFA selama dua tahun. Ga di-ban toh juga ga maju-maju. Mundur malah. Negara lain yang habis di-ban malah bisa maju pesat.

Seberapa senangpun Arema menang atau bahkan juara, euforia nya berhenti sampai disitu saja. Ini Liga yang ga benar-benar Liga. Liga yang asal jalan saja. Tidak ada perencanaan yang benar dan matang demi kehebatan sepakbola di masa depan. Tidak ada pembinaan pemain yang berkelanjutan. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Terasa hanya seperti Liga guyonan. Mungkin sudah jadi guyonan sejak dari pengurusnya.

Tapi guyonan itu tampaknya seperti sesuatu yang sangat serius. Hingga berakar begitu kuat dan sampai saat ini masih tak tergoyahkan. Entah apa itu.

Jadi, kira-kira, apa yang bisa diharapkan dari sepakbola Indonesia?