09 Juni 2015

Not The Most Beautiful Barca, But...

Masih terbayang betapa Guardiola pernah mampu memalingkan perhatian dunia para pemerhati sepakbola dengan Barcelona nya waktu itu. One of the best team ever, kata media. Dan memang itulah salah satu alasan saya makin senang mengamati sepakbola. Barcelona nya Guardiola adalah implementasi dari bagaimana sepakbola seharusnya dimainkan. Teknikal, taktis, menyerang, dan menang. Brilian secara individu, dan lebih besar lagi secara tim. Sempurna.


Tapi ternyata kesempurnaan memang tidak ada. Seperti yang diyakini banyak orang, siklus sebuah winning team akan terhenti di tahun keempat. Dan empat tahun itulah lamanya Guardiola menangani Barcelona. Katanya sih dia lelah secara emosional karena sangat intens memikirkan mainan favoritnya itu.

Di tangan Guardiola, Barcelona sangat dominan baik di Spanyol maupun Eropa. Mereka menganut filosofi sepakbola menyerang yang jelas menjadi identitas. Filosofi "pertahanan terbaik adalah menyerang" benar-benar diterapkan. High-line pressing, triangle method, fluid passing, Messi's false nine, dynamic off-the-ball movement, tiki-taka, semua membuat permainan Barcelona menjadi sangat menghibur. Inilah yang saya perlukan dari pertunjukan sepakbola. Hiburan. Permainan mereka sungguh menarik. Sangat cantik.

Sejak akhir siklus empat tahunan itu, Barcelona tidak lagi sama. Tito sukses meraih gelar La Liga dengan tetap mempertahankan filosofi tiki-taka, tapi tidak lagi dominan, kehabisan energi di akhir musim. Tata yang menggantikannya malah gamang dengan apa yang harus dilakukannya. Mau tiki-taka, eh kurang master. Mau nyoba main direct, eh diprotes kanan kiri. Mengingkari identitas, katanya. Gagal deh dia dapet apapun. Mundurlah dia.

Lalu datang Luis Enrique. Sesama mantan pemain Barcelona, dan sama-sama pernah sukses menangani Barcelona B. Bedanya dengan Pep, Luis Enrique sempat mampir dulu di tim lain sebelum menangani Barca senior.

Sama seperti era Tito dan Tata, kedatangan Luis Enrique selalu dinaungi bayangan kesuksesan Pep dan tiki-taka yang melegenda, atas nama identitas. 

Kemudian apa yang dilakukannya?

Para pengamat (baik profesional, amatir, maupun dadakan) sempat mempertanyakan kemampuan taktis Lucho yang dianggap tidak brilian. Kritik juga muncul tentang pilihannya dalam merotasi pemain. Ada juga yang mengkritisi pengkhianatan nya pada identitas Barca karena banyak menggunakan counter attack sebagai senjata. Ketika muncul rumor Lucho kurang akur dengan Messi, maka meledak lah semua, tagar #luchoout muncul dimana-mana. Dan merebaklah label "pelatih medioker".

Lalu sekarang kita berada di bulan Juni. Barcelona berhasil mengambil jatah tiga tropi (semua!!) yang diperebutkan sepanjang musim, untuk dijadikan tambahan isi lemari koleksi. Tim pertama di Eropa yang mampu meraih Treble Winner lebih dari satu kali. Yang jadi manajer mereka masih sama dengan yang sempat disuruh keluar beberapa bulan lalu. Orang yang kurang jenius dalam menyusun taktik itu. Orang yang mengkhianati identitas itu.

Well, dari mata possession-fanatic, Lucho memang bisa dibilang gagal. Soal dominasi penguasaan bola, Barcelona kalah ketika menghadapi Real Madrid (!!) dan Bayern Muenchen yang dilatih mbah nya tiki-taka. Barcelona terlihat agak gugup sewaktu harus menjaga bola tetap dalam kendali ketika menghadapi tekanan tinggi. Tidak ada yang mengisi peran Xavi seperti enam tahun lalu.

Tapi memang mungkin tidak perlu mencari pengganti Xavi.

Kekuatan utama Barcelona saat ini bukan pada possession, meskipun secara umum mereka masih dominan. Bagaimanapun juga Busquets dan Iniesta adalah bagian penting dari dominasi lini tengah Barcelona selama bertahun-tahun. Namun tanpa disadari para Cules, Lucho berhasil menambahkan plan B, plan C, dan seterusnya, sebagaimana dulu pernah diinginkan para fans ketika Guardiola gagal menembus parkir bus, dan tetap bersikeras mencoba meruntuhkan tembok itu dengan satu cara saja, tiki taka. Barcelona kini bisa melakukan counter attack cepat dan mematikan. Barcelona memiliki pertahanan yang solid. Barcelona memiliki kemampuan lebih dalam bola mati, baik menyerang maupun bertahan. Dan yang tak kalah penting, Lucho terbukti mampu menghadirkan suasana kondusif di ruang ganti, dan sukses menjaga kebugaran para pemain sehingga siap sedia untuk dimainkan kapanpun diperlukan. There is no Hlebruary, Maret pun dilalui dengan mulus, dan mayoritas pemain sanggup bermain dengan intensitas tinggi hingga peluit akhir berbunyi. Sungguh bukan hal yang mudah. Coba saja intip daftar cidera di Bayern Muenchen dan Real Madrid.

