09 Juni 2015

Not The Most Beautiful Barca, But...

Masih terbayang betapa Guardiola pernah mampu memalingkan perhatian dunia para pemerhati sepakbola dengan Barcelona nya waktu itu. One of the best team ever, kata media. Dan memang itulah salah satu alasan saya makin senang mengamati sepakbola. Barcelona nya Guardiola adalah implementasi dari bagaimana sepakbola seharusnya dimainkan. Teknikal, taktis, menyerang, dan menang. Brilian secara individu, dan lebih besar lagi secara tim. Sempurna.


Tapi ternyata kesempurnaan memang tidak ada. Seperti yang diyakini banyak orang, siklus sebuah winning team akan terhenti di tahun keempat. Dan empat tahun itulah lamanya Guardiola menangani Barcelona. Katanya sih dia lelah secara emosional karena sangat intens memikirkan mainan favoritnya itu.

Di tangan Guardiola, Barcelona sangat dominan baik di Spanyol maupun Eropa. Mereka menganut filosofi sepakbola menyerang yang jelas menjadi identitas. Filosofi "pertahanan terbaik adalah menyerang" benar-benar diterapkan. High-line pressing, triangle method, fluid passing, Messi's false nine, dynamic off-the-ball movement, tiki-taka, semua membuat permainan Barcelona menjadi sangat menghibur. Inilah yang saya perlukan dari pertunjukan sepakbola. Hiburan. Permainan mereka sungguh menarik. Sangat cantik.

Sejak akhir siklus empat tahunan itu, Barcelona tidak lagi sama. Tito sukses meraih gelar La Liga dengan tetap mempertahankan filosofi tiki-taka, tapi tidak lagi dominan, kehabisan energi di akhir musim. Tata yang menggantikannya malah gamang dengan apa yang harus dilakukannya. Mau tiki-taka, eh kurang master. Mau nyoba main direct, eh diprotes kanan kiri. Mengingkari identitas, katanya. Gagal deh dia dapet apapun. Mundurlah dia.

Lalu datang Luis Enrique. Sesama mantan pemain Barcelona, dan sama-sama pernah sukses menangani Barcelona B. Bedanya dengan Pep, Luis Enrique sempat mampir dulu di tim lain sebelum menangani Barca senior.

Sama seperti era Tito dan Tata, kedatangan Luis Enrique selalu dinaungi bayangan kesuksesan Pep dan tiki-taka yang melegenda, atas nama identitas. 

Kemudian apa yang dilakukannya?

Para pengamat (baik profesional, amatir, maupun dadakan) sempat mempertanyakan kemampuan taktis Lucho yang dianggap tidak brilian. Kritik juga muncul tentang pilihannya dalam merotasi pemain. Ada juga yang mengkritisi pengkhianatan nya pada identitas Barca karena banyak menggunakan counter attack sebagai senjata. Ketika muncul rumor Lucho kurang akur dengan Messi, maka meledak lah semua, tagar #luchoout muncul dimana-mana. Dan merebaklah label "pelatih medioker".

Lalu sekarang kita berada di bulan Juni. Barcelona berhasil mengambil jatah tiga tropi (semua!!) yang diperebutkan sepanjang musim, untuk dijadikan tambahan isi lemari koleksi. Tim pertama di Eropa yang mampu meraih Treble Winner lebih dari satu kali. Yang jadi manajer mereka masih sama dengan yang sempat disuruh keluar beberapa bulan lalu. Orang yang kurang jenius dalam menyusun taktik itu. Orang yang mengkhianati identitas itu.

Well, dari mata possession-fanatic, Lucho memang bisa dibilang gagal. Soal dominasi penguasaan bola, Barcelona kalah ketika menghadapi Real Madrid (!!) dan Bayern Muenchen yang dilatih mbah nya tiki-taka. Barcelona terlihat agak gugup sewaktu harus menjaga bola tetap dalam kendali ketika menghadapi tekanan tinggi. Tidak ada yang mengisi peran Xavi seperti enam tahun lalu.

