28 September 2020

Take A Look At LA Lakers 19-20

Sebenarnya saya sudah beberapa kali nulis tentang LA Lakers musim ini, salah satunya adalah di artikel "NBA Ceria Lagi", dimana saya menjelaskan kekaguman saya pada lengkapnya roster Lakers, dan banyaknya opsi yang bisa mereka lakukan. Juga di artikel yang mengupas Denver Nuggets, dimana saya singgung di paragraf terakhir tentang match up yang akan terjadi di Final Wilayah Barat.
 
Tapi tampaknya kurang sahih jika tim yang paling membuat saya excited di musim ini tidak saya buatkan artikel khusus. Dengan sedikit mengulang beberapa ulasan saya sebelumnya, inilah dia : LA Lakers.

 
 
Ini adalah daftar roster nya :


Playoffs ini menunjukkan bahwa Lakers punya kemampuan untuk adjust permainan tergantung lawan yang dihadapi. Mereka berhasil mendominasi ketika melawan Blazers, padahal Damian Lillard sedang panas-panasnya. Lalu mereka meladeni permainan small ball Houston Rockets yang menghajar mereka di game pertama, dengan memainkan Markieff Morris sebagai center, dan nyaris mengistirahatkan duo center mereka, McGee dan Howard, sepanjang series. Tim yang paling identik dengan small ball itu pun dikalahkan Lakers dengan menggunakan strategi andalan lawannya, small ball. Dan yang paling akhir, Lakers berhasil mengeliminasi "The Comeback Kids" yang punya salah satu the best center NBA saat ini, Denver Nuggets.

Apa yang membuat mereka istimewa?

Yang paling utama, tentu saja, adalah LeBron James. Silakan dilihat ke belakang, tim manapun yang dibela LBJ akan langsung seketika menjadi title contender. Di periode pertamanya bersama Cavaliers, dengan squad seadanya LBJ membawa mereka menjadi tim relevan di timur, bahkan hingga ke final NBA tahun 2007. Pindah ke Heat, LBJ 4x ada di Final NBA, dan dua kali juara. Kembali ke Cavaliers, LBJ berhasil memenuhi takdirnya untuk membawa mereka juara, mengalahkan supertim Golden State Warriors. Lalu ketika hijrah ke Lakers, LBJ diharapkan membawa semangat yang sama, meskipun ternyata di musim pertamanya Lakers belum berhasil menembus Playoffs, salah satunya karena cidera yang dideritanya. Musim ini adalah musim penebusan dari kegagalan itu.
Bukanlah hal yang biasa ketika seorang atlet profesional masih menjadi salah satu yang teratas di usia 35 tahun. Dia masih berotot, powerfull, menit bermainnya paling banyak, pencetak poin dan assist terbanyak, dan rebounder terbaik kedua di tim. Dia juga masih relevan dalam pembicaraan tentang MVP tahun ini, dengan menjadi runner up di bawah Giannis Antetokounmpo. Dengan skill yang masih berada di level atas, dengan pengalaman dan ketenangan ala veteran, permainannya menjadi sangat komplit. Sekadar membandingkan, draft angkatan LBJ dan beberapa di bawahnya ada Dwyane Wade, Chris Bosh, Carmelo Anthony, Luol Deng, Andre Iguodala, Deron Williams, Chris Paul, dan Dwight Howard. LeBron dikenal sangat cerdas di lapangan, dia memiliki visual memory yang sangat tajam, mampu mengingat kondisi di lapangan meskipun terjadi dengan sangat cepat. Dia juga tau bagaimana seharusnya posisi tiap orang di dalam permainan, baik kawan maupun lawan.

Superstar satu lagi adalah Anthony Davis. Mirip dengan LBJ, AD juga datang dari draft pick nomor 1, tapi dengan selisih angkatan 9 tahun. Sejauh ini AD berhasil membuktikan kapasitasnya sebagai top pick, secara konsisten menampilkan permainan yang hebat, bahkan sejak masih di New Orleans Pelicans. Karirnya cukup cemerlang dengan 7 kali menembus All Star, dan 4 kali masuk All-NBA First Team (termasuk tahun ini). Dalam menyerang, AD sangat dominan di paint karena faktor kelebihan pada badannya yang tinggi dan atletis, tapi cukup lincah dan dilengkapi kemampuan shooting yang bagus. Selain sebagai offensive juggernaut, AD juga deffensive monster. Tahun ini dia jadi runner up Deffensive Player Of The Year, dengan total 577 rebound dan 143 block. Urusan block, dia adalah ahlinya, terbukti pernah 3 kali menjadi block leader di NBA. Bigman yang jago defense ini, mencatat rata-rata 3,5 percobaan 3pt dengan sekitar 33% masuk. Jika kemampuan offense adalah etalase koleksi skill, maka kemampuan defense adalah outlet kecerdasannya dalam membaca sistem dan pergerakan lawan. Kombinasi keduanya membuat seorang pemain menjadi lebih komplit.

