25 Juni 2018

Another Pep Effect

Fase grup Piala Dunia 2018 sebentar lagi berakhir, melahirkan banyak sekali drama yang cukup mengejutkan. Spanyol nyaris tidak lolos grup, Argentina harus tanding mati-matian lawan Nigeria, Brazil-Jerman-Perancis pun susah payah. Yang tampil digdaya justru Belgia dan Inggris, dua tim yang diisi bintang-bintang Liga Inggris. Buat saya ini cukup menarik.

Pada gelaran Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, yang jadi juara dunia adalah Spanyol. Kala itu Spanyol bermain sangat cantik, dimotori oleh trio pemain kunci Barcelona, yaitu Iniesta-Xavi-Busquets. Di saat yang sama itu pula, Barcelona sedang gila-gilanya, dominan di Liga dan di Eropa dengan identitas gaya permainan sepakbola yang melegenda. Pemain Barcelona mendominasi susunan roster timnas Spanyol. Selain tiga pemain tadi juga ada Pique, Puyol, Pedro, dan Valdes. Rasa-rasanya waktu itu Vicente Del Bosque, pelatih Spanyol, tinggal kasih satu instruksi sederhana : bermainlah seperti Barcelona. VdB tinggal duduk manis setelah itu, dan hasilnya : juara.

Kemudian di Brazil, Piala Dunia 2014 dimenangi oleh Jerman. Jerman yang sangat kolektif didominasi oleh para pemain Bayern Muenchen, seperti Muller, Lahm, Kroos, Neuer, Gotze, Boateng, dan Schweinsteiger. Kekompakan para pemain itu di level klub bisa tertular ke timnas, sehingga lebih mudah untuk menciptakan kohesi dan chemistry, lalu sukses membawa Jerman ke pencapaian tertinggi di tahun itu.

Dua negara itu, Spanyol di 2010 dan Jerman di 2014, memiliki satu kesamaan yang menarik, yaitu Liga lokal negara-negara itu sedang didominasi oleh tim yang dilatih oleh satu orang yang sama : Josep Guardiola. Ya, Pep adalah pelatih Barcelona di 2010, yang baru saja memborong 6 tropi di awal musim, dan kembali jadi juara liga di akhir musim. Pep juga pelatih Bayern Muenchen di tahun 2014, dimana Pep selalu dominan di Bundesliga meskipun selalu gagal di Liga Champion.


Photo by Gareth Copley/Getty Images

Di tahun 2018 ini, kondisi yang mirip kembali terulang, dimana Pep Guardiola sedang melatih sebuah klub yang sangat dominan di Liga lokalnya, padahal dalam beberapa tahun terakhir Liga itu sedang sangat kompetitif dan tak terduga. Pep Guardiola sedang menjadi manajer dari Manchester City, yang baru saja jadi juara Liga Inggris dengan berlari ngebut sendirian meninggalkan para rival di belakang. Pep Guardiola sedang mengubah Liga Inggris menjadi Liga Perancis atau Liga Jerman. Perbedaan yang paling mencolok dibanding dua kondisi sebelumnya adalah bahwa kali ini pemain-pemain kunci Pep di klubnya bukanlah tulang punggung tim nasional. Jika waktu itu di Spanyol dan Jerman diisi 7 pemain dari klub yang sedang ditangani Pep, di Piala Dunia kali ini timnas Inggris hanya dihuni empat pemain Manchester City, yaitu John Stones dan Kyle Walker sebagai pemain belakang, Fabian Delph di tengah (atau belakang), dan Raheem Sterling di depan. Memang Walker-Stones-Sterling adalah starter yang berperan penting, namun di timnas Inggris tidak berperan sebagai otak permainan.

Timnas Inggris tahun ini sebenarnya relatif kurang bertabur bintang jika dibandingkan era-era sebelumya. Pemain yang paling bersinar adalah Harry Kane. Inggris tidak punya superstar macam Messi, Ronaldo, De Bruyne, Neymar, Modric, ataupun Pogba. Namun dalam dua pertandingan awalnya, permainan Inggris yang menang tipis di game pertama melawan Tunisia kemudian bangkit dan sukses menghajar Panama. Memang kemenangan lawan Panama belum terlalu bisa dibanggakan, tapi paling tidak Inggris sudah menemukan ritme yang lebih baik di game kedua mereka. Bisa jadi soliditas lini belakang yang dikomandoi duo Manchester City berperan penting disana.  Menarik sekali untuk melihat game ketiga Inggris nanti ketika menghadapi Belgia yang sama-sama eksplosif, dan sama-sama dipenuhi pemain yang bermain di Liga Inggris.

Jika berpatokan pada pola sejarah, dan memperhatikan kesamaan-kesamaan itu, bukan tidak mungkin Inggris bisa menghapus kutukan mediokrisi yang selama ini menjangkiti mereka di gelaran Piala Dunia, dan melaju cukup jauh. Apalagi didukung dengan permainan kurang meyakinkan dari tim-tim unggulan.

Pep Guardiola bisa menularkan auranya pada Spanyol di tahun 2010 dan Jerman di 2014, maka tidaklah berlebihan jika Inggris yang tadinya dikenal dengan tim medioker meski bertabur bintang, di tahun ini berubah menjadi tim bintang meski berisi pemain-pemain muda medioker. Saya bukan fans timnas Inggris, atau malah bukan fans timnas manapun di Piala Dunia kali ini, tapi melihat tim seperti Belgia dan Inggris bermain bagus dan menang, saya cukup bahagia.

Setelah sekian lama, para fans Inggris mungkin bisa berharap pada Another Pep Effect.
 
-maheinberg, 2019-