19 Juni 2016

LeBron Memenuhi Takdirnya : Cavs Akhirnya Juara

Tertinggal 1-3 dari pemegang rekor 73 kemenangan di musim reguler, Cavaliers diramalkan segera takluk dan kembali gagal menjadi Juara NBA. Namun sindiran pedas dari Draymond Green dan Klay Thompson sepertinya menjadi cambuk yang membangunkan Om LeBron James sehingga kemudian menjadi gila dan tampil mengerikan yang secara dominan mengambil alih game 5 dan 6 untuk menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Golden State Warriors punya banyak mesin three point yang bisa menembak kapan saja dimana saja oleh siapa saja. Sebagai pemegang cincin juara bertahan, tentu saja bukan lawan ringan, terbukti dari dominannya GSW di dua partai pertama NBA Final 2016. Namun semua terbalik di game 5 dan 6 itu. LeBron James memimpin para rekannya baik dengan cara mencetak poin, memberi assist, blok penting maupun rebound yang agresif. Maka, game ke 7 menjadi sangat seru.

 Cleveland Cavaliers, 2016 NBA Champions
(sumber : NBA.com)

Dan itulah yang terjadi. Sejak awal pertandingan, kejar mengejar skor sangat ketat. Nyaris tidak ada lagi dominasi satu tim atas tim lainnya. Cideranya Andrew Bogut rupanya cukup mempengaruhi kekuatan GSW di dalam, sebagai sebuah kondisi terbalik dari yang dialami Cavs tahun lalu dimana LeBron harus berjuang sendiri ketika ditinggal Kevin Love dan Kyrie Irving cidera. Stephen Curry tidak tampak seperti dirinya ketika bermain stabil di musim reguler. Banyak shoot yang ragu-ragu dan gagal menambah poin, mungkin saja dia bermain sambil menahan cidera. Shumpert yang tampak tidak-ngapa-ngapain-tapi-tetap-dipasang-terus diberi tugas khusus untuk selalu mengganggu Curry supaya nggak shaat shoot shaat shoot melulu dari mana saja secara kurang ajar. Terbukti kawalan ini sukses menggagalkan kekurangajaran Curry. Klay Thompson di game ini juga tidak dominan. Yang mengerikan adalah Draymond Green dengan 5 per 5 three point shoot di awal-awal pertandingan. Saya curiga sebenarnya salah satu strategi Cavaliers untuk menghalangi laju GSW adalah dengan men-trade Anderson Varejao ke GSW, karena ternyata di beberapa momen penting, Varejao justru membuat turnover yang menguntungkan Cavs. Strategi yang cukup brilian.

Ya, saya adalah #teamLeBron semenjak dia kembali ke Cavaliers, berbeda ketika saya menjadi #antiLeBron ketika dia sedang berada di Miami Heat. Saya rasa, dengan nama dan kemampuan sebesar dia yang dianggap sebagai Greatest Player of His Generation, LeBron seharusnya tidak kabur dan mencari rumah lain demi perburuan gelar juara. Dia punya beban moral untuk mengangkat timnya untuk mencapai kasta tertinggi. Maka ketika dia insyaf dan kembali berniat untuk membawa Cavaliers ke level yang lebih tinggi, saya mendadak menjadi fans LeBron. Dengan ini, dia layak untuk mulai disejajarkan dengan para legenda seperti Michael Jordan, Kobe Bryant, dan Tim Duncan, lebih hebat daripada Shaquille O'Neal dan Kevin Garnett.

LeBron menjadi pemain yang berbeda sejak kembalinya dia ke Cleveland, karena dia menjadi lebih seperti pemimpin yang tidak lagi mendominasi permainan. Dikelilingi playmaker lincah macam Kyrie Irving, forward handal macam Kevin Love, bigman dominan seperti Tristan Thompson, plus veteran pencari gelar di usia senja semacam JR Smith dan Richard Jefferson, LeBron James mampu menyatukan mereka dan bekerja sebagai sebuah tim.