Tapi memang mungkin tidak perlu mencari pengganti Xavi.

Kekuatan utama Barcelona saat ini bukan pada possession, meskipun secara umum mereka masih dominan. Bagaimanapun juga Busquets dan Iniesta adalah bagian penting dari dominasi lini tengah Barcelona selama bertahun-tahun. Namun tanpa disadari para Cules, Lucho berhasil menambahkan plan B, plan C, dan seterusnya, sebagaimana dulu pernah diinginkan para fans ketika Guardiola gagal menembus parkir bus, dan tetap bersikeras mencoba meruntuhkan tembok itu dengan satu cara saja, tiki taka. Barcelona kini bisa melakukan counter attack cepat dan mematikan. Barcelona memiliki pertahanan yang solid. Barcelona memiliki kemampuan lebih dalam bola mati, baik menyerang maupun bertahan. Dan yang tak kalah penting, Lucho terbukti mampu menghadirkan suasana kondusif di ruang ganti, dan sukses menjaga kebugaran para pemain sehingga siap sedia untuk dimainkan kapanpun diperlukan. There is no Hlebruary, Maret pun dilalui dengan mulus, dan mayoritas pemain sanggup bermain dengan intensitas tinggi hingga peluit akhir berbunyi. Sungguh bukan hal yang mudah. Coba saja intip daftar cidera di Bayern Muenchen dan Real Madrid.

Barcelona juga tidak ragu untuk menyerahkan pride nya sebagai master penguasaan bola. Lihatlah ketika Juventus mulai nyaman mengendalikan lini tengah, di saat itulah Barcelona mampu mencetak gol kedua, dan juga gol ketiga di akhir pertandingan. Ketika sulit menembus pertahanan melalui tiki-taka, maka biarkan saja mereka yang berkonsentrasi menyerang, lalu hukum mereka dengan counter attack. Toh akhirnya possession total masih menjadi milik Barcelona.

Identitas Barcelona di tangan Guardiola memang menjadi senjata andalan. Namun di sisi lain, itu sekaligus menjadi titik lemah, karena faktor predictable. Ya, Guardiola akan selalu memainkan tiki-taka, tak peduli siapapun lawannya. Secara umum, Guardiola memang berhasil. Hanya satu dua kali saja filosofi itu berhasil diredam, sehingga muncullah anti-Barcelona. Namun dari yang sekali dua kali itulah justru membuat Barcelona kehilangan tropi-tropi penting, dan kadang terlihat sangat membosankan. Untuk hal itu, salahkan Mourinho.

Lucho memang tidak membawa Barcelona selalu bermain indah. Keindahan bukan lagi hasil yang selalu dijanjikan Barcelona dalam permainannya. This is no longer the most beautiful Barcelona. Tapi, bisa jadi ini yang paling seimbang dan paling kuat.

Dari yang paling belakang, mungkin untuk pertama kalinya Barcelona memiliki kombinasi kiper yang lengkap. Claudio Bravo menyediakan pengalaman, ketenangan, dan reflek yang bagus. 20 clean sheet dan penyelamatan membuatnya meraih tropi Zamora pertama dalam karirnya, di musim pertama bersama Barcelona. Marc Andre ter-Stegen adalah kiper muda yang memiliki bakat besar yang dianggap memiliki potential ability lebih tinggi daripada Bravo, dan dilengkapi kemampuan kontrol bola dan passing menggunakan kaki yang tidak kalah dari pemain tengah sekalipun. Satu skill yang sangat diperlukan oleh tim yang membangun pola serangan dari lini paling belakang. Bahkan, di bangku cadangan pun Barcelona memiliki kiper yang cukup tangguh didikan asli La Masia, yaitu Jordi Masip. Meskipun tidak banyak bermain, banyak mantan rekan setimnya yang mengakui kemampuannya. Sungguh sebuah kemewahan.

