28 September 2020

Take A Look At LA Lakers 19-20

Sebenarnya saya sudah beberapa kali nulis tentang LA Lakers musim ini, salah satunya adalah di artikel "NBA Ceria Lagi", dimana saya menjelaskan kekaguman saya pada lengkapnya roster Lakers, dan banyaknya opsi yang bisa mereka lakukan. Juga di artikel yang mengupas Denver Nuggets, dimana saya singgung di paragraf terakhir tentang match up yang akan terjadi di Final Wilayah Barat.
 
Tapi tampaknya kurang sahih jika tim yang paling membuat saya excited di musim ini tidak saya buatkan artikel khusus. Dengan sedikit mengulang beberapa ulasan saya sebelumnya, inilah dia : LA Lakers.

 
 
Ini adalah daftar roster nya :


Playoffs ini menunjukkan bahwa Lakers punya kemampuan untuk adjust permainan tergantung lawan yang dihadapi. Mereka berhasil mendominasi ketika melawan Blazers, padahal Damian Lillard sedang panas-panasnya. Lalu mereka meladeni permainan small ball Houston Rockets yang menghajar mereka di game pertama, dengan memainkan Markieff Morris sebagai center, dan nyaris mengistirahatkan duo center mereka, McGee dan Howard, sepanjang series. Tim yang paling identik dengan small ball itu pun dikalahkan Lakers dengan menggunakan strategi andalan lawannya, small ball. Dan yang paling akhir, Lakers berhasil mengeliminasi "The Comeback Kids" yang punya salah satu the best center NBA saat ini, Denver Nuggets.

Apa yang membuat mereka istimewa?

Yang paling utama, tentu saja, adalah LeBron James. Silakan dilihat ke belakang, tim manapun yang dibela LBJ akan langsung seketika menjadi title contender. Di periode pertamanya bersama Cavaliers, dengan squad seadanya LBJ membawa mereka menjadi tim relevan di timur, bahkan hingga ke final NBA tahun 2007. Pindah ke Heat, LBJ 4x ada di Final NBA, dan dua kali juara. Kembali ke Cavaliers, LBJ berhasil memenuhi takdirnya untuk membawa mereka juara, mengalahkan supertim Golden State Warriors. Lalu ketika hijrah ke Lakers, LBJ diharapkan membawa semangat yang sama, meskipun ternyata di musim pertamanya Lakers belum berhasil menembus Playoffs, salah satunya karena cidera yang dideritanya. Musim ini adalah musim penebusan dari kegagalan itu.
Bukanlah hal yang biasa ketika seorang atlet profesional masih menjadi salah satu yang teratas di usia 35 tahun. Dia masih berotot, powerfull, menit bermainnya paling banyak, pencetak poin dan assist terbanyak, dan rebounder terbaik kedua di tim. Dia juga masih relevan dalam pembicaraan tentang MVP tahun ini, dengan menjadi runner up di bawah Giannis Antetokounmpo. Dengan skill yang masih berada di level atas, dengan pengalaman dan ketenangan ala veteran, permainannya menjadi sangat komplit. Sekadar membandingkan, draft angkatan LBJ dan beberapa di bawahnya ada Dwyane Wade, Chris Bosh, Carmelo Anthony, Luol Deng, Andre Iguodala, Deron Williams, Chris Paul, dan Dwight Howard. LeBron dikenal sangat cerdas di lapangan, dia memiliki visual memory yang sangat tajam, mampu mengingat kondisi di lapangan meskipun terjadi dengan sangat cepat. Dia juga tau bagaimana seharusnya posisi tiap orang di dalam permainan, baik kawan maupun lawan.

Superstar satu lagi adalah Anthony Davis. Mirip dengan LBJ, AD juga datang dari draft pick nomor 1, tapi dengan selisih angkatan 9 tahun. Sejauh ini AD berhasil membuktikan kapasitasnya sebagai top pick, secara konsisten menampilkan permainan yang hebat, bahkan sejak masih di New Orleans Pelicans. Karirnya cukup cemerlang dengan 7 kali menembus All Star, dan 4 kali masuk All-NBA First Team (termasuk tahun ini). Dalam menyerang, AD sangat dominan di paint karena faktor kelebihan pada badannya yang tinggi dan atletis, tapi cukup lincah dan dilengkapi kemampuan shooting yang bagus. Selain sebagai offensive juggernaut, AD juga deffensive monster. Tahun ini dia jadi runner up Deffensive Player Of The Year, dengan total 577 rebound dan 143 block. Urusan block, dia adalah ahlinya, terbukti pernah 3 kali menjadi block leader di NBA. Bigman yang jago defense ini, mencatat rata-rata 3,5 percobaan 3pt dengan sekitar 33% masuk. Jika kemampuan offense adalah etalase koleksi skill, maka kemampuan defense adalah outlet kecerdasannya dalam membaca sistem dan pergerakan lawan. Kombinasi keduanya membuat seorang pemain menjadi lebih komplit.