Untuk menghentikan Curry dan teman-teman penembak jitunya, individual brilliance tidak cukup. Harus ada kekompakan tim dalam meminimalisir peluang menembak jarak jauh, dan intimidasi dalam berjuang beradu fisik. Hasilnya. Curry hanya sukses mencetak 4 three point, dan Thompson hanya sukses mengeksekusi 2 three point dari 10 percobaan. Total mereka berdua menyumbangkan 31 point, jumlah yang tidak bagus berdasarkan standar mereka, ditambah dengan 7 turnover yang tentu saja krusial.

Cavaliers sebenarnya juga ga tajam-tajam amat. Banyak peluang yang gagal di eksekusi termasuk layup LeBron dan 3pt made yang cuma 24%. Tapi dari sedikit 3 point itu, ada satu shoot penting dari Irving yang menentukan di detik-detik akhir, dan block dahsyat LeBron pada Iguodala sebagai bentuk tanggung jawab nya yang baru saja mencetak turnover. Namun eksplosifitas James memang tak tertandingi di game ini. Iguodala yang pada prinsipnya diberi tugas untuk mengganggu James tidak mampu menandingi kekuatan, kecepatan, dan keakuratannya. Apalagi ketika LeBron sukses melakukan switch sehingga dijaga orang lain seperti Thompson atau Curry. Di game ini tidak banyak momen-momen showtime yang potongan videonya bisa diputar berulang-ulang saking kerennya, tapi ketegangan selama pertandingan bisa jadi merupakan partai final NBA terbaik yang pernah saya lihat selama ini. 

GSW adalah unggulan, sebuah tim muda yang diisi para penembak jitu. Bisa memanage sekian banyak pemain untuk bisa menembak jarak jauh dengan tepat dan konsisten adalah kerja Steve Kerr yang patut diapresiasi. Namun, saya pribadi kurang menikmati gaya permainan mereka. Sebagai penggemar NBA sejak era Michael Jordan, saya sangat menikmati permainan cepat dengan aneka pick-n-roll, give and go, alley oop, drive lincah, dan dunk akrobat. Hal-hal yang jarang dilakukan oleh para pemain Golden State Warriors.

LeBron James jelas jadi nama yang menggaransi hiburan itu, meskipun tidak lagi sesering dulu. Kemenangan Cavaliers bagi saya adalah kemenangan basket sebagai hiburan, karena memang banyak hiburan dari permainan mereka, meskipun di musim ini Cavs pernah mencetak rekor sebagai tim dengan three point terbanyak dalam satu pertandingan. Ya, gelar itu justru diraih Cavs, bukan Warriors.

Cavaliers sudah juara, artinya satu lagi sejarah tercipta karena Cavs memang belum pernah merasakannya. Menjadi juga bersejarah karena yang membawa juara adalah anak didiknya. Dan menuntaskan rasa penasaran saya atas gelar juara LeBron James bersama tim aslinya, meskipun jelas tidak ada apa-apanya dibanding rasa penasaran LeBron sendiri.

Saya senang mengikuti perkembangan Cavaliers musim ini, tapi sebenarnya saya lebih mendukung tim lain untuk maju jauh, dan nyaris tercapai tahun ini. Jadi karena Cavs sudah juara, maka musim depan saya ingin mendukung Oklahoma City Thunder bersama trio Kevin Durant-Russell Westbrook-Serge Ibaka nya. 

Semoga OKC melangkah lebih jauh musim depan.

Namun yang lebih penting, semoga NBA semakin menghadirkan banyak hiburan, karena pencapaian yang bisa saya dapat dari NBA ya hanya rasa senang ketika menonton. 

02 Juni 2016

New Premier League's Era. Atau sebuah tulisan panjang dalam rangka menghibur diri.