Gerard Pique dan Javier Mascherano masih berkuasa di depan kiper, tapi sangat berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Jika dulu Pique dianggap sangat menurun karena terlalu banyak goyang bareng Shakira, maka Mascherano adalah hasil eksperimen gagal dalam mengubah peran gelandang bertahan menjadi bek tengah. Kini, setelah sempat diasingkan di bangku cadangan untuk lebih banyak merenung dan memahami arti kehidupan lebih dalam, maka Pique kembali menjadi salah satu bek tengah terbaik dunia, menyisihkan pendatang baru yang terlihat sepuh dan bengal, Jeremy Mathieu. Sementara Mascherano yang memang memiliki pemahaman taktik yang cerdas dan tackling keras yang akurat menjadi pemimpin penting di belakang. Hadirnya Mathieu sendiri selain menjadi penantang penting bagi Pique ternyata juga sangat berharga, karena kemampuannya untuk juga bermain di posisi bek kiri, serta kelihaiannya dalam menjadi target untuk bola mati. Badannya yang tinggi sekaligus cepat dalam berlari sanggup menutupi kelemahannya dalam membaca pergerakan lawan dan melakukan distribusi. Di saat yang sama, Marc Bartra juga mendapatkan waktu bermain yang cukup, meski tidak banyak, yang membuatnya masih betah untuk bertahan, dan mudah-mudahan semakin mendorongnya untuk naik kelas sehingga bisa menjadi starter. Plus pembelian Vermaelen yang sepanjang musim harus berkutat dengan cidera bawaan, sehingga lebih mirip seperti pembelian untuk musim depan. Di masa jayanya, Vermaelen adalah pemimpin di barisan bek Arsenal dan Belgia. Mudah-mudahan dengan recovery yang baik dia bisa mempertebal kedalaman skuad Barcelona.

Masih di belakang, bagian kanan dan kiri relatif lebih fix, karena kenyataannya Jordi Alba dan Dani Alves tetap tak tergantikan. Jordi Alba begitu stabil meng cover pertahanan dan penyerangan sekaligus, meskipun kemudian agak menurun pasca cidera. Sementara Alves kembali menunjukkan kelasnya berkat koneksi telepatik nya dengan Messi dan Rakitic. Messi pun mengakui belum bisa menemukan orang lain dengan kapasitas seperti Alves. Adriano terbukti juga mampu menjadi backup yang siap setiap saat ketika dibutuhkan. Montoya entah mengapa belum berhasil mengambil hati Lucho, serta ada Lord Douglas yang meskipun banyak dikritik, tapi toh dia tetap berstatus juara Piala Champion Eropa juga.

Salah satu perubahan strategi yang penting adalah kemauan Lucho untuk sesekali bermain double pivot, dengan menyandingkan Sergio Busquets dan Javier Mascherano. Dalam urusan membaca permainan, distribusi bola dan pemahaman taktik, konon Busquets adalah yang terbaik di posisinya saat ini. Sementara Mascherano adalah perusak serangan lawan yang dapat diandalkan. Bahkan di tengah musim, muncul pula Sergi Roberto yang dulu disebut-sebut bakal menjadi pengganti Xavi, tapi justru malah tampil cemerlang ketika diminta mengisi posisi Busquets. Ketika menginisiasi serangan, Busquets sendirian di depan barisan bek sungguh tampil sangat sempurna, seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi ketika Lucho butuh kestabilan pertahanan untuk menahan serangan lawan, dobel pivot bisa jadi salah satu alternatif.