Selain LBJ dan AD, ada satu lagi (mantan) superstar yang juga berasal dari draft pick nomor satu, yaitu Dwight Howard. Di awal karirnya, cukup sulit untuk tidak membandingkan Howard dengan Shaquille O'Neal, selain karena mengawali karir di Orlando Magic, Howard adalah center yang kuat dan dominan di bawah ring, mirip seperti Shaq. Hanya saja memang Shaq memiliki kemampuan offense yang lebih baik, tapi lama kelamaan Howard makin meningkatkan kemampuan defense nya, sehingga secara statisik menjadi lebih baik daripada Shaq. Awal karir Howard dilalui dengan pemecahan banyak rekor. Dia jadi pemain termuda yang mencetak rata-rata double-double sepanjang musim reguler, pemain pertama yang masuk langsung dari sma dan bermain full di 82 pertandingan, menjadi Defensive Player of The Year termuda, pemain pertama yang menjadi DPOY tiga tahun berturut-turut, sukses membawa Magic pertama kali ke Final NBA dalam 14 tahun terakhir, dan menjadi juara slam dunk contest yang disebut-sebut sebagai salah satu yang memorable dan kembali menggairahkan Dunk Contest sebagi hiburan karena kreatifitasnya dalam melakukan dunk dan menyusun gimmick yang keren. Karirnya begitu cemerlang, sampai cidera punggung mulai menghambat progress karirnya. Banyak yang menganggap awal mula titik balik mundurnya karir Howard adalah ketika bergabung dengan Lakers untuk pertama kali dan membentuk supertim bersama Kobe Bryant, Pau Gasol, Steve Nash, dan Metta World Peace (Ron Artest). Howard merasa bola seharusnya lebih banyak diberikan ke dia, sekaligus menganggap Kobe terlalu banyak menembak. Superteam yang gagal ini, ditambah dengan berbagai cidera yang menghantam Howard membuatnya secara perlahan-lahan tidak lagi dianggap sebagai superstar. Kehadiran Howard di Lakers ini seperti menjadi sebuah angin segar, baik untuk Howard secara pribadi maupun untuk Lakers secara tim. Dengan bersedianya Howard bermain dari bangku cadangan, serta tidak menjadi pemimpin tim membuatnya bisa mengoptimalkan apa yang dia punya untuk kepentingan tim. Bagaimanapun juga, Howard masih cukup atletis, memiliki kemampuan block yang hebat, dan bukanlah pemain yang lambat. Bergantian dengan JaVale McGee dia menjadi tembok yang cukup menakutkan bagi lawan yang berniat untuk drive ke dalam. Block dan rebound nya masih ada di level yang sangat tinggi. Howard harus berterimakasih pada cidera DeMarcus Cousin yang membuat Lakers terpaksa mencari bigman alternatif dan kemudian memilihnya. Setelah menurunkan intensitasnya dalam membuat ulah (meskipun masih ada sedikit), Howard terbukti menjadi sangat berguna terutama ketika menghadapi Nuggets yang dipimpin oleh Jokic, salah satu center terbaik NBA saat ini. Kemauannya untuk bertarung bisa menghambat laju Jokic dan membuatnya kerepotan dan jadi lebih sering berada di bangku cadangan karena berurusan masalah foul trouble. Ketika Davis, McGee dan Morris tidak sanggup menahan superioritas Jokic, Howard muncul untuk menyelamatkan Lakers.

Pemain dengan gaji tertinggi ketiga di Lakers adalah Danny Green. Danny Green mungkin belum bisa disebut superstar karena dia tidak pernah masuk All-Star, dan juga tidak pernah betul-betul memimpin sebuah tim NBA, tapi bagaimanapun juga Green adalah pemegang dua cincin juara yang memiliki peran vital bersama Spurs dan Raptors. Green bukan playmaker handal, bukan pula rebounder hebat, bahkan belakangan shoot nya pun sering dianggap mengecewakan, tapi jangan lupa bahwa Green pernah memegang rekor pencetak three point terbanyak di NBA Finals (sebelum akhirnya dipecahkan oleh Steph Curry), mencatat 40% 3pt field goal sepanjang karirnya, serta memiliki kemampuan bertahan yang amat sangat baik. Keahlian three and D nya menjadi faktor penting bagi tim manapun yang diperkuatnya.

Pemain dengan minute play terbanyak ketiga justru dipegang oleh pemain cadangan serba bisa, Kentavious Caldwell-Pope, atau biasa disebut KCP. Mengawali karir di Pistons, dia adalah pemain bintang yang berduet dengan Reggie Jackson menjadi andalan Pistons sekaligus menjadi perimeter defender yang kokoh. Di tahun 2015, KCP mencetak 153 three point, setara dengan Kevin Love. Di musim reguler bersama Lakers, KCP seringkali menjadi opsi pertama ketika Avery Bradley tidak bermain karena cidera. Ternyata posisi itu bisa dijalankannya dengan sangat bagus, padahal tidak mudah menggantikan posisi Avery Bradley yang memiliki kemampuan bertahan yang sangat baik. Ketika Avery Bradley memutuskan untuk tidak bergabung bersama Lakers di masa lanjutan NBA pasca break pandemi covid atas alasan keluarga, maka pilihan pertama untuk mengisi posisi itu jatuh ke KCP. Dan di Lakers pelan-pelan kepercayaan dirinya membaik, terlihat dari shooting three point nya yang bagus. Digabung dengan kemampuan bertahannya, memiliki KCP yang tidak rewel ketika dicadangkan menjadi aset berharga untuk Lakers.