Setelah saya sudah cukup bisa melupakan Patah Hati karena Pep, alias Pep-tah hati, saya juga harus menghadapi kenyataan bahwa gosip yang gencar sejak lama itu akhirnya terbukti. Manchester United benar-benar mengkontrak Mourinho sebagai manager. Sejak lama saya salut terhadap kemampuan dan prestasi Mou, tapi tidak pernah suka atas pendekatannya pada sepakbola. Dia adalah mbahnya (meskipun sekarang bukan satu-satunya) sepakbola reaktif di 2010-an ini. Benar-benar antidot atas sepakbola inisiatif ala junjungan saya, Pep Guardiola.

(sumber : manutd.com)

Namun ketika mencoba berpikir jernih dengan penuh penyangkalan atas nama kecintaan pada klub idola, maka sebenarnya ini adalah justru saat yang paling masuk akal bagi Mourinho untuk menangani MU. Sebuah alasan paling manis untuk kenyataan yang sangat pahit itu.

Begini.

Musim depan adalah musim yang membuktikan bahwa Liga Primer Inggris adalah Liga paling glamor sedunia. Saya tidak sedang membicarakan Liga terbaik ya, karena lebih baik dibahas pada tema tersendiri. Namun tidak bisa disangkal jika dilihat dari sisi kemewahan, maka sangat sulit untuk menandingi Liga Inggris. Sejak Chelsea tiba-tiba meraih banyak kesuksesan semenjak disuntik dana oleh papa-gula Abramovich, peta kekuatan Liga Inggris menjadi bergeser, dan menggoda investor lain untuk membeli tim pesaingnya, dan kemudian nongol-lah para syekh itu di belakang kebangkitan Manchester City. Kekuatan masif finansial mereka ternyata mampu mengundang beberapa piala ke rumah mereka, meskipun tidak lantas menjadi raja yang sangat dominan. Liga Inggris lah yang membuat harga para pemain di pasar menjadi sangat overprice, karena tim-tim ini mampu membeli pemain dengan harga mahal hanya karena mereka mampu membelinya. Selain PSG, Barcelona, dan Real Madrid, tim-tim di luar Liga Inggris akan sulit menyaingi kemampuan finansial ini, sehingga para pemain yang dianggap punya potensi besar dan sialnya tidak dilirik oleh tim dengan kejayaan historis macam Barcelona dan Real Madrid, akan memilih untuk bergabung dengan tim Liga Inggris yang menjanjikan persaingan ketat, panggung besar, dan uang yang berlimpah.

Setelah beberapa tahun para tim Liga Inggris dengan seenaknya membajak para pemain berlabel bintang ke tanah Britania Raya, maka musim depan adalah waktunya mereka menghadirkan para arsitek yang belakangan terkenal memiliki karir cemerlang dengan kemampuan teknis yang sangat mumpuni. Strategi teknis adalah salah satu hal yang dianggap kurang dari sepakbola Inggris sehingga belakangan kurang mampu bersaing di Eropa, karena itu dengan kedatangan para ahli strategi ini diramalkan akan mendongkrak nilai hiburan dari tontonan Liga Inggris, bukan hanya dari keglamoran para pemainnya, namun juga adu cerdas meramu taktik.

Kehadiran Klopp di Liverpool telah terbukti mampu mengubah aura tim ini secara keseluruhan. Dengan pemain yang relatif sama, Klopp mampu menginstall semangat juang yang setrong sehingga mampu melaju hingga final Piala UEFA meskipun kalah dari Sevilla. Bayangkan jika musim depan Liverpool telah mengkontrak pemain-pemain yang diinginkan Klopp sendiri. Maka terbayanglah wajah perkasa Borussia Dortmund ketika waktu itu menjadi kekuatan top Eropa.