Lini tengah adalah kekuatan utama Barcelona ketika menguasai dunia di bawah Guardiola. Tidak ada satu tim lain pun yang mampu menandingi kekuatan lini ini dalam meguasai possession dan mengatur segalanya dari tengah. Selain Busquets, duet Xavi-Iniesta adalah salah satu duet terbaik sepanjang masa. Namun tahun ini semua cukup berbeda. Terbukti trio James-Kroos-Modric atau anak-anak asuh Guardiola dari Jerman mampu mengambil alih dominasi itu. Kini, trio utama Barcelona adalah Busquets-Iniesta-Rakitic, dengan peran yang berbeda. Iniesta sedikit banyak lebih mengambil alih peran Xavi, sementara Rakitic mengerjakan semuanya, dari pressing ketat, backup pertahanan yang ditinggal Alves, distribusi bola, assist, mencetak gol, dan menguasai sayap kanan bersama dengan Alves dan Messi. Dengan Busquets yang tetap dominan di posisi itu.

Yang paling banyak mendapat pengakuan adalah lini depan. Trio Messi-Suarez-Neymar terbukti begitu padu sehingga menghasilkan 122 gol yang menjadi sejarah. Tiga orang ini sama-sama memiliki kharisma yang besar, dan memiliki kemampuan yang lengkap. Ketiganya adalah playmaker handal dengan visi hebat, finisher ulung, ahli dribble kelas satu, pengganggu lawan, sekaligus team player yang bisa bergerak tanpa bola dengan sangat cerdas. Sungguh senjata yang membuat para bek lawan jadi punya PR besar sebelum bertanding. Dan jangan lupa, di bangku cadangan ada striker-winger yang juga legendaris dengan karakter yang berbeda, yaitu Pedro. Determinasi dan workrate nya dalam mengejar lawan dan bergerak lincah kemana-mana mampu menutupi kekurangan tekniknya. Belum lagi ketika melihat pemain muda yang sudah antri masuk tim senior. Ada Sandro Rodriguez, Munir El-Hadadi, dan Adama Traore. Jika di manage dengan benar, lini depan Barcelona masih akan sehat dan mengerikan untuk beberapa tahun ke depan.

Komposisi seperti itu membuat Barcelona bisa melakukan banyak hal dalam upaya meraih hasil. Ya, Barcelona masih ingin selalu memanjakan penggemarnya dengan permainan sepakbola indah nan menghibur, tapi dalam titik tertentu, kemenangan lah yang menjadi tujuan utama dalam sebuah kompetisi. It's still about how you win it, but above all, just win it.

Jadi ga sabar menunggu reaksi Mourinho (and Mourinho-like managers) dalam mempersiapkan timnya menghadapi Barcelona. Semakin hebat lawannya, adrenalin akan semakin deras mengalir. Entah berakhir dengan tawa puas atau keluhan kecewa, intensitas pertandingan yang tinggi dengan diiringi drama penuh cerita adalah puncak kenikmatan menyaksikan hiburan pertandingan sepakbola.

Sekarang, khususnya kepada para Fans Barcelona, mari dinikmati sejenak senyum bahagia atas catatan bersejarah ini.


Barcelona, (Double) Treble Winner 2015.

17 April 2015

Its NBA Playoffs Time!!!

Semusimpun telah berlalu. Musim reguler, maksudnya. Musim reguler nya NBA, lebih jelasnya.

Ya, NBA Regular Season 2014/2015 sudah berakhir, dan para peserta Playoff sudah dapat dipastikan. Ini adalah klasemen reguler terakhir per tanggal 17 April 2015 :


Sebagai perbandingan, inilah posisi klasemen NBA di tanggal 26 Januari lalu :


Sejak Januari, Atlanta Hawks dan Golden State Warriors tampil sangat stabil dan menunjukkan diri sangat layak untuk memimpin klasemen di wilayah masing-masing. Dalam rentang 26 Januari hingga saat ini Hawks mampu menghasilkan tambahan 23 kemenangan dan menderita 14 kekalahan. Jika dibandingkan dengan posisi 37-8 di Januari tentu ini merupakan penurunan, apalagi jika melihat 3 kekalahan beruntun menjelang Playoff. 

