10 Juli 2012

Football Clubs And Those Sugardaddies

- Sugar daddy is a slang term for a man who offers money or gifts
to a younger person in return for companionship or sexual favours (wikipedia) -

Istilah sugardaddy digunakan di dunia sepakbola untuk menggambarkan orang-orang (atau korporasi) yang "kebanyakan uang", lalu melakukan pembelian sebuah klub sekaligus menggelontorkan uang sebanyak-banyaknya untuk keperluan apa saja (bisa untuk membeli pemain, memperbaiki stadion, mengupgrade fasilitas) demi mengangkat image, gengsi, dan prestasi tim itu. Contoh tim sugardaddy adalah Manchester City, PSG, Chelsea, dan Malaga.

Banyak pihak menganggap bahwa tim sugardaddy ini mengganggu, atau bahkan merusak, sepakbola. Alasannya, karena adanya uang melimpah yang datang begitu saja akan membuat klub itu mampu membeli pemain (hampir) manapun sekehendak hatinya. Pemain berkualitas tentu akan menganggap dirinya layak untuk dihargai tinggi, sehingga akan mempertimbangkan tawaran yang datang dari tim kaya ini jika disodori kemungkinan kontrak dengan nilai wah. Dengan cara ini, harga pemain bagus (maupun potensial) akan melonjak tinggi, terutama ketika dikabarkan diminati tim kaya tersebut. Akibatnya, tim-tim yang tidak didukung dana besar akan mengalami kesulitan mendapatkan pemain-pemain bagus. Padahal di saat yang sama, tim kaya tadi sebenarnya telah memiliki segudang pemain bagus yang ternyata dianggap kurang mampu memenuhi ekspektasi sang pemilik.

TKB atau Tim Kaya Baru juga membuat tim-tim yang memiliki catatan sejarah panjang dengan perjuangan berdarah-darah seperti menjadi tidak berguna, karena toh tim yang tadinya tidak besar itu bisa meraih prestasi apapun yang diinginkan, selama diguyur uang tak terbatas. Akhirnya muncullah simplifikasi bahwa Sugardaddy dan timnya mampu "membeli" gelar.

Sepanjang pengetahuan saya yang ga panjang-panjang amat, pelopor tim sugardaddy adalah Chelsea. Di tahun 2003, secara tiba-tiba muncullah seorang taipan minyak yang katanya sangat kaya raya di ranah sepakbola Inggris, yang sedang iseng mencari sebuah klub untuk dibelinya. Si orang iseng ini konon ceritanya fans berat sepakbola, dan punya obsesi untuk memiliki sebuah 'mainan baru' berupa klub sepakbola betulan yang akan dibimbingnya untuk meraih prestasi-prestasi besar. Orang iseng itu bernama Roman Abramovich. Sejak saat itu, Chelsea yang tadinya tim kelas menengah di Liga Inggris tiba-tiba menjadi tim yang memiliki pemain hebat berlimpah. Meskipun begitu, prestasi tidak datang begitu saja secara instan. Chelsea baru bisa meraih juara Liga Inggris ketika ditangani Jose Mourinho, di musim 2004/2005. Gelar Liga Champion yang tampaknya menjadi obsesi utama Abramovich dan yang menjadi alasan mengapa Jose Mourinho dipecat, justru baru bisa diraih tahun 2012, ketika skuad Chelsea tampil meragukan. Kini, Chelsea menjadi salah satu tim dengan popularitas tertinggi di dunia.

Kesuksesan Chelsea rupanya menular dengan cepat. Muncullah pula seorang yang konon kabarnya jauh lebih kaya dari Abramovich yang datang dari timur tengah, dan kemudian melalui perusahaannya mengambil alih klub Liga Inggris yang selama ini selalu jadi klub medioker dan menjadi bayang-bayang tetangganya. Klub 'beruntung' itu adalah Manchester City. Sejak dilimpahi uang tanpa batas di tahun 2008 itu, banyak sekali pemain besar berbandrol mahal yang dibeli oleh City. Meskipun begitu, prestasi juga tidak bisa hadir seketika. Prestasi mayor pertama City adalah gelar Liga Inggris yang baru dicapai tahun 2012.