Akan sangat panjang jika saya membahas Pep Guardiola. Tapi intinya adalah, Pep diyakini akan membawa atmosfir yang benar-benar baru baik di klub yang ditanganinya maupun negara tempat timnya berlaga. Ketika Pep melatih Barcelona, Spanyol menjadi juara dunia. Ketika Pep melatih Bayern Muenchen, Jerman juga menjadi juara dunia. Kebetulan kah? Mungkin saja iya. Namun tidak bisa dipungkiri, pemain kunci dua negara tersebut ketika menjadi juara dunia adalah pemain andalan Pep di timnya, dan kebetulan dua negara tersebut bermain dengan tipe permainan yang cukup banyak persamaan dengan gaya permainan Pep. Perlu diingat bahwa taktik dasar Pep di Barcelona dan Bayern Muenchen mungkin sama, tapi dalam perwujudannya, dua tim ini menjalankan cara yang berbeda. Mampukah Pep menularkan semangat itu ke Manchester City, menginstall sebuah sistem baru yang sesuai, membangun winning team, dan kemudian mampu mengangkat derajat timnas Inggris yang kutukupret itu?

Pelatih hebat lainnya yang ikut join di Liga Inggris adalah Antonio Conte. Kesuksesan besarnya dalam dunia kepelatihan adalah membawa Juventus kembali dominan di Liga Italia, dan membangun kerangka tim yang kembali mampu bersaing di Eropa. Di tangan Conte, Juve tak tertandingi di Italia. Bergabungnya Conte di Chelsea adalah sebuah tantangan seru yang menarik, karena Chelsea sedang dalam posisi sebagai tim yang berisi banyak pemain bintang yang sempat ringsek, tapi kemudian diselamatkan oleh Guus Hiddink. Posisi terakhir memang tidak memuaskan, tapi trend nya sedang menanjak.

Meskipun bukan termasuk pendatang baru, Pochettino tidak boleh dilupakan istimewa-nya. Hotspurs yang tidak diisi pemain bintang dunia kelas satu mampu dibawanya finish di atas City, MU, dan Chelsea. Lebih istimewa lagi ketika prestasi itu sekaligus dibarengi dengan diorbitkannya banyak pemain muda yang sangat berkualitas, yang juga berimbas pada supply pemain bagus untuk timnas Inggris. Dengan persiapan yang matang, plus kesempatan bermain di Liga Champion akan menjadi pembuktian Pochettino untuk berbicara di kancah yang lebih besar.

Secara pribadi saya lebih senang jika Arsene Wenger tidak lagi melatih Arsenal, meskipun tidak harus mendepaknya dari manajemen. Mungkin bisa mengisi posisi seperti football director. Karena Arsenal tidak lagi mampu menjadi tim yang tampil meyakinkan dan garang di bawah asuhan Wenger. Liburan sebentar untuk merenung mungkin akan me refresh intuisi nya dalam mengatur taktik, dan membawa sudut pandang baru yang lebih segar dalam melatih. Runner up Liga Inggris memang tidak buruk, tapi lagi-lagi gagal setelah berkali-kali hampir juara ya masak dianggap memuaskan sih? Atau mungkin ya sudahlah, pensiun saja.

Dan tentunya jangan lupakan Ranieri dengan squad Leicester nya yang murah meriah manjur itu. Sempat dikenal dengan julukan Mr. Runner Up, Ranieri malah berhasil jadi juara ketika menangani tim yang sebelumnya berjuang di sekitar garis degradasi. Yang lebih spesial lagi, perlu diperhatikan bahwa pesaing-pesaing Leicester adalah tim-tim yang berisi pemain-pemain bergaji mahal dengan dukungan materi dan support teknik yang sangat canggih. Sebuah cinderella story yang akan selalu dikenang dalam sejarah sepakbola dunia. Namun apakah si cinderella ini akan tetap digdaya musim depan, ataukah hanya akan menjadi one hit wonder saja? Itulah tes yang sesungguhnya.