Barcelona juga tidak ragu untuk menyerahkan pride nya sebagai master penguasaan bola. Lihatlah ketika Juventus mulai nyaman mengendalikan lini tengah, di saat itulah Barcelona mampu mencetak gol kedua, dan juga gol ketiga di akhir pertandingan. Ketika sulit menembus pertahanan melalui tiki-taka, maka biarkan saja mereka yang berkonsentrasi menyerang, lalu hukum mereka dengan counter attack. Toh akhirnya possession total masih menjadi milik Barcelona.

Identitas Barcelona di tangan Guardiola memang menjadi senjata andalan. Namun di sisi lain, itu sekaligus menjadi titik lemah, karena faktor predictable. Ya, Guardiola akan selalu memainkan tiki-taka, tak peduli siapapun lawannya. Secara umum, Guardiola memang berhasil. Hanya satu dua kali saja filosofi itu berhasil diredam, sehingga muncullah anti-Barcelona. Namun dari yang sekali dua kali itulah justru membuat Barcelona kehilangan tropi-tropi penting, dan kadang terlihat sangat membosankan. Untuk hal itu, salahkan Mourinho.

Lucho memang tidak membawa Barcelona selalu bermain indah. Keindahan bukan lagi hasil yang selalu dijanjikan Barcelona dalam permainannya. This is no longer the most beautiful Barcelona. Tapi, bisa jadi ini yang paling seimbang dan paling kuat.

Dari yang paling belakang, mungkin untuk pertama kalinya Barcelona memiliki kombinasi kiper yang lengkap. Claudio Bravo menyediakan pengalaman, ketenangan, dan reflek yang bagus. 20 clean sheet dan penyelamatan membuatnya meraih tropi Zamora pertama dalam karirnya, di musim pertama bersama Barcelona. Marc Andre ter-Stegen adalah kiper muda yang memiliki bakat besar yang dianggap memiliki potential ability lebih tinggi daripada Bravo, dan dilengkapi kemampuan kontrol bola dan passing menggunakan kaki yang tidak kalah dari pemain tengah sekalipun. Satu skill yang sangat diperlukan oleh tim yang membangun pola serangan dari lini paling belakang. Bahkan, di bangku cadangan pun Barcelona memiliki kiper yang cukup tangguh didikan asli La Masia, yaitu Jordi Masip. Meskipun tidak banyak bermain, banyak mantan rekan setimnya yang mengakui kemampuannya. Sungguh sebuah kemewahan.

Gerard Pique dan Javier Mascherano masih berkuasa di depan kiper, tapi sangat berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Jika dulu Pique dianggap sangat menurun karena terlalu banyak goyang bareng Shakira, maka Mascherano adalah hasil eksperimen gagal dalam mengubah peran gelandang bertahan menjadi bek tengah. Kini, setelah sempat diasingkan di bangku cadangan untuk lebih banyak merenung dan memahami arti kehidupan lebih dalam, maka Pique kembali menjadi salah satu bek tengah terbaik dunia, menyisihkan pendatang baru yang terlihat sepuh dan bengal, Jeremy Mathieu. Sementara Mascherano yang memang memiliki pemahaman taktik yang cerdas dan tackling keras yang akurat menjadi pemimpin penting di belakang. Hadirnya Mathieu sendiri selain menjadi penantang penting bagi Pique ternyata juga sangat berharga, karena kemampuannya untuk juga bermain di posisi bek kiri, serta kelihaiannya dalam menjadi target untuk bola mati. Badannya yang tinggi sekaligus cepat dalam berlari sanggup menutupi kelemahannya dalam membaca pergerakan lawan dan melakukan distribusi. Di saat yang sama, Marc Bartra juga mendapatkan waktu bermain yang cukup, meski tidak banyak, yang membuatnya masih betah untuk bertahan, dan mudah-mudahan semakin mendorongnya untuk naik kelas sehingga bisa menjadi starter. Plus pembelian Vermaelen yang sepanjang musim harus berkutat dengan cidera bawaan, sehingga lebih mirip seperti pembelian untuk musim depan. Di masa jayanya, Vermaelen adalah pemimpin di barisan bek Arsenal dan Belgia. Mudah-mudahan dengan recovery yang baik dia bisa mempertebal kedalaman skuad Barcelona.