Ancaman terbesar akan datang dari Cleveland Cavaliers yang mesinnya sedang panas paska proses blending 3 superstar baru mereka. Cavs mampu mencatat 28-9 sejak 26 Januari hingga jelang Playoff, plus berdiri kokoh di posisi runner up wilayah Timur. Cavs tampak stabil dan solid. James-Irving-Love is on fire. Jadi sedikit tamparan bagi Heat yang ketika ditinggal James langsung terlempar keluar dari Playoff, padahal berstatus juara bertahan Wilayah Timur dan Runner Up NBA musim lalu. Feels like Heat is nothing without James, while we can see what James can do in his new (but old) team. Beberapa kali saya mengatakan bahwa sejak James melarikan diri ke Heat, I love to see him failed. Tapi setelah kembali ke Cavs, he is my man now. Saya menjagokan Cavaliers menjadi juara wilayah timur dan melaju ke Final NBA. Ini lebih ke arah harapan dibanding prediksi.

Kemungkinan Hawks untuk melaju ke final wilayah sangat besar, dan akan menghadapi Cavaliers disana, dengan Raptors dan Bulls menemani mereka di semifinal wilayah.



Lha di barat, Golden State Warriors masih sangat solid. Stephen Curry emang gila. Dribble, drive, passing, shooting, steal, playmaking, leading, semuanya dia lakukan dengan baik. Kandidat kuat untuk jadi juara musim ini. Salute to Steve Kerr. Jago juga dia jadi pelatih. Kalo ini adalah prediksi. Lawan terberatnya adalah Spurs, yang kembali melesat paska sehatnya MVP final musim lalu, Kawhi Leonard. Meskipun hanya finish di peringkat 4, soliditas mereka patut diwaspadai. Tapi jika Clippers berhasil mengeliminasi Spurs, maka siapapun lawan yang akan dihapadi Warriors sepanjang Playoff akan cukup merata kekuatannya, tidak ada yang saya lebih unggulkan.

Warriors pertama kali akan menghadapi New Orleans Pelicans dengan Anthony Davis nya. Man, He was superstar in the making. Never forget His name. Di umur 22, kemampuan dan mentalitasnya mengerikan. Dia bisa membawa Pelicans mengalahkan Thunder di akhir-akhir musim reguler dan mengamankan posisi Playoff nyaris seorang diri. Ya memang ga mungkin dia sendirian yang membawa Pelicans ke Playoff, tapi status kebintangannya begitu terang ketika memimpin rekan-rekannya menjadi tim yang layak dihormati, termasuk mengalahkan Warriors belum lama lalu. Dont write them off easily, tapi Warriors masih tetap diunggulkan. Jika Warriors menang, mereka akan menghadapi pemenang antara Blazers dan Grizzlies. Memphis ini akhirnya finish di posisi 5 meskipun sempat menghuni posisi 2 cukup lama. Memphis pun kembang kemphis. Dari 31-12 di 26 Januari menjadi "hanya" 55-27 di April. Selisihnya adalah 24 menang dan 15 kalah. Tidak cukup bagus. Blazers juga turun sedikit peringkatnya dari 3 di Januari menjadi 4 di April. Ini akan menjadi pertarungan yang ketat.

Di sayap barat satunya, ada Clippers vs Spurs, dan Rockets vs Mavericks. James Harden tentunya sudah siap untuk membawa Rocket pergi meroket meninggalkan Spurs. Harden adalah salah satu kandidat MVP reguler yang berhasil bermain spektakuler. Didukung Howard dan Ariza, Rockets punya bekal cukup untuk mengalahkan Mavericks.

Sementara Clippers vs Spurs akan sangat ketat. Saya sangat menyukai hiburan yang disajikan Paul-Griffin-Jordan ketika bermain. So entertaning. I'd love to see them through, but wont be that easy. Karena lawannya adalah Spurs yang dipenuhi kolektifitas. Tampaknya Spurs bisa lolos terus, tapi saya berharap Clippers yang menang. Paling tidak, bisa memberi perlawanan yang berarti.