Nah, dengan adanya serentetan tim dibawah asuhan para pelatih hebat itulah, Man Utd seharusnya tidak tinggal diam. MU WAJIB mencari pelatih dengan kapasitas teruji yang diharapkan mengubah karakter tim secara keseluruhan. Diawal pengangkatannya, Van Gaal diharapkan mampu menginstall filosofi mendasar itu, namun dalam dua tahun kepelatihannya, belum tampak karakter dan keinginan menang yang meyakinkan, meskipun kadang-kadang tampak keinginannya untuk memainkan sepakbola yang menghibur. Tapi ya pemainnya lebih banyak terlihat bingung ga tau mau ngapain. Nyerang ga tajem, bertahan ga kuat. Untung saja masih ada De Gea disana.

Maka ketika Van Gaal dan MU sepakat untuk jalan sendiri-sendiri, itu adalah momentum untuk mengubah arah karakter tim, yang tidak banyak pelatih bisa melakukan itu. MU adalah tim raksasa dengan sejarah panjang dan prestasi menawan, tapi sedang terpuruk dalam mediokrisi. MU berisi pemain-pemain terkenal dengan gaji tinggi, tapi tidak pernah padu dan tanpa guideline yang jelas. MU memiliki reputasi pengusung pemain-pemain muda hasil didikan akademi sendiri, tapi sedang dalam posisi yang tidak terlalu menguntungkan untuk melakukan coba-coba. Harus ada pelatih ber karakter kuat yang siap untuk berkonfrontasi demi sebuah tujuan yang dia harapkan akan dituju. Pelatih yang mampu mengeluarkan potensi terbaik dari setiap pemainnya. Pelatih yang benar-benar dipercaya dengan penuh antusiasme oleh timnya.

Ada berapa pelatih yang sedang menganggur yang memiliki klasifikasi seperti itu? Saya rasa tidak banyak. Seharusnya memang tidak banyak, karena menjadi manajer Manchester United seharusnya memang tidak mudah. Dari sedikitnya pilihan itu, mau tidak mau harus diakui bahwa Mourinho memenuhi sebagian kriteria nya. Mou terbukti pernah meraih banyak piala di tim yang dia tangani, bahkan pernah head-to-head dengan tim yang dianggap terbaik di dunia (bahkan dalam sejarah) saat itu, yaitu Barcelona-nya Pep. Ketika Mou dipercaya timnya, maka Mou akan mampu membawa tim medioker sekalipun untuk berjuang dan menang melawan tim hebat manapun. Porto? Chelsea? Inter Milan? Real Madrid?

Mourinho memiliki beberapa nilai kurang yang membuat saya tidak menyukai caranya melatih, yaitu kecenderungannya untuk bertahan ketika menghadapi tim besar, dan kekurangannya dalam membentuk pondasi filosofi tim dalam jangka panjang. Serta kesukaan dia untuk berbicara banyak di media yang seringkali bernada arogan yang tidak sejalan dengan jiwa sportifitas. Tapi kalau dilihat dari sisi psikologis sebagai penyembuh jiwa-jiwa yang luka, Mourinho adalah salah satu yang terbaik.

Saat ini di MU nyaris tidak ada pemain bintang yang tak tergantikan. Disana tidak ada Ronaldo atau Messi. Rooney yang tadinya adalah maskot kebanggan MU, tidak lagi menjadi aktor paling penting di tim. Jika harus menyebut pemain paling krusial di tim, maka saya akan menyebut David De Gea. Dan sebagai kiper, tentu saja De Gea tidak bisa menjadi dirijen permainan yang menentukan karakter MU. Hal ini akan memudahkan Mourinho dalam menyusun kerangka tim nya nanti. Menjadi manajer MU adalah keinginan Mou sejak lama, sehingga tentu saja Mou sudah memiliki banyak informasi dan hasil pengamatan tentang tim ini. Perlu diingat bahwa Mourinho pernah membawa Real Madrid juara dengan rekor poin tertinggi dan mencetak banyak gol, maka harapan untuk Mourinho bermain menyerang tetap ada. Sejak dulu saya yakin Mourinho cocok untuk melatih tim medioker, dan tidak cocok menangani tim mapan yang elegan. Mou pasti tidak cocok menangani MU yang dulu, tapi sejak musim-musim terakhir Fergie melatih, MU sudah kehilangan ke-elegan-an itu, dan tidak asik lagi untuk ditonton. Di masa sekarang, ketika tidak jelas MU ini mau dibawa kemana dan mau dilabeli karakter macam apa, maka Mou sangat mungkin akan membawa mentalitas tertentu yang membuat MU kembali punya keinginan kuat untuk merangsek ke papan atas Liga Inggris lagi. Mou bekerja paling pas ketika tidak ada superstar di tim, dan seperti itulah kondisi MU sekarang.