Di Spanyol ada Malaga, dan disusul PSG di Prancis. Well, PSG memang sudah berstatus klub besar Prancis, namun dengan adanya sugardaddy, diharapkan PSG bisa sekaliber Bayern Muenchen yang dominan di negaranya sekaligus kuat di Eropa. Faktanya, Malaga masih ada di level perebutan tiket Liga Champion, dan PSG justru kalah dalam perburuan gelar juara dari klub tanpa catatan sejarah mengkilap, Montpellier.

Hingga saat ini, saya belum bisa melihat klub yang sebelumnya semenjana, lalu langsung berprestasi mayor ketika baru saja dibeli oleh pihak yang berduit banyak. Mungkin saja beberapa tahun kemudian klub itu menjadi besar, tapi (masih) terbukti bahwa money solely is never enough to buy a trophy nor a game. Bahwa uang saja tidak cukup untuk menambah jumlah piala di lemari tim. Yang dibutuhkan sebenarnya adalah membangun tim itu, dimana adanya uang berlimpah akan sangat membantu proses itu. Uang adalah sarana sekunder, bukan primer.

Ketika Chelsea meraih juara Liga, Mourinho sudah menjalankan sistem yang dia kehendaki. Ketika Manchester City mengalahkan Manchester United dalam perburuan juara secara dramatis, Mancini telah menarik(sekaligus mengesampingkan) pemain-pemain bintang sesuai kebutuhannya. PSG bisa saja menjadi monster Eropa musim depan. Malaga masih menunggu suksesnya pembangunan sistem menggunakan uang yang lumayan itu.

Tim-tim ini sebenarnya memiliki peran yang bagus dalam drama berseri kisah romantika dunia sepakbola. Mereka adalah warna-warni yang bervariasi. Kejayaan Chelsea membuat persaingan papan atas Liga Inggris menjadi lebih berwarna. Gelar Manchester City membuat derby Manchester semakin prestisius. Malaga menjadi salah satu harapan penonton supaya La Liga bukan hanya persaingan Barcelona dan Real Madrid. PSG juga sudah ditunggu untuk bersaing ketat dengan para kandidat juara Eropa.

Kemampuan finansial besar juga membuat batas transfer menjadi lebih tinggi. Memang kurang fair untuk tim kecil yang tidak bisa membeli pemain mahal, tapi juga sekaligus surga untuk tim yang mampu memproduksi pemain-pemain berbakat. Penjualan satu pemain hebat yang bernilai tinggi bisa digunakan untuk membangun sebuah tim yang lebih baik dengan pembelian beberapa pemain yang lebih murah. Jika tadinya rekor pemain termahal tidak jauh dari pembelian yang dilakukan tim seperti Real Madrid, Manchester United, dan Barcelona, maka kini tim yang kurang dikenal seperti Anzhi pun mampu memboyong striker sehebat Samuel Eto'o.

Tim mendadak kaya juga menjadi alernatif untuk para glory hunter atau penikmat sepakbola netral. Fans Chelsea pasti meningkat pesat sejak era Abramovich. Dan saya yakin kini fanbase City makin meningkat, meskipun mungkin sekarang tidak akan sebanyak apabila Chelsea gagal meraih apa-apa musim lalu. Penonton netral tentunya juga berharap akan nama-nama juara baru, entah itu di Liga Domestik ataupun Liga Champion. Makin banyak tim besar, makin banyak juga peluang para pemain berbakat untuk menjadikan dirinya seorang pemain kunci yang identik dengan jersey timnya, bukan hanya sekedar penghangat bangku cadangan di tim besar yang sudah dipenuhi pemain kelas satu dunia.

0 komentar:

Posting Komentar