Baik Timur maupun Barat, tim manapun yang bertanding, akan menyajikan pertandingan seru yang ketat, dan yang paling penting, menghibur. Mudah-mudahan Playoff hingga final tetap ditayangkan di tivi kabel di rumah, jadi kalo nulis disini ga cuman dari hasil rangkuman artikel-artikel lain saja.

Selamat menikmati.


16 April 2015

United Will Be Back!!!

Saya ga sabar nunggu Liga Inggris tahun depan, karena MU mulai kembali berada di performa apik yang mencerminkan kapasitas sesungguhnya sebagai salah satu raksasa Eropa.

( Paling sering Juara EPL. 20 kali. Terakhir dua tahun lalu. Not so long ago. And smells not too far. )

Perlahan-lahan Van Gaal bisa mengolah permainan MU menjadi sangat menarik dan bisa diandalkan. Sebuah hal yang bahkan (IMHO, arguably) gagal dihadirkan Fergie di tahun-tahun terakhirnya, apalagi oleh Moyes. Pertandingan melawan Spurs dan Liverpool menjadi bukti nyatanya. Permainan MU sangat mengalir, kompak, penuh pengertian, dan tampak punya arah jelas. Gol-gol lahir dari open play yang keren. Pertandingan melawan Chelsea akan menjadi salah satu tes terbesar Van Gaal. Bukan untuk mengejar tahta juara, meskipun secara matematis masih mungkin, tapi sebagai bekal bagus untuk menyongsong sisa kompetisi dan persiapan musim depan. Setelah menangani dan mengenal tim selama satu tahun, tentu Van Gaal dan MU sudah sama-sama mengenal, dan kalopun perlu ada transfer tambahan musim depan, itu akan dilakukan dengan penuh pertimbangan, untuk menyusun kerangka tim yang lebih baik. Jika melihat track record Van Gaal dalam menyusun tim dan mempromosikan pemain muda, sangat layak jika para fans MU bersikap optimis.

Saya sendiri merasa sebenarnya tidak ada yang terlalu istimewa dengan Chelsea musim ini. Sebagai tim yang disiapkan oleh (yang ngakunya) The Special One sejak musim lalu, tidak heran jika sebagai tim Chelsea lebih padu. Namun kencangnya laju perolehan poin mereka juga didukung oleh tidak adanya saingan berarti. Para kompetitor yang musim lalu edan-edanan mendadak lemes satu persatu. Liverpool balik ke klasemen tengah. City terseok-seok meskipun sudah ada Yaya Toure. Arsenal ya begitulah, kadang super keren, kadang ngos-ngosan. Spurs ga kuat lagi. Southampton belum bisa mengisi lubang yang ditinggal para pemain hebat yang dijual. Dan MU, baru panas di belakang-belakang. Performa Chelsea malah turun sejak pergantian tahun. Yang tadinya dianggap kandidat kuat juara Liga Champion malah tereliminasi di Piala FA, dan gagal lanjut di Liga Champion, bahkan setelah menang meyakinkan di Leg pertama melawan PSG. Duet Fabregas-Costa tidak segarang paruh musim. Fabregas seperti kambuh penyakit lamanya ketika di Barcelona. Kuota langganan main bagusnya udah habis di Desember, ga bisa diisi ulang di Januari dan seterusnya.