Mungkin saya akan tidak merasa terhibur ketika melihat permainan MU nantinya, tapi Mou seringkali punya jawaban-jawaban atas racikan strategi yang dibuat oleh para pesaingnya yang hebat-hebat, maka saya rasa harapan untuk MU kembali menjadi tim kuat yang meyakinkan cukup bisa menghapus kekecewaan itu.

Atau mungkin tulisan sepanjang  ini adalah sekedar cara pribadi untuk menghibur diri sendiri yang terlanjur Pep-tah Hati.

05 Februari 2016

Pep-tah Hati

Jelang penutupan transfer window januari ini diwarnai dengan berita duka untuk saya. Sebagai fans Barca di Spanyol dan MU di Inggris, berita kepindahan Pep Guardiola dari Bayern Muenchen untuk menjadi manajer Manchester City mulai musim depan benar-benar membuat patah hati.

 
( Sumber : disini )

Bagi saya, melihat tim asuhan Guardiola bermain, mampu mengubah cara berpikir tentang sepakbola. Itulah yang saya rasakan sejak Guardiola melatih Barcelona delapan tahun silam. Possession based attacking football, bukan cuma tentang menang, tapi cara untuk meraih kemenangan.

Saya membaca sebuah komentar menarik di sebuah blog pro-Barcelona, yang kira-kira artinya begini :

Pep adalah pelatih grade A+++ yang telah terbukti.

1. Ketika Pep bergabung bersama Barca, mereka sedang berjuang dengan susah payah di La Liga dan Liga Champion, bukan karena pemain-pemainnya, tapi karena Rijkaard tidak lagi mampu memotivasi timnya. Mereka tidak mampu menjaga keunggulan lima poin dari Real Madrid, mendapat hasil seri melawan Betis dan Espanyol di kandang (ya, Betis dan Espanyol) dan gagal menjadi juara Liga dengan poin yang sama (cara paling menyebalkan untuk gagal di Liga). Plus, Barca tidak meraih tropi besar dalam dua tahun. Barca hanya menang Piala Spanyol di dua musim.

2. Pep memulai melatih di tim divisi 4 Liga Spanyol, dan membawa mereka sukses meraih promosi ke divisi 3 (yang kemudian diambil alih Luis Enrique).

3. Setelah bergabung, Pep mengambil keputusan yang paling sulit bagi pelatih manapun. Dia melepas Ronaldinho dan Deco yang menjadi pemain paling penting di ruang ganti. Dia juga menginginkan Eto'o pergi, tapi ternyata kemudian masih menjalani semusim bersama Pep.

4. Pep memiliki visi dan ide yang jelas. Jika anda membaca kisah musim pertama Pep di Barca, ada sesi percakapan yang sangat menarik bersama Xavi dan Iniesta. Pep berbicara pada mereka apa yang INGIN ia lakukan, dan BAGAIMANA dia ingin memainkannya. Dia bukan hanya sekedar pelatih, dia adalah pelatih dengan ide yang JELAS tentang bagaimana dia ingin bermain dan bagaimana SETIAP PEMAIN seharusnya bermain. Pep ikut andil banyak dalam torehan-torehan sejarah Messi. Dialah yang mulai menempatkan Messi di posisi false-9. Dia menemukan kembali Messi dan membuatnya menjadi seperti sekarang (Pep tidak memberi Messi bakat apapun, tapi dia menyusun sistem yang memungkinkan Messi untuk bersinar).