Selain LBJ dan AD, ada satu lagi (mantan) superstar yang juga berasal dari draft pick nomor satu, yaitu Dwight Howard. Di awal karirnya, cukup sulit untuk tidak membandingkan Howard dengan Shaquille O'Neal, selain karena mengawali karir di Orlando Magic, Howard adalah center yang kuat dan dominan di bawah ring, mirip seperti Shaq. Hanya saja memang Shaq memiliki kemampuan offense yang lebih baik, tapi lama kelamaan Howard makin meningkatkan kemampuan defense nya, sehingga secara statisik menjadi lebih baik daripada Shaq. Awal karir Howard dilalui dengan pemecahan banyak rekor. Dia jadi pemain termuda yang mencetak rata-rata double-double sepanjang musim reguler, pemain pertama yang masuk langsung dari sma dan bermain full di 82 pertandingan, menjadi Defensive Player of The Year termuda, pemain pertama yang menjadi DPOY tiga tahun berturut-turut, sukses membawa Magic pertama kali ke Final NBA dalam 14 tahun terakhir, dan menjadi juara slam dunk contest yang disebut-sebut sebagai salah satu yang memorable dan kembali menggairahkan Dunk Contest sebagi hiburan karena kreatifitasnya dalam melakukan dunk dan menyusun gimmick yang keren. Karirnya begitu cemerlang, sampai cidera punggung mulai menghambat progress karirnya. Banyak yang menganggap awal mula titik balik mundurnya karir Howard adalah ketika bergabung dengan Lakers untuk pertama kali dan membentuk supertim bersama Kobe Bryant, Pau Gasol, Steve Nash, dan Metta World Peace (Ron Artest). Howard merasa bola seharusnya lebih banyak diberikan ke dia, sekaligus menganggap Kobe terlalu banyak menembak. Superteam yang gagal ini, ditambah dengan berbagai cidera yang menghantam Howard membuatnya secara perlahan-lahan tidak lagi dianggap sebagai superstar. Kehadiran Howard di Lakers ini seperti menjadi sebuah angin segar, baik untuk Howard secara pribadi maupun untuk Lakers secara tim. Dengan bersedianya Howard bermain dari bangku cadangan, serta tidak menjadi pemimpin tim membuatnya bisa mengoptimalkan apa yang dia punya untuk kepentingan tim. Bagaimanapun juga, Howard masih cukup atletis, memiliki kemampuan block yang hebat, dan bukanlah pemain yang lambat. Bergantian dengan JaVale McGee dia menjadi tembok yang cukup menakutkan bagi lawan yang berniat untuk drive ke dalam. Block dan rebound nya masih ada di level yang sangat tinggi. Howard harus berterimakasih pada cidera DeMarcus Cousin yang membuat Lakers terpaksa mencari bigman alternatif dan kemudian memilihnya. Setelah menurunkan intensitasnya dalam membuat ulah (meskipun masih ada sedikit), Howard terbukti menjadi sangat berguna terutama ketika menghadapi Nuggets yang dipimpin oleh Jokic, salah satu center terbaik NBA saat ini. Kemauannya untuk bertarung bisa menghambat laju Jokic dan membuatnya kerepotan dan jadi lebih sering berada di bangku cadangan karena berurusan masalah foul trouble. Ketika Davis, McGee dan Morris tidak sanggup menahan superioritas Jokic, Howard muncul untuk menyelamatkan Lakers.

Pemain dengan gaji tertinggi ketiga di Lakers adalah Danny Green. Danny Green mungkin belum bisa disebut superstar karena dia tidak pernah masuk All-Star, dan juga tidak pernah betul-betul memimpin sebuah tim NBA, tapi bagaimanapun juga Green adalah pemegang dua cincin juara yang memiliki peran vital bersama Spurs dan Raptors. Green bukan playmaker handal, bukan pula rebounder hebat, bahkan belakangan shoot nya pun sering dianggap mengecewakan, tapi jangan lupa bahwa Green pernah memegang rekor pencetak three point terbanyak di NBA Finals (sebelum akhirnya dipecahkan oleh Steph Curry), mencatat 40% 3pt field goal sepanjang karirnya, serta memiliki kemampuan bertahan yang amat sangat baik. Keahlian three and D nya menjadi faktor penting bagi tim manapun yang diperkuatnya.