Lalu ada satu lagi pemain Lakers yang pernah terpilih menjadi All-Star (sebanyak 4 kali), yaitu Rajon Rondo. Rajon Rondo menjadi makin dikenal dunia ketika menjuarai NBA bersama Boston Celtics, menemani trio superstar : Kevin Garnett, Paul Pierce, dan Ray Allen. Sebetulnya waktu itu Rajon Rondo berada di level yang tidak jauh dari mereka, jadi sebenarnya Celtics memiliki empat superstar. Rondo adalah pemegang bola utama, yang menginisiasi permulaan serangan. Dengan melihat permainannya, kita tahu seberapa cerdik dia di dalam lapangan, memiliki visi yang bagus, termasuk licin dan lincah, sekaligus memiliki leadership meskipun dikelilingi para lelaki alpha, padahal dia baru memasuki tahun kedua di NBA. Untuk urusan assist dan steal, Rondo termasuk superior, tiga kali menjadi top assist leader. Dan meskipun dia banyak dikritik karena kemampuan shoot nya yang biasa-biasa saja, di masa mudanya Rondo adalah pemain bertahan yang bagus, dua kali terpilih sebagai NBA All-Defensive First Team. Kehadirannya di Lakers awalnya ditujukan untuk menjadi mentor dari playmaker potensial, Lonzo Ball. Tapi pindahnya Lonzo Ball untuk ditukar dengan Anthony Davis membuatnya menjadi playmaker murni terbaik di tim, sekaligus menjadi reuni dengan mantan teman setim di Pelicans itu. Meskipun hampir selalu mengawali perannya dari bangku cadangan, peran Rondo menjadi sangat penting karena mengurangi beban LeBron James dalam mengatur serangan, dengan visi bermain dan passing-passing nya yang tak kalah ajaib itu. Di Playoffs ini pula, jiwa kompetitifnya tampak seperti terbakar kembali, karena dia begitu ngotot dalam bertahan, mampu mencetak poin penting di masa krusial, dan dengan kemampuan passing nya yang selalu konsisten. Some say, Playoff Rondo is real.

Tahun lalu, Lakers adalah tim muda penuh potensi. Tapi demi Anthony Davis, Lakers melepas hampir semua pemain muda potensialnya. Satu-satunya yang tersisa adalah : Kyle Kuzma. Tahun 2017, Kuzma disebut sebagai steal of the year, karena meskipun ada di draft ke 27, performanya di lapangan begitu bagus, bahkan melebihi pick ke dua yang jadi rekan setimnya, Lonzo Ball. Kuzma sangat berenergi, pandai menerobos pertahanan, dan memiliki shoot yang bagus. Tahun ini adalah tahun pembuktiannya, apakah Lakers mengambil keputusan yang benar untuk mempertahankannya. Sejauh ini, Kuzma memang tidak dominan, mengingat begitu banyak bintang di Lakers, namun dia menjalankan perannya dengan cukup baik. Dia penyumbang poin terbanyak ketiga di tim, dengan peran untuk menggantikan posisi LeBron James ketika dia istirahat.
 
Keluarnya Lonzo Ball membuat opsi playmaker Lakers menjadi tidak banyak. Tapi jangan kuatir, masih ada : Alex Caruso. Join di Lakers sejak tahun 2017 dari Undrafted, rencananya untuk backup Lonzo Ball ketika cidera, ternyata Caruso kemudian berkembang menjadi jack of all trades. Dia bisa jadi playmaker, defender yang bagus, dan seperti kata komentator di salah satu game : "Carushow dunk like MJ, shoot like Bird, steal like Payton, lay up like the Iceman". Caruso adalah role player yang relevan, sekaligus menjadi semacam anak bawang kesayangan, memiliki minute play terbanyak kedelapan di tim. Selain koleksi top picks, Lakers juga sukses mengembangkan seorang Undrafted player.

Di tengah musim, Lakers melakukan tiga akuisisi penting untuk memperdalam roster. Tiga-tiga nya adalah pemain dengan nama cukup terkenal, yaitu Dion Waiters, JR Smith, dan yang paling sukses, Markieff Morris. Dion Waiters direkrut untuk jadi backup point guard karena Rondo cidera. Lalu ketika Avery Bradley memutuskan untuk tidak ikut ke bubble, Lakers memutuskan untuk membangkitkan JR Smith dari status teamless. Dan keputusan untuk mendatangkan Markieff Morris adalah brilian. Pertama, karena Morris yang adalah kembarannya sudah lebih dulu bergabung bersama tim LA yang satunya, sehingga tadinya diperkirakan mereka akan berhadapan di Final Wilayah Barat, meskipun Nuggets menggagalkannya. Kedua, Markieff terbukti menjadi sangat penting perannya ketika menghadapi small ball Rockets, thanks to atletisme dan kemampuan shooting 3pt nya. Dengan menggeser AD ke posisi center dan memasang Markieff di posisi 4, maka Lakers juga memainkan small ball yang sukses mengeliminasi Rockets.

Masalah nama besar personil, Lakers bisa dibilang cukup istimewa. Tapi ketika melihat tim-tim yang lain, sebenarnya Lakers bukanlah yang terdepan. Di awal musim, unggulan pertama jelas adalah Clippers, sebuah tim yang musim lalu begitu solid meskipun tanpa superstar, musim ini diperkuat Kawhi Leonard dan Paul George sekaligus. Bucks adalah unggulan kedua karena faktor The MVP, Giannis Antetokounmpo, di sana. Belum lagi ada duet Harden-Westbrook, Dono-Gobert, Jokic-Murray, hingga juara bertahan Lowry-Siakam. Yang membuat Lakers berbeda adalah : CHEMISTRY.
Kita sudah melihat bagaimana Clippers begitu berat berjuang di game 7 melawan Nuggets, terlihat lemas tanpa tenaga. Kita juga cukup kaget ketika Bucks disingkirkan dengan cukup mudah oleh Heat. Sekaligus kita menyaksikan ketangguhan mental Nuggets yang mampu unggul meskipun sempat tertinggal 3-1. Faktor pembeda dari semua itu adalah tentang ada dan tidaknya chemistry. Disinilah Lakers memiliki keunggulan dibanding tim-tim yang lain. Para superstar dan mantan superstar ini bisa bersatu bahu membahu dengan meminimalisir ego satu sama lain, sekaligus bersedia menjadi badut-badut yang tanpa henti memompa semangat dari bangku cadangan, bahkan dengan melakukan hal-hal yang konyol. Dengan chemistry yang kuat, akan lebih mudah bagi pelatih untuk menyusun sebuah sistem, baik offense maupun defense. Juga akan saling mendukung, bukannya saling menyalahkan. Chemistry akan membuat konflik menjadi sarana untuk menjadikan tim lebih baik. Lakers unggul di sisi ini, dan mau tidak mau kita harus memberikan kredit kepada para senior berpengalaman, terutama LeBron James, yang mampu mengelola itu.