5. Pep sangat bagus dalam menilai potensi pemain hebat. Busquets dan Pedro yang merupakan pemain andalannya ketika di divisi 4 dibawanya dari Barca B. Sekarang Busquets menjadi pemain paling berpengaruh, penting, dan hebat di posisinya. Tidak ada pemain lain yang mengalahkan apa yang jadi kelebihannya.

6. Tidak ada yang kebetulan untuk Pep. Dia pekerja keras, detil, dan pemipin yang kuat. Itulah yang membawanya meraih 14 tropi dari 19 tropi yang mungkin diraih di Barcelona. Dia mengalahkan Madrid beberapa kali, dan dengan cara yang brutal. 5-0, 6-2, dan 3-1 (semifinal UCL). Semuanya dilakukan dengan total dominasi.

7. Pep setuju untuk bekerjasama dengan Bayern sebelum mereka memenangkan treble. Dia setuju untuk bekerjasama dengan Bayern pada bulan Desember 2012, sedangkan Bayern meraih treble pada Mei/Juni 2013. Pep tidak memilih Bayern karena menanggapnya bakal mudah. Plus Bayern mengontrak Pep karena filosofi sepakbolanya, bukan sekedar untuk tropi.

8. Dan bagaimana bisa menangani Manchester City dianggap mudah? Bukankah mereka tertatih-tatih di Eropa dan Inggris, meskipun memiliki banyak pemain kelas dunia?



Masih dari halaman yang sama, ada yang mengatakan bahwa Pep menciptakan sebuah sistem yang butuh TIGA TAHUN bagi tim lain untuk menemukan cara menghentikannya. Tidak hanya sekedar memainkan para pemain dan memenangkan banyak hal. Pep menghidupkan kembali sistem yang tampak seperti sudah mati suri bertahun-tahun, membangkitkannya, dimodifikasi sana sini, dan meciptakan sistem yang hanya bisa dihentikan dengan satu cara, yaitu dengan tidak bermain sepakbola. Pep menciptakan sistem sepakbola terbaik dalam 20 tahun terakhir. Siapapun manajer yang mampu melakukan itu, meskipun dikelilingi pemain hebat, tidak bisa dipungkiri bahwa dia adalah pelatih hebat.


Inti dari semua itu, Pep adalah salah satu hero saya dalam karir sebagai penikmat sepakbola. Cara Pep memerintahkan anak buahnya bergerak dengan atau tanpa bola, juga caranya untuk mengarahkan pemain lawan untuk bergerak ke arah yang dia mau, tidak bisa dilakukan dengan instan, dan dengan punggawa yang biasa saja. Menyusun sebuah sistem yang rumit memerlukan kecerdasan. Membuat orang lain bisa memahami penjelasannya juga perlu keahlian tersendiri. Begitu juga cara untuk membuat para pemain itu menjalankan semua pengarahan tepat sesuai yang diinginkan tidaklah mudah. Memilih orang-orang yang akan mampu menterjemahkan rencana itu juga sulit. Gabungan dari itu semua membuat Pep menjadi istimewa. Apalagi ketika itu semua dipenuhi dengan memainkan sepakbola sebagaimana seharusnya. Teknik dasar sepakbola yang matang, pemahaman taktik yang oke, permainan menyerang, dan pola pergerakan yang terorganisir rapi. Ya, bertahan dengan baik juga bagian dari teknik sepakbola, tapi permainan dasar bertahan adalah cerminan dari semangat inferior yang reaktif, menunggu kelengahan dari inisiatif lawan untuk kemudian memukulnya ketika mendapat kesempatan. Sementara semangat awal Pep adalah menciptakan sendiri kesempatan itu sebanyak-banyak dan sebaik-baiknya. Ini saya sebut sebagai Sepakbola Inisiatif. Dalam hal Sepakbola Inisiatif, bagi saya tidak ada yang mengalahkan Pep, bahkan Luis Enrique, yang saat ini menangani Barcelona, sekalipun.