Masih di belakang, bagian kanan dan kiri relatif lebih fix, karena kenyataannya Jordi Alba dan Dani Alves tetap tak tergantikan. Jordi Alba begitu stabil meng cover pertahanan dan penyerangan sekaligus, meskipun kemudian agak menurun pasca cidera. Sementara Alves kembali menunjukkan kelasnya berkat koneksi telepatik nya dengan Messi dan Rakitic. Messi pun mengakui belum bisa menemukan orang lain dengan kapasitas seperti Alves. Adriano terbukti juga mampu menjadi backup yang siap setiap saat ketika dibutuhkan. Montoya entah mengapa belum berhasil mengambil hati Lucho, serta ada Lord Douglas yang meskipun banyak dikritik, tapi toh dia tetap berstatus juara Piala Champion Eropa juga.

Salah satu perubahan strategi yang penting adalah kemauan Lucho untuk sesekali bermain double pivot, dengan menyandingkan Sergio Busquets dan Javier Mascherano. Dalam urusan membaca permainan, distribusi bola dan pemahaman taktik, konon Busquets adalah yang terbaik di posisinya saat ini. Sementara Mascherano adalah perusak serangan lawan yang dapat diandalkan. Bahkan di tengah musim, muncul pula Sergi Roberto yang dulu disebut-sebut bakal menjadi pengganti Xavi, tapi justru malah tampil cemerlang ketika diminta mengisi posisi Busquets. Ketika menginisiasi serangan, Busquets sendirian di depan barisan bek sungguh tampil sangat sempurna, seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi ketika Lucho butuh kestabilan pertahanan untuk menahan serangan lawan, dobel pivot bisa jadi salah satu alternatif.

Lini tengah adalah kekuatan utama Barcelona ketika menguasai dunia di bawah Guardiola. Tidak ada satu tim lain pun yang mampu menandingi kekuatan lini ini dalam meguasai possession dan mengatur segalanya dari tengah. Selain Busquets, duet Xavi-Iniesta adalah salah satu duet terbaik sepanjang masa. Namun tahun ini semua cukup berbeda. Terbukti trio James-Kroos-Modric atau anak-anak asuh Guardiola dari Jerman mampu mengambil alih dominasi itu. Kini, trio utama Barcelona adalah Busquets-Iniesta-Rakitic, dengan peran yang berbeda. Iniesta sedikit banyak lebih mengambil alih peran Xavi, sementara Rakitic mengerjakan semuanya, dari pressing ketat, backup pertahanan yang ditinggal Alves, distribusi bola, assist, mencetak gol, dan menguasai sayap kanan bersama dengan Alves dan Messi. Dengan Busquets yang tetap dominan di posisi itu.

Yang paling banyak mendapat pengakuan adalah lini depan. Trio Messi-Suarez-Neymar terbukti begitu padu sehingga menghasilkan 122 gol yang menjadi sejarah. Tiga orang ini sama-sama memiliki kharisma yang besar, dan memiliki kemampuan yang lengkap. Ketiganya adalah playmaker handal dengan visi hebat, finisher ulung, ahli dribble kelas satu, pengganggu lawan, sekaligus team player yang bisa bergerak tanpa bola dengan sangat cerdas. Sungguh senjata yang membuat para bek lawan jadi punya PR besar sebelum bertanding. Dan jangan lupa, di bangku cadangan ada striker-winger yang juga legendaris dengan karakter yang berbeda, yaitu Pedro. Determinasi dan workrate nya dalam mengejar lawan dan bergerak lincah kemana-mana mampu menutupi kekurangan tekniknya. Belum lagi ketika melihat pemain muda yang sudah antri masuk tim senior. Ada Sandro Rodriguez, Munir El-Hadadi, dan Adama Traore. Jika di manage dengan benar, lini depan Barcelona masih akan sehat dan mengerikan untuk beberapa tahun ke depan.

Komposisi seperti itu membuat Barcelona bisa melakukan banyak hal dalam upaya meraih hasil. Ya, Barcelona masih ingin selalu memanjakan penggemarnya dengan permainan sepakbola indah nan menghibur, tapi dalam titik tertentu, kemenangan lah yang menjadi tujuan utama dalam sebuah kompetisi. It's still about how you win it, but above all, just win it.

Jadi ga sabar menunggu reaksi Mourinho (and Mourinho-like managers) dalam mempersiapkan timnya menghadapi Barcelona. Semakin hebat lawannya, adrenalin akan semakin deras mengalir. Entah berakhir dengan tawa puas atau keluhan kecewa, intensitas pertandingan yang tinggi dengan diiringi drama penuh cerita adalah puncak kenikmatan menyaksikan hiburan pertandingan sepakbola.

Sekarang, khususnya kepada para Fans Barcelona, mari dinikmati sejenak senyum bahagia atas catatan bersejarah ini.


Barcelona, (Double) Treble Winner 2015.