Kelebihan ketiga bagi Lakers adalah, sebagaimana sudah dibahas di awal artikel ini, kemampuannya untuk melakukan adjustment. Personil tim yang beragam dengan spesialisasi masing-masing membuat Lakers memiliki banyak pilihan untuk menghadapi berbagai karakteristik lawan. Lakers memiliki bigman yang dominan, Howard, McGee, AD, dan juga Morris. Lakers juga punya playmaker handal, Rondo, Caruso, dan James. Tak ketinggalan para sniper (meskipun kadang lagi off juga), KCP, Green, Caruso, Kuzma, Morris, dan AD. Dan mereka punya barisan defender kuat, AD, KCP, Green, Caruso, Howard, dan James. Banyaknya pilihan itu membuat Frank Vogel punya berbagai opsi untuk beradaptasi pada pola penyerangan lawan, dan menganalisa cara paling efektif untuk membunuh mereka.

Bagi saya pribadi, saat ini Lakers memiliki hampir semua unsur untuk menjadi tim yang paling menyenangkan untuk ditonton.
 
Individual Skills ✔️
Team Offense ✔️
Tight Defense ✔️
Alley Oops ✔️
Rim Attack ✔️
Three Points ✔️ πŸ˜…
Fastbreak ✔️
Small Ball ✔️
Playing Big ✔️
Blocks ✔️
Smart Pass ✔️
Some Concentration Lapse ✔️ 😁
Dominant ✔️
Beatable ✔️😁
Antics ✔️

They had it all...

- maheinberg, 2020 -

17 September 2020

Take A Look At Denver Nuggets 19-20

Sebelum NBA musim ini dimulai, para ahli menempatkan LA Clippers sebagai unggulan terkuat meraih juara. Bukan hal yang mengherankan, karena musim lalu ketika Clippers terhitung minim bintang bisa cukup perkasa di wilayah barat, apalagi di musim ini Clippers kedatangan dua orang yang amat sangat jagoan. Yang pertama adalah pemegang 2 MVP finals, Kawhi Leonard, dan satu lagi adalah superstar yang terkenal sebagai salah satu two-way player terbaik di NBA, Paul George. Maka bergabungnya mereka dengan tim yang sudah solid diramalkan akan berpotensi membentuk dinasti baru.
Sayangnya sejauh ini ramalan tersebut bisa dibilang meleset, karena di babak reguler Clippers "hanya" menempati peringkat 3 di NBA, di bawah Bucks dan Lakers. Bukan hal yang cukup untuk bisa disebut membentuk dinasti, meskipun juga tidak bisa dibilang gagal. 
 
Tapi artikel ini bukan dibuat untuk membahas Clippers. Justru untuk mempelajari kulit-kulit dan sedikit kupasan di bawahnya tentang tim yang secara cukup mengejutkan mampu mengalahkan mereka di babak semifinal wilayah, dan (lagi-lagi) mengubur impian mereka untuk tembus ke final wilayah barat.

Tim kejutan itu adalah : Denver Nuggets.
 
(source : clutchpoints.com)
 
Yes, sebelumnya saya juga menulis tentang tim kejutan yang lain dari wilayah timur, yaitu Miami Heat, dan tampaknya kejutan serupa juga menular ke wilayah barat. Jika Miami Heat adalah tim peringkat ke 5 di timur, Denver Nuggets adalah tim peringkat 3 di barat. Memang terhitung dekat dengan Clippers yang ada di peringkat kedua, namun sejak awal Clippers dan Lakers dianggap berada di dimensi yang berbeda dengan tim lain di wilayah barat, maka ketatnya semifinal wilayah barat ini tetap menjadi mengejutkan, paling tidak buat saya.

Denver Nuggets tidaklah lolos dengan mudah. Di babak pertama Playoffs mereka menghadapai Utah Jazz yang juga diperkuat duo maut. Game ini berlangsung amat sangat seru, pertama karena mereka memiliki matchup yang serupa. Dipimpin oleh playmaker muda, yaitu Donovan Mitchell vs Jamal Murray, dan diperkuat oleh dua center terbaik NBA, Rudy Gobert dan Nikola Jokic. Nuggets yang memenangkan game 1 harus deg-degan karena di 3 game berikutnya mereka kalah. Baru di game 5 Nuggets mengambil alih secara tim, karena pemain cadangan mereka juga turut berperan besar dalam memutar balikkan keadaan sehingga berakhir 4-3 untuk Nuggets. Perjuangan yang ketat dan terlihat melelahkan.