Ini juga ujian sesungguhnya buat Mourinho. Tidak bisa disangkal, Mou jadi istimewa karena berhasil mengantarkan tim yang berisi pemain semenjana meraih prestasi sangat optimal. Porto, Chelsea, Inter, adalah buktinya. Dengan strategi bertahan yang luar biasa, Mou mampu membangkitkan hasrat terdalam di lubuk hati para pemainnya untuk memberikan lebih dari 100%. Para pemain Mou tidak takut untuk bertarung, tidak hanya dari sisi sepakbola, tapi juga benar-benar bertarung. Namun Mou kurang oke ketika menangani tim besar yang diisi banyak pemain bintang dengan image besar pula. Coba lihat Real Madrid. Oke, perannya dalam menghapus rasa inferior para pemain Madrid atas Barcelona memang berhasil, namun image yang dibangun Mou tidak cocok dengan brand klub seperti Real Madrid. Madrid menjadi tim antagonis yang tidak simpatik. Bertahan ketat, lalu counter attack cepat. Tidak salah memang, tapi coba lihat apa yang kemudian dilakukan Ancelotti. Tim yang dibangun Mou itu disusun menjadi tim yang elegan dengan memanfaatkan kemampuan teknik sepakbola yang brilian, dan seketika menjadi protagonis. Ya mungkin semi protagonis lah, karena image "villain" yang terlanjur melekat, apalagi di benak fans Barcelona.

Saat ini (ya, hanya mulai musim ini, tidak di musim-musim sebelumnya), Chelsea menjelma menjadi tim elit, tidak pantas lagi digelari underdog. Ketika timnya dipenuhi para pemain yang dilabeli favorit, Mou tidak bisa lagi dengan mudah memerintahkan mereka untuk melakukan apapun. Ada nilai-nilai tertentu yang ingin dijaga oleh pemain-pemain itu. Secara filosofi tim pun, ada gaya tertentu yang ingin diraih. Tidak bisa lagi winning at all cost. Tim elit tidak layak parkir bus. Tim elit harus memainkan sepakbola inisiatif, bukan sepakbola reaktif. Dan Mourinho adalah pelatih reaktif, bukan inisiatif. Mou menjadi sangat jenius ketika harus menghadapi lawan yang hebat, memiliki gaya permainan jelas dengan struktur tim yang kuat. Dia selalu bisa memberikan jawaban. Tapi kadang Mou juga tidak tahu apa yang harus dilakukan ketika lawan tidak memberikan pertanyaan. Mou bukan penanya yang tajam. Saya ragu Mou akan kembali membawa Chelsea ke masa kejayaannya. Jadi tim hebat? iya. Tim raksasa? tidak.

Itulah kenapa sebagai fans MU saya jadi optimis menghadapi musim depan. Faktor Mourinho akan tetap membuat Chelsea menjadi top contender, tapi musim depan saya rasa ga bakal hebat-hebat amat. Begitu pula dengan Arsenal dan Liverpool. Kemungkinannya ada pada City, tergantung renovasi apa yang mereka lakukan untuk musim depan.

Kini di MU sudah ada Van Gaal.

Lihat bagaimana Ashley Muda dan Marwan Fellaini berubah dari flop tahun lalu menjadi pemain kunci musim ini. Begitu juga duo Spanyol, Juan Mata dan Ander Herrera yang jadi elemen penting dalam formasi 4-1-4-1 atau 4-3-3 ala Van Gaal. Mata adalah mantan pemain terbaik Chelsea yang dibuang Mou, dan Herrera adalah salah satu pemain muda harapan bangsa (spanyol). Jika di timnas Belanda Van Gaal sempat memaksa Dirk Kuyt bermain di posisi bek sayap, maka di MU pemaksaan itu dilakukan pada Antonio Valencia dan Ashley Young. Young akhirnya sering pindah juga ke sayap sih, mengingat di bek kiri ada Daley Blind dan Luke Shaw yang bermasa depan cerah, tapi Valencia tidak mendapat saingan berarti karena Rafael gagal tampil mengesankan. Dan Rooney, selalu jadi pemain kelas dunia yang taktis dan berdeterminasi tinggi. Plus cukup versatil. Disuruh jadi apa aja mau, apalagi sekarang jadi kapten, makin berapi-api lah dia. Jika ada sebuah squad yang membuat pemain bintang sekaliber Falcao, Di Maria, dan Van Persie tidak mendapatkan jaminan menjadi starter, dan berhasil bermain baik, maka tergambar cukup jelas ketajaman dan kedalaman squad tersebut. Ya, MU berhasil melakukannya.