Jika ada Master Sepakbola Inisiatif, tentu saja ada antidot nya, yaitu seorang Master Sepakbola Reaktif. Tak lain dan tak bukan, dia adalah Jose Mourinho. Sosok yang paling menonjol dalam hal meredam kedigdayaan Barcelona di era Pep, adalah Mourinho, terutama dimulai ketika dia di Inter Milan, dan dilanjutkan ketika melatih Real Madrid. Dalam menghadapi Barcelona, Mourinho lebih sering memarkir bis dengan sangat rapi di lini pertahanan, untuk kemudian menunggu bola lepas, dan secepat mungkin bola itu dikirim ke depan dan dikirim ke belakang gawang. Lalu terlintas lah nama Diego Milito dan Ramires di benak saya. Tidak ada yang salah dengan permainan bertahan itu, hanya saja buat saya itu cerminan sikap inferior dan tidak menarik. Masalah selera penonton saja, bukan tentang benar atau tidak.

Masalahnya adalah begini, silakan dibayangkan sejenak. Saya adalah fans Barcelona di Liga Spanyol, sekaligus fans Manchester United di Liga Inggris. Sudahkah anda memahami seberapa patah hatinya saya?

Jika berbicara Barcelona era Pep, maka sulit untuk tidak membicarakan Real Madrid era Mourinho. Saat itu bagi saya Barcelona-lah prototype terbaik bagaimana sepakbola itu harus dimainkan oleh para hero, sementara Real Madrid adalah villain utama karena faktor gaya permainan Mourinho. Nah sekarang, Pep sudah resmi diumumkan oleh rival dari tim favorit saya di Inggris, yang artinya saya harus rela menahan perih hati ketika nanti tim rival itu memainkan Sepakbola Inisiatif yang saya kagumi. Di saat yang sama, rumor digantinya Louis Van Gaal semakin merebak, dan penggantinya, tak lain dan tak bukan, adalah : Mourinho. Semakin membuat saya nantinya menahan perih hati yang makin tercabik tadi.

Ya, nama Mourinho memang identik dengan prestasi. Dia selalu sukses meraih gelar di semua tim yang ditanganinya. Di Porto dia berhasil meraih tropi Liga Champion meskipun sebagai kuda hitam. Di Chelsea dia sempat merajai Liga Inggris. Di Italia, Mou membawa Inter Milan tak tertandingi, dan bahkan meraih treble. Di Spanyol, keberhasilan terbesar Mourinho adalah menghapus inferiority complex Real Madrid saat itu dalam menghadapi Barcelona. Namun, Mourinho tidak meninggalkan legacy dalam hal sepakbola. Peninggalan terbaiknya adalah kumpulan gelar, yang sebagian besar dimenangkan dengan cara yang dalam sudut pandang saya tidak menarik. Fungsi sepakbola sebagai hiburan agak tereduksi disini.

Liga Inggris tahun ini sangat tidak bisa diprediksi, dan tahun depan akan diramaikan dengan  kedatangan para pelatih dengan reputasi menawan. Agak tersedu rasanya hati ini ketika tahu bahwa Liverpool mendatangkan Klopp, City mengontrak Guardiola, Chelsea dikabarkan mulai membuka proses negosiasi dengan Allegri atau Simeone, Leicester nya Ranieri bermain amat sangat cantik, sementara opsi paling memungkinkan bagi MU adalah bekerjasama dengan Mourinho.

Ah, betapa patah hati saya ini. 

Pep-tah hati.