Nuggets yang tampak lelah itu lalu harus berhadapan dengan Clippers yang konon kabarnya memiliki skuad yang dalam dan merata, tidak terlalu jauh beda kualitas antara starter dan pemain cadangan, padahal Kawhi Leonard dianggap top three NBA Player saat ini, maka cukup tergambar kedalaman skuad mereka. Nuggets makin tampak terlihat tak berdaya ketika di game 1 dibantai dengan selisih 23 poin. Mungkin beberapa cukup terkejut ketika di game kedua Nuggets ternyata bisa menyamakan skor menjadi 1-1 dengan kemenangan 110-101. Tapi kemudian Clippers menjawab keraguan publik dengan dua kali kemenangan, menjadi 3-1. Nuggets dianggap sudah habis, tidak punya jawaban, dan akan segera angkat koper keluar dari bubble.

Tapi bukan itu yang terjadi. Jokic dan Murray membuktikan bahwa mereka bukanlah pemain yang memiliki mental sembarangan. Secara bergantian mereka menjadi alpha dan memimpin Nuggets untuk memberikan perlawanan sengit pada Clippers. Silakan menganggap Jokic sebagai center kegendutan yang lambat, tapi kecerdasannya dalam memanfaatkan tubuh, ball handling, melihat garis passing dan mengeksekusinya, serta kemampuan shooting jarak jauh akan membuat kita memahami bahwa dia adalah salah satu center terbaik dunia saat ini. Dia bukan pemain paling atletis, tapi kelebihan utamanya ada di otak. Kecerdikannya dalam membaca permainan, meramalkan arah pergerakan kawan, dan mengantisipasi pola serangan Clippers membuat para pemain Clippers frustrasi. Duet maut sekelas Paul George dan Kawhi Leonard saja dibuat tak bisa bicara banyak, hanya mencetak 24 poin digabung. Jamal Murray juga tampak sama sekali tidak gentar ketika harus melawan defender elite sekelas mereka berdua, atau para "tukang pukul" Clippers seperti Patrick Beverley dan Montrezl Harrell. Dia akan meledak di saat yang tepat, ketika Nuggets membutuhkannya. Dua kali bangkit dan berbalik unggul dari ketinggalan 3-1 bukanlah hal yang sepele. Itu menggambarkan kekuatan mental dan semangat juang yang besar. 

Selain peran besar duet Jokic-Murray itu, yang tidak kalah penting dan sering diremehkan adalah peran supporting cast nya. Mari kita lihat dulu bagaimana isi Denver Nuggets ini (urut berdasarkan minute play terbanyak) :

No Name Age G GS MP Pos. Ht (m) Wt (kg) Draft Pick FG% 3P% Reb Ast Pts
1 Nikola JokiΔ‡ 24 73 73 2336 C      2.13        129 2014 41 52.80% 31.40% 711 512 1456
2 Will Barton 29 58 58 1916 G      1.96           82 2012 40 45.00% 37.50% 365 212 874
3 Jamal Murray 22 59 59 1904 G      1.93           98 2016 7 45.60% 34.60% 236 284 1091
4 Jerami Grant 25 71 24 1892 F      2.03           95 2014 39 47.80% 38.90% 248 88 851
5 Gary Harris 25 56 55 1780 G      1.93           95 2014 19 42.00% 33.30% 163 118 581
6 Monte Morris 24 73 12 1636 G      1.88           83 2017 51 45.90% 37.80% 137 255 660
7 Paul Millsap 34 51 48 1240 F      2.01        117 2006 47 48.20% 43.50% 293 83 591
8 Torrey Craig 29 58 27 1072 F      2.01        100 2014 Und 46.10% 32.60% 189 47 315
9 Mason Plumlee 29 61 1 1057 F/C      2.11        115 2013 22 61.50% 0.00% 317 154 437
10 Michael Porter 21 55 8 903 F      2.08           99 2018 14 50.90% 42.20% 259 46 512
11 PJ Dozier 23 29 0 412 G/F      1.98           93 2017 Und 41.40% 34.70% 55 63 168
12 Keita Bates-Diop 24 7 0 98 F      2.03        104 2018 48 46.40% 33.30% 17 0 37
13 Bol Bol 20 7 0 87 F/C      2.18        100 2019 44 50.00% 44.40% 19 6 40
14 Troy Daniels 28 6 0 76 G      1.93           91 2013 Und 35.70% 30.00% 6 3 26
15 Vlatko Čančar 22 14 0 45 F      2.03        107 2017 49 40.00% 16.70% 10 3 17
16 Noah Vonleh 24 7 0 30 F      2.08        117 2014 9 83.30% 100.00% 8 2 13
17 Tyler Cook 22 2 0 19 F      2.03        116 2019 Und 50.00%   4 0 4

Dari data diatas, terlihat bahwa kemampuan shoot di tim Nuggets sangat merata. Field Goals ada di range 45% an, dan 3pt percentage di sekitar 35%, menyebar di hampir seluruh personil. Dalam hal shooting percentage, tidak jauh beda antara starter dan cadangan. Dari total point yang dicetak, selain Jokic dan Murray, Will Barton dan Jerami Grant adalah penyumbang poin terbanyak di tim, dengan Monte Morris, Paul Millsap, Gary Harris, dan Michael Porter Jr ada di belakangnya.

Will Barton bisa dibilang cukup underrated, karena meskipun kurang dikenal, kontribusinya dalam defense, rebound, dan assist sangat signifikan. Begitu pula dengan Jerami Grant yang di Playoffs ini sering tiba2 muncul lewat shot pentingnya, dan defense yang begitu ketat.