Pemain dengan minute play terbanyak ketiga justru dipegang oleh pemain cadangan serba bisa, Kentavious Caldwell-Pope, atau biasa disebut KCP. Mengawali karir di Pistons, dia adalah pemain bintang yang berduet dengan Reggie Jackson menjadi andalan Pistons sekaligus menjadi perimeter defender yang kokoh. Di tahun 2015, KCP mencetak 153 three point, setara dengan Kevin Love. Di musim reguler bersama Lakers, KCP seringkali menjadi opsi pertama ketika Avery Bradley tidak bermain karena cidera. Ternyata posisi itu bisa dijalankannya dengan sangat bagus, padahal tidak mudah menggantikan posisi Avery Bradley yang memiliki kemampuan bertahan yang sangat baik. Ketika Avery Bradley memutuskan untuk tidak bergabung bersama Lakers di masa lanjutan NBA pasca break pandemi covid atas alasan keluarga, maka pilihan pertama untuk mengisi posisi itu jatuh ke KCP. Dan di Lakers pelan-pelan kepercayaan dirinya membaik, terlihat dari shooting three point nya yang bagus. Digabung dengan kemampuan bertahannya, memiliki KCP yang tidak rewel ketika dicadangkan menjadi aset berharga untuk Lakers.

Lalu ada satu lagi pemain Lakers yang pernah terpilih menjadi All-Star (sebanyak 4 kali), yaitu Rajon Rondo. Rajon Rondo menjadi makin dikenal dunia ketika menjuarai NBA bersama Boston Celtics, menemani trio superstar : Kevin Garnett, Paul Pierce, dan Ray Allen. Sebetulnya waktu itu Rajon Rondo berada di level yang tidak jauh dari mereka, jadi sebenarnya Celtics memiliki empat superstar. Rondo adalah pemegang bola utama, yang menginisiasi permulaan serangan. Dengan melihat permainannya, kita tahu seberapa cerdik dia di dalam lapangan, memiliki visi yang bagus, termasuk licin dan lincah, sekaligus memiliki leadership meskipun dikelilingi para lelaki alpha, padahal dia baru memasuki tahun kedua di NBA. Untuk urusan assist dan steal, Rondo termasuk superior, tiga kali menjadi top assist leader. Dan meskipun dia banyak dikritik karena kemampuan shoot nya yang biasa-biasa saja, di masa mudanya Rondo adalah pemain bertahan yang bagus, dua kali terpilih sebagai NBA All-Defensive First Team. Kehadirannya di Lakers awalnya ditujukan untuk menjadi mentor dari playmaker potensial, Lonzo Ball. Tapi pindahnya Lonzo Ball untuk ditukar dengan Anthony Davis membuatnya menjadi playmaker murni terbaik di tim, sekaligus menjadi reuni dengan mantan teman setim di Pelicans itu. Meskipun hampir selalu mengawali perannya dari bangku cadangan, peran Rondo menjadi sangat penting karena mengurangi beban LeBron James dalam mengatur serangan, dengan visi bermain dan passing-passing nya yang tak kalah ajaib itu. Di Playoffs ini pula, jiwa kompetitifnya tampak seperti terbakar kembali, karena dia begitu ngotot dalam bertahan, mampu mencetak poin penting di masa krusial, dan dengan kemampuan passing nya yang selalu konsisten. Some say, Playoff Rondo is real.

Tahun lalu, Lakers adalah tim muda penuh potensi. Tapi demi Anthony Davis, Lakers melepas hampir semua pemain muda potensialnya. Satu-satunya yang tersisa adalah : Kyle Kuzma. Tahun 2017, Kuzma disebut sebagai steal of the year, karena meskipun ada di draft ke 27, performanya di lapangan begitu bagus, bahkan melebihi pick ke dua yang jadi rekan setimnya, Lonzo Ball. Kuzma sangat berenergi, pandai menerobos pertahanan, dan memiliki shoot yang bagus. Tahun ini adalah tahun pembuktiannya, apakah Lakers mengambil keputusan yang benar untuk mempertahankannya. Sejauh ini, Kuzma memang tidak dominan, mengingat begitu banyak bintang di Lakers, namun dia menjalankan perannya dengan cukup baik. Dia penyumbang poin terbanyak ketiga di tim, dengan peran untuk menggantikan posisi LeBron James ketika dia istirahat.
 
Keluarnya Lonzo Ball membuat opsi playmaker Lakers menjadi tidak banyak. Tapi jangan kuatir, masih ada : Alex Caruso. Join di Lakers sejak tahun 2017 dari Undrafted, rencananya untuk backup Lonzo Ball ketika cidera, ternyata Caruso kemudian berkembang menjadi jack of all trades. Dia bisa jadi playmaker, defender yang bagus, dan seperti kata komentator di salah satu game : "Carushow dunk like MJ, shoot like Bird, steal like Payton, lay up like the Iceman". Caruso adalah role player yang relevan, sekaligus menjadi semacam anak bawang kesayangan, memiliki minute play terbanyak kedelapan di tim. Selain koleksi top picks, Lakers juga sukses mengembangkan seorang Undrafted player.

