05 Februari 2016

Pep-tah Hati

Jelang penutupan transfer window januari ini diwarnai dengan berita duka untuk saya. Sebagai fans Barca di Spanyol dan MU di Inggris, berita kepindahan Pep Guardiola dari Bayern Muenchen untuk menjadi manajer Manchester City mulai musim depan benar-benar membuat patah hati.

 
( Sumber : disini )

Bagi saya, melihat tim asuhan Guardiola bermain, mampu mengubah cara berpikir tentang sepakbola. Itulah yang saya rasakan sejak Guardiola melatih Barcelona delapan tahun silam. Possession based attacking football, bukan cuma tentang menang, tapi cara untuk meraih kemenangan.

Saya membaca sebuah komentar menarik di sebuah blog pro-Barcelona, yang kira-kira artinya begini :

Pep adalah pelatih grade A+++ yang telah terbukti.

1. Ketika Pep bergabung bersama Barca, mereka sedang berjuang dengan susah payah di La Liga dan Liga Champion, bukan karena pemain-pemainnya, tapi karena Rijkaard tidak lagi mampu memotivasi timnya. Mereka tidak mampu menjaga keunggulan lima poin dari Real Madrid, mendapat hasil seri melawan Betis dan Espanyol di kandang (ya, Betis dan Espanyol) dan gagal menjadi juara Liga dengan poin yang sama (cara paling menyebalkan untuk gagal di Liga). Plus, Barca tidak meraih tropi besar dalam dua tahun. Barca hanya menang Piala Spanyol di dua musim.

2. Pep memulai melatih di tim divisi 4 Liga Spanyol, dan membawa mereka sukses meraih promosi ke divisi 3 (yang kemudian diambil alih Luis Enrique).

3. Setelah bergabung, Pep mengambil keputusan yang paling sulit bagi pelatih manapun. Dia melepas Ronaldinho dan Deco yang menjadi pemain paling penting di ruang ganti. Dia juga menginginkan Eto'o pergi, tapi ternyata kemudian masih menjalani semusim bersama Pep.

4. Pep memiliki visi dan ide yang jelas. Jika anda membaca kisah musim pertama Pep di Barca, ada sesi percakapan yang sangat menarik bersama Xavi dan Iniesta. Pep berbicara pada mereka apa yang INGIN ia lakukan, dan BAGAIMANA dia ingin memainkannya. Dia bukan hanya sekedar pelatih, dia adalah pelatih dengan ide yang JELAS tentang bagaimana dia ingin bermain dan bagaimana SETIAP PEMAIN seharusnya bermain. Pep ikut andil banyak dalam torehan-torehan sejarah Messi. Dialah yang mulai menempatkan Messi di posisi false-9. Dia menemukan kembali Messi dan membuatnya menjadi seperti sekarang (Pep tidak memberi Messi bakat apapun, tapi dia menyusun sistem yang memungkinkan Messi untuk bersinar).

5. Pep sangat bagus dalam menilai potensi pemain hebat. Busquets dan Pedro yang merupakan pemain andalannya ketika di divisi 4 dibawanya dari Barca B. Sekarang Busquets menjadi pemain paling berpengaruh, penting, dan hebat di posisinya. Tidak ada pemain lain yang mengalahkan apa yang jadi kelebihannya.

6. Tidak ada yang kebetulan untuk Pep. Dia pekerja keras, detil, dan pemipin yang kuat. Itulah yang membawanya meraih 14 tropi dari 19 tropi yang mungkin diraih di Barcelona. Dia mengalahkan Madrid beberapa kali, dan dengan cara yang brutal. 5-0, 6-2, dan 3-1 (semifinal UCL). Semuanya dilakukan dengan total dominasi.

7. Pep setuju untuk bekerjasama dengan Bayern sebelum mereka memenangkan treble. Dia setuju untuk bekerjasama dengan Bayern pada bulan Desember 2012, sedangkan Bayern meraih treble pada Mei/Juni 2013. Pep tidak memilih Bayern karena menanggapnya bakal mudah. Plus Bayern mengontrak Pep karena filosofi sepakbolanya, bukan sekedar untuk tropi.

8. Dan bagaimana bisa menangani Manchester City dianggap mudah? Bukankah mereka tertatih-tatih di Eropa dan Inggris, meskipun memiliki banyak pemain kelas dunia?



Masih dari halaman yang sama, ada yang mengatakan bahwa Pep menciptakan sebuah sistem yang butuh TIGA TAHUN bagi tim lain untuk menemukan cara menghentikannya. Tidak hanya sekedar memainkan para pemain dan memenangkan banyak hal. Pep menghidupkan kembali sistem yang tampak seperti sudah mati suri bertahun-tahun, membangkitkannya, dimodifikasi sana sini, dan meciptakan sistem yang hanya bisa dihentikan dengan satu cara, yaitu dengan tidak bermain sepakbola. Pep menciptakan sistem sepakbola terbaik dalam 20 tahun terakhir. Siapapun manajer yang mampu melakukan itu, meskipun dikelilingi pemain hebat, tidak bisa dipungkiri bahwa dia adalah pelatih hebat.