Paul Millsap adalah veteran berpengalaman dan seorang pemain All Star di masanya dulu bersama Atlanta Hawks. Di umur 34, Millsap menghadirkan veteran presence yang biasanya menghadirkan ketenangan ketika yang lain sedang terburu-buru dan kurang hati-hati. Dia pun sukses menghadapi sekaligus mengcounter psywar para "preman" Clippers, sehingga meminimalisir gangguan faktor non teknis.

Jerami Grant memang lebih sering memulai dari bangku cadangan, tapi di usia matangnya ini sumbangan poin, energi dan kemampuan atletis nya sangat berguna dalam bertahan dan menyerang. Di Playoffs ini berkali-kali defense nya yang kuat dan shoot jarak jauhnya mampu menjaga ritme permainan ketika Murray dan Jokic menemui jalan buntu.

Monte Morris, Gary Harris, dan Torrey Craig juga tidak begitu menonjol dan jauh dari sorotan, tapi peran mereka sebenarnya setara dengan supporting cast yang lain baik dari peran defensif maupun akurasi tembakannya. Dengan Jokic yang sering di dalam dengan visi cemerlang, banyaknya rekan yang siap di berbagai sudut dengen kemampuan setara membuat pemain bertahan lawan sangat kesulitan antara memutuskan untuk double team Jokic atau menutup pemain lain yang siap di kejauhan. Belum lagi ada Murray yang siap menyerang menusuk masuk kapan saja.

Jika Jokic sedang butuh istirahat, Nuggets punya backup center yang sebenarnya lebih atletis dan punya kemampuan fisik lebih bagus, yaitu Mason Plumlee. Meskipun tidak secerdas Jokic, adanya Plumlee menghadirkan kekuatan fisik yang lebih baik, dan memberikan waktu istirahat yang cukup bagi Jokic tanpa mendatangkan rasa kuatir.

Dan ada satu lagi anak muda yang sebenarnya sangat potensial, dan konon dulu adalah calon 1st pick di masanya, namun sayangnya musti turun peringkat karena faktor cidera. Orang ini adalah Michael Porter Jr. Memang dia sering cidera, tapi kepercayaan yang diberikan Nuggets rupanya dibayar dengan perfora menjanjikan meskipun performanya kadang labil, sebuah kesalahan wajar di usia muda.

Salah satu faktor penting yang terlihat selama Playoff ini adalah chemistry yang kuat diantara pemain-pemain Nuggets. Mereka saling mepercayai satu sama lain, dan terlihat selalu saling mendukung. Hal yang tidak terlihat di Clippers, terutama di quarter 4 game ke 7 itu. Kawhi menjadi semakin down ketika dia tahu sedang off, tapi tidak bisa mempercayai teman-temannya yang lain. Sementara Jokic terlihat begitu yakin bisa membagi bola ketika dia sedang di double team di dalam, karena rekan-rekannya terus bergerak dan berada di posisi yang siap menerima passingnya untuk kemudian dieksekusi. Dan berhasil.

Denver Nuggets adalah tim yang relatif tidak sering berubah, sebagian besar mereka sudah bersama-sama dalam jangka waktu yang lama. Gary Harris, Will Barton, Nikola Jokic, Jamal Murray, Paul Millsap, dan Mason Plumlee sudah bermain bersama sejak tahun 2017. Tiga nama pertama bahkan sejak 2015. Maka tidak heran ketika mereka bisa menjalin komunikasi yang sangat baik, karena bagaimanapun juga chemistry di luar lapangan akan sangat berpengaruh pada tingkat kepercayaan diri yang akan tertuang pada permainan di lapangan. Tahun lalu Nuggets nyaris lolos ke Final Wilayah, tapi kalah di game ketujuh dari Blazers. Kepahitan itu sudah terbalas di tahun ini. Seberapa jauhpun mereka musim ini, tidak mengurangi kehebatan pencapaian mereka yang luar biasa.

Di Final Wilayah Barat, Nuggets akan menghadapi Lakers. Bukan lawan yang mudah, tapi Nuggets sudah terbukti punya kemampuan melewati hadangan yang berat. Jika Jokic pernah sukses menang lawan Gobert yang merupakan lawan sepadan, lalu kemudian begitu dominan melawan Clippers yang tidak punya bigman dominan, dia tampaknya harus berkeringat lebih banyak menghadapi Lakers yang punya banyak bigman berpengalaman. Anthony Davis adalah All-NBA first team tahun ini, punya offense yang dahsyat, dan juga runner up DPOY. Davis lebih komplit dibanding Gobert, sekaligus lebih dominan dibanding semua bigman Clippers. Tapi Davis tidak selalu bermain di posisi center, jadi tidak selalu match-up dengan Jokic. Jika Jokic tidak dipegang Davis, dia harus menghadapi salah satu dari McGee atau Howard. Mungkin mereka tidak secerdas Jokic, tapi duo bigman ini punya banyak pengalaman untuk meredam pemain-pemain hebat sebelumnya. Plus jika mereka yang dipasang, mereka bisa full konsentrasi mematikan Jokic, tanpa beban untuk menginisiasi penyerangan.
Jamal Murray pun juga harus berusaha lebih keras, karena Lakers sudah sukses dua kali meredam tim dengan playmaker dan guard kelas atas di NBA. Dame di Blazers dan Harden-Westbrook di Rockets dibuat tidak berdaya ketika Lakers sudah menemukan ritmenya. Well, "tidak berdaya" mungkin terasa berlebihan, terlebih Lakers juga kalah di game 1, tapi coba lihat kembali di game ke 5 Lakers melawan Blazers dan Rockets, mereka dibuat sedemikian frustrasi, terlihat dari ekspresi para pemainnya yang tampak seperti bingung mau berusaha dengan cara apa lagi.
Pengalaman Nuggets untuk comeback dari tepi jurang 3-1 sebanyak dua kali ini menunjukkan mental luar biasa, yang jadi bekal penting untuk menghadapi Lakers yang juga calon juara. Cukup berat sebenarnya, tapi saya menunggu banget kejutan yang mereka hadirkan melalui ledakan Murray, kecerdasan Jokic, dan chemistry para supporting cast lain untuk bersatu padu mengalahkan Lakers yang lebih diunggulkan.