Di tengah musim, Lakers melakukan tiga akuisisi penting untuk memperdalam roster. Tiga-tiga nya adalah pemain dengan nama cukup terkenal, yaitu Dion Waiters, JR Smith, dan yang paling sukses, Markieff Morris. Dion Waiters direkrut untuk jadi backup point guard karena Rondo cidera. Lalu ketika Avery Bradley memutuskan untuk tidak ikut ke bubble, Lakers memutuskan untuk membangkitkan JR Smith dari status teamless. Dan keputusan untuk mendatangkan Markieff Morris adalah brilian. Pertama, karena Morris yang adalah kembarannya sudah lebih dulu bergabung bersama tim LA yang satunya, sehingga tadinya diperkirakan mereka akan berhadapan di Final Wilayah Barat, meskipun Nuggets menggagalkannya. Kedua, Markieff terbukti menjadi sangat penting perannya ketika menghadapi small ball Rockets, thanks to atletisme dan kemampuan shooting 3pt nya. Dengan menggeser AD ke posisi center dan memasang Markieff di posisi 4, maka Lakers juga memainkan small ball yang sukses mengeliminasi Rockets.

Masalah nama besar personil, Lakers bisa dibilang cukup istimewa. Tapi ketika melihat tim-tim yang lain, sebenarnya Lakers bukanlah yang terdepan. Di awal musim, unggulan pertama jelas adalah Clippers, sebuah tim yang musim lalu begitu solid meskipun tanpa superstar, musim ini diperkuat Kawhi Leonard dan Paul George sekaligus. Bucks adalah unggulan kedua karena faktor The MVP, Giannis Antetokounmpo, di sana. Belum lagi ada duet Harden-Westbrook, Dono-Gobert, Jokic-Murray, hingga juara bertahan Lowry-Siakam. Yang membuat Lakers berbeda adalah : CHEMISTRY.
Kita sudah melihat bagaimana Clippers begitu berat berjuang di game 7 melawan Nuggets, terlihat lemas tanpa tenaga. Kita juga cukup kaget ketika Bucks disingkirkan dengan cukup mudah oleh Heat. Sekaligus kita menyaksikan ketangguhan mental Nuggets yang mampu unggul meskipun sempat tertinggal 3-1. Faktor pembeda dari semua itu adalah tentang ada dan tidaknya chemistry. Disinilah Lakers memiliki keunggulan dibanding tim-tim yang lain. Para superstar dan mantan superstar ini bisa bersatu bahu membahu dengan meminimalisir ego satu sama lain, sekaligus bersedia menjadi badut-badut yang tanpa henti memompa semangat dari bangku cadangan, bahkan dengan melakukan hal-hal yang konyol. Dengan chemistry yang kuat, akan lebih mudah bagi pelatih untuk menyusun sebuah sistem, baik offense maupun defense. Juga akan saling mendukung, bukannya saling menyalahkan. Chemistry akan membuat konflik menjadi sarana untuk menjadikan tim lebih baik. Lakers unggul di sisi ini, dan mau tidak mau kita harus memberikan kredit kepada para senior berpengalaman, terutama LeBron James, yang mampu mengelola itu.

Kelebihan ketiga bagi Lakers adalah, sebagaimana sudah dibahas di awal artikel ini, kemampuannya untuk melakukan adjustment. Personil tim yang beragam dengan spesialisasi masing-masing membuat Lakers memiliki banyak pilihan untuk menghadapi berbagai karakteristik lawan. Lakers memiliki bigman yang dominan, Howard, McGee, AD, dan juga Morris. Lakers juga punya playmaker handal, Rondo, Caruso, dan James. Tak ketinggalan para sniper (meskipun kadang lagi off juga), KCP, Green, Caruso, Kuzma, Morris, dan AD. Dan mereka punya barisan defender kuat, AD, KCP, Green, Caruso, Howard, dan James. Banyaknya pilihan itu membuat Frank Vogel punya berbagai opsi untuk beradaptasi pada pola penyerangan lawan, dan menganalisa cara paling efektif untuk membunuh mereka.

Bagi saya pribadi, saat ini Lakers memiliki hampir semua unsur untuk menjadi tim yang paling menyenangkan untuk ditonton.
 
Individual Skills ✔️
Team Offense ✔️
Tight Defense ✔️
Alley Oops ✔️
Rim Attack ✔️
Three Points ✔️ 😅
Fastbreak ✔️
Small Ball ✔️
Playing Big ✔️
Blocks ✔️
Smart Pass ✔️
Some Concentration Lapse ✔️ 😁
Dominant ✔️
Beatable ✔️😁
Antics ✔️

They had it all...

- maheinberg, 2020 -

0 komentar:

Posting Komentar