Inti dari semua itu, Pep adalah salah satu hero saya dalam karir sebagai penikmat sepakbola. Cara Pep memerintahkan anak buahnya bergerak dengan atau tanpa bola, juga caranya untuk mengarahkan pemain lawan untuk bergerak ke arah yang dia mau, tidak bisa dilakukan dengan instan, dan dengan punggawa yang biasa saja. Menyusun sebuah sistem yang rumit memerlukan kecerdasan. Membuat orang lain bisa memahami penjelasannya juga perlu keahlian tersendiri. Begitu juga cara untuk membuat para pemain itu menjalankan semua pengarahan tepat sesuai yang diinginkan tidaklah mudah. Memilih orang-orang yang akan mampu menterjemahkan rencana itu juga sulit. Gabungan dari itu semua membuat Pep menjadi istimewa. Apalagi ketika itu semua dipenuhi dengan memainkan sepakbola sebagaimana seharusnya. Teknik dasar sepakbola yang matang, pemahaman taktik yang oke, permainan menyerang, dan pola pergerakan yang terorganisir rapi. Ya, bertahan dengan baik juga bagian dari teknik sepakbola, tapi permainan dasar bertahan adalah cerminan dari semangat inferior yang reaktif, menunggu kelengahan dari inisiatif lawan untuk kemudian memukulnya ketika mendapat kesempatan. Sementara semangat awal Pep adalah menciptakan sendiri kesempatan itu sebanyak-banyak dan sebaik-baiknya. Ini saya sebut sebagai Sepakbola Inisiatif. Dalam hal Sepakbola Inisiatif, bagi saya tidak ada yang mengalahkan Pep, bahkan Luis Enrique, yang saat ini menangani Barcelona, sekalipun.

Jika ada Master Sepakbola Inisiatif, tentu saja ada antidot nya, yaitu seorang Master Sepakbola Reaktif. Tak lain dan tak bukan, dia adalah Jose Mourinho. Sosok yang paling menonjol dalam hal meredam kedigdayaan Barcelona di era Pep, adalah Mourinho, terutama dimulai ketika dia di Inter Milan, dan dilanjutkan ketika melatih Real Madrid. Dalam menghadapi Barcelona, Mourinho lebih sering memarkir bis dengan sangat rapi di lini pertahanan, untuk kemudian menunggu bola lepas, dan secepat mungkin bola itu dikirim ke depan dan dikirim ke belakang gawang. Lalu terlintas lah nama Diego Milito dan Ramires di benak saya. Tidak ada yang salah dengan permainan bertahan itu, hanya saja buat saya itu cerminan sikap inferior dan tidak menarik. Masalah selera penonton saja, bukan tentang benar atau tidak.

Masalahnya adalah begini, silakan dibayangkan sejenak. Saya adalah fans Barcelona di Liga Spanyol, sekaligus fans Manchester United di Liga Inggris. Sudahkah anda memahami seberapa patah hatinya saya?

Jika berbicara Barcelona era Pep, maka sulit untuk tidak membicarakan Real Madrid era Mourinho. Saat itu bagi saya Barcelona-lah prototype terbaik bagaimana sepakbola itu harus dimainkan oleh para hero, sementara Real Madrid adalah villain utama karena faktor gaya permainan Mourinho. Nah sekarang, Pep sudah resmi diumumkan oleh rival dari tim favorit saya di Inggris, yang artinya saya harus rela menahan perih hati ketika nanti tim rival itu memainkan Sepakbola Inisiatif yang saya kagumi. Di saat yang sama, rumor digantinya Louis Van Gaal semakin merebak, dan penggantinya, tak lain dan tak bukan, adalah : Mourinho. Semakin membuat saya nantinya menahan perih hati yang makin tercabik tadi.

Ya, nama Mourinho memang identik dengan prestasi. Dia selalu sukses meraih gelar di semua tim yang ditanganinya. Di Porto dia berhasil meraih tropi Liga Champion meskipun sebagai kuda hitam. Di Chelsea dia sempat merajai Liga Inggris. Di Italia, Mou membawa Inter Milan tak tertandingi, dan bahkan meraih treble. Di Spanyol, keberhasilan terbesar Mourinho adalah menghapus inferiority complex Real Madrid saat itu dalam menghadapi Barcelona. Namun, Mourinho tidak meninggalkan legacy dalam hal sepakbola. Peninggalan terbaiknya adalah kumpulan gelar, yang sebagian besar dimenangkan dengan cara yang dalam sudut pandang saya tidak menarik. Fungsi sepakbola sebagai hiburan agak tereduksi disini.

Liga Inggris tahun ini sangat tidak bisa diprediksi, dan tahun depan akan diramaikan dengan  kedatangan para pelatih dengan reputasi menawan. Agak tersedu rasanya hati ini ketika tahu bahwa Liverpool mendatangkan Klopp, City mengontrak Guardiola, Chelsea dikabarkan mulai membuka proses negosiasi dengan Allegri atau Simeone, Leicester nya Ranieri bermain amat sangat cantik, sementara opsi paling memungkinkan bagi MU adalah bekerjasama dengan Mourinho.

Ah, betapa patah hati saya ini. 

Pep-tah hati.