-maheinberg, 2020-

10 September 2020

Take A Look at Miami Heat 19-20

Postingan ini didedikasikan untuk tim underdog yang tidak pernah diunggulkan selama musim reguler, tapi dengan amat sangat meyakinkan berhasil menyingkirkan tim terbaik reguler NBA. Tim kejutan yang istimewa ini adalah : Miami Heat.

clutchpoints.com

Banyak yang menyayangkan langkah Jimmy Butler ketika di musim ini pindah dari Sixers, padahal musim lalu nyaris saja menyingkirkan Raptors di Playoffs. Sebagaimana kita tahu, Raptors akhirnya juara. Jika JimBut bertahan, mungkin saja Sixers jadi serious contender di timur.

Di awal musim ini pula, JimBut juga digosipkan diminati dua tim dari Los Angeles, yang di atas kertas punya kans cukup besar untuk jadi juara. Heat bukanlah destinasi seksi di kala itu, karena diisi pemain-pemain yang relatif lebih medioker. Meski juga harus disadari, bahwa minim bintang juga berarti salary cap yang longgar, sehingga bisa lebih leluasa untuk mengundang satu atau beberapa pemain bintang yang baru.

Lalu kita bisa fast forward ke hari ini, ketika tim yang "biasa-biasa saja" itu baru saja mengalahkan Milwaukee Bucks yang di musim reguler jadi tim terbaik di NBA, bahkan di atas Lakers dan Clippers, yang dipimpin oleh Defensive Player of The Year dan calon MVP dua tahun berturut-turut, Giannis Antetokounmpo. Miami Heat bahkan nyaris menang telak 4-0, setelah sebelumnya menyapu bersih Indiana Pacers dengan cukup mudah.

Sayapun tidak terlalu mengikuti Miami Heat di musim reguler, tapi dengan capaian itu, jelas ada yang istimewa di tim ini. Lets take a look at this team.

Ini adalah daftar pemain Miami Heat, urut dari Minutes Played paling banyak :

No Name Age Pos Ht (m) Wt (kg) Draft Pick G GS MP
1 Bam Adebayo 22 F/C 2.06  116 2017 14 72 72 2417
2 Duncan Robinson 25 F 2.01  98  2018 Und 73 68 2166
3 Kendrick Nunn 24 G 1.88  86  2018 Und 67 67 1962
4 Jimmy Butler 30 F 2.01  104 2011 30 58 58 1959
5 Goran DragiΔ‡ 33 G 1.91  86  2008 45 59 3 1663
6 Tyler Herro 20 G 1.96  88  2019 13 55 8 1508
7 Derrick Jones 22 F 1.98  95  2016 Und 59 16 1375
8 Kelly Olynyk 28 F/C 2.11  109 2013 13 67 9 1300
9 Meyers Leonard 27 F/C 2.13  118 2012 11 51 49 1034
10 Jae Crowder 29 F 1.98  107 2012 34 20 8 553
11 Andre Iguodala 36 G/F 1.98  98  2004 9 21 0 418
12 Chris Silva 23 F 2.03  106 2019 Und 44 0 346
13 Solomon Hill 28 F 1.98  103 2013 23 11 1 187
14 Gabe Vincent 23 G 1.91  91  2018 Und 9 0 83
15 Udonis Haslem 39 F 2.03  107 2002 Und 4 1 44
16 KZ Okpala 20 G/F 2.03  98  2019 32 5 0 26
17 Kyle Alexander 23 F/C 2.08  98  2019 Und 2 0 13
  Team Totals 26.59           73   17745

Jika sebelumnya saya pernah menulis tentang New Orleans Pelicans yang rata-rata umur pemainnya adalah 24,87 tahun, maka sebenarnya Miami Heat juga termasuk tim muda, dengan rata-rata usia pemain 26,59 tahun, dan rata-rata usia starter 25,6 tahun.
 
Pun ketika saya menulis tentang Milwaukee Bucks yang berisi pemain-pemain yang awalnya dianggap medioker, itupun terjadi pada Miami Heat. Starternya bukanlah para pemudah harapan NBA dimasa draft nya dulu. Dua diantaranya bahkan datang dari undrafted, yaitu Duncan Robinson dan Kendrick Nunn.

Masuknya Jimmy Butler bisa jadi adalah trade terbaik Heat paling tidak dalam 10 musim terakhir, terutama post trio James-Wade-Bosh era. JimBut yang merupakan salah satu two-way player terbaik yang ada di NBA saat ini, sukses menjadi leader bagi anak-anak muda di Heat. Dia bisa jadi playmaker, defender, eksekutor, sekaligus pemacu motivasi di lapangan. Dia membuat rekan-rekannya menuju titik paling optimal.

Bam Adebayo adalah pemain All Star Heat yang lain selain Jimbut. Musim ini dia begitu kuat dan kokoh. Bersama Jae Crowder, dia pun berhasil meredam agresifitas pemain bahkan sekaliber Giannis sekalipun. Saat ini dia adalah pemain dengan menit bermain terbanyak di tim, dan masih menyisakan banyak ruang untuk berkembang, terutama perimeter shootnya, di usia nya yang baru 22.

Goran Dragic menghadirkan veteran presence yang memulai dari bench, lalu menghadirkan kemampuan playmaking dan agresifitas yang sangat efektif. Perannya sangat terasa di Playoff ini dalam berbagi peran memimpin tim dengan JimBut. Sekadar menjadi pengingat bahwa Dragic adalah peraih Most Improved Player di tahun 2014 bersama Suns, dan di tahun 2018 masuk menjadi bagian dari NBA All Star menggantikan Kevin Love yang cidera, serta membawa Slovenia jadi juara dunia basket tahun 2017 sekaligus menjadi MVP.

Duncan Robinson dan Kendrick Nunn adalah duo draft tahun 2018 yang datang ke Miami Heat berawal dari undrafted, lalu bertransformasi menjadi starter yang solid. Nunn mencatat 15,3 PPG, ketiga terbaik di bawah JimBut dan Adebayo, termasuk 112 poin di 5 pertandingan awalnya, rekor terbanyak oleh seorang pemain undrafted. Runner up Rookie Of The Year tidaklah berlebihan buat Nunn. Dia konsisten dan memberikan efek besar. Robinson mendadak menjadi salah satu shooter terbaik NBA dengan 3,7 3PM dan sekitar 45% 3Pt di sekitar 29,7 MPG. 

Ada alumni Boston Celtics murid Brad Stevens yang berpengalaman malang melintang bermain di beberapa tim yang solid, yaitu Jae Crowder dan Kelly Olynyk. Di awal-awal Brad Stevens menggegerkan NBA dengan kemampuannya mengatur deffensive strategy, Jae Crowder adalah salah satu personil pentingnya. Kemampuan bertahan inilah yang jadi salah satu nilai penting Crowder di Heat untuk menyusun tim yang solid. Selain bertahan, Crowder yang datang sebagai free agent ini bisa diandalkan dari luar garis three point dengan catatan sekitar 45%, sebuah 3pt rate yang tinggi. Crowder sangat berguna jika Heat memutuskan untuk bermain small ball, dengan memanfaatkan kekuatan, kecepatan, serta 3nD. Olynyk adalah bigman berpengalaman yang kuat dan cukup bisa diandalkan 3pt nya, ada di rate sekitar 40%.

Veteran free agent berpengalaman yang lain adalah Andre Iguodala. Meskipun sudah berumur 36 tahun, dia adalah pemegang 3 cincin juara sebagai pemain yang sangat penting di Warriors. Kematangannya tidak bisa diragukan, dan kehadirannya penting untuk membimbing para generasi muda. Jangan lupa bahwa meskipun start dari bench, Iguodala adalah MVP Finals di GSW sebelum era Durant.

Satu lagi pemain muda yang cukup menonjol adalah Tyler Herro. Sebagai guard cadangan, kepercayaan dirinya dalam mengeksekusi shooting jarak jauh sangat mengagumkan. Apalagi di umur yang masih 20 yang menyisakan potensi begitu besar. Herro mencetak sejarah sebagai pemain pertama yang lahir di tahun 2000an yang masuk ke final wilayah.

Lalu ada pemain muda undrafted yang mendadak mencuri perhatian publik karena berhasil menjadi juara slam dunk contest, Derrick Jones Jr. Ini anak berbody langsing dengan kecepatan plus vertical jump yang istimewa. Dia cukup solid dalam berperan sebagai pemain cadangan.

Daftar pemain Heat ini relatif tidak se glamor tim lain seperti Lakers, Clippers, ataupun Bucks. Tapi terlihat juga bahwa kedalaman squadnya cukup merata sehingga ketika harus memainkan second unit Heat tetap meyakinkan.

Meskipun jarang disebut, Miami Heat punya defense yang solid dan hustle. Mereka bisa cepat dan kuat sekaligus. Kemampuan defense seperti itu dilengkapi dengan kemampuan offense yang variatif. Ada yang bisa main ISO, bisa attack lewat bigman, ada playmaker yang pass-first sehingga bola bisa mengalir cepat, juga ada shooter-shooter yang termasuk terbaik di NBA. Mereka bisa bermain powerfull, atau small ball yang cepat dan tajam. JimBut bisa bermain dominan dan banyak drive, tapi juga bisa mencetak sedikit poin dan mendistribusikan beban menyerang secara merata ke seluruh personil timnya. Sejauh ini, para supporting cast sangat percaya diri dan amat bisa diandalkan.

Dari awal memang saya memprediksi Miami Heat akan menang 4-0 atas Indiana Pacers di round 1 NBA Playoffs, tapi tidak menduga bahwa mereka akan mengalahkan Milwaukee Bucks dengan cukup mudah. Sekarang saya menjagokan mereka sebagai juara wilayah timur untuk menantang raksasa dari barat, yang kemungkinan adalah salah satu dari dua tim dari Los Angeles itu. Tentu saja setelah melewati hadangan dari pemenang antara Raptors dan Celtics (skor sedang 3-3 ketika artikel ini ditulis), dua tim dengan deffensive efficiency tertinggi di Playoffs NBA.

Tim ini berubah sangat cepat dari tim potensial di masa depan, menjadi salah satu kandidat juara.
 
They deserve it.

-maheinberg, 2020-