De Gea tidak perlu dibahas banyak, karena tahun lalu pun ketika pertahanan MU sedang loyo, dia menjadi pemain terbaik di tim. Tahun ini tidak banyak berbeda, di usia semuda itu pundak De Gea telah menjadi sandaran harapan lini pertahanan MU. Jika barisan bek tengah bisa diperbaiki dan diperkuat, MU akan makin meyakinkan. Duo Phil Jones dan Chris Smalling so far oke-oke saja, tapi tidak spektakuler. Ingat, good offense will win you a game, good defense will win you a championship. Matt Hummels bisa jadi solusi yang masuk akal, mengingat banyaknya berita yang menceritakan ketertarikan MU padanya, diantaranya minimnya stok bek tengah berkualitas yang tersedia di pasar. Apalagi melihat posisi Dortmund di klasemen Bundesliga tahun ini, plus kepastian perginya Jurgen Klopp di akhir musim.

Saya setuju dengan Gary Neville, bahwa yang dibutuhkan MU adalah bek tengah, satu pemain sayap hebat, dan gelandang kelas dunia. Dengan karisma dan kekuatan karakter Van Gaal, maka bayang-bayang kesuksesan Fergie yang megah itu bisa pelan-pelan dikikis, dan membuat orang lain dan para pemain sadar bahwa yang mereka masuki adalah era baru. Secara historis MU memang tim besar, tapi tanpa usaha dan capaian mereka di masa kini, kebesaran itu hanya akan jadi cerita orang tua ke anak-anaknya.

MU tampak seperti bisa meraih kembali kejayaannya yang hilang musim lalu.

MU tidak akan jadi Arsenal atau Liverpool baru.

26 Januari 2015

Sudah Pada Ngecek Klasemen NBA?

Saya ulangi ya judulnya.

Sudah pada ngecek klasemen NBA?

Nih, saya capture klasemen NBA per tanggal 26 Januari 2015 :
 

Gimana? Udah ngerasa aneh belum?

Mungkin sebagian ada yang menganggap kalau LA Lakers ada di klasemen bagian bawah itu aneh. Tapi sebenarnya itu sudah biasa sejak musim lalu. Pada banyak yang cidera sih. New York Knicks juga sebenarnya kurang cocok ada di dasar klasemen, mengingat ada Carmelo Anthony disana. Plus Phil Jackson yang sekarang jadi Presidennya.

Kejutan yang lebih dari itu adalah, jika kita melihat top three di masing-masing conference, maka buat yang ngikutin NBA cuman sekali-sekali seperti saya, pasti akan merasa heran.

Di timur ada Atlanta Hawks, Washington Wizards, dan Toronto Raptors. Meninggalkan Cleveland-nya LeBron James, Chicago Bulls-nya Derrick Rose, dan Miami Heat-nya Dwyane Wade.

Di barat ada Golden State Warriors, Memphis Grizzlies, dan Portland Trailblazers, nama-nama yang dulu lebih sering ada di bawah. Bahkan San Antonio Spurs yang juara bertahan pun sekedar nongkrong di posisi tujuh. LA Clippers-nya Chris Paul juga cuman di posisi lima. Lha Oklahoma City Thunder malah di luar zona playoff meskipun mepet.

Punya siapa aja sih mereka? Mari coba diintip satu-satu yang top three ini.

Atlanta Hawks cukup meyakinkan hingga saat ini bisa sampe 16 kali winning streak. Sebenarnya relatif tidak ada mega star disini. Pemain yang layak untuk diperhatikan adalah Al Horford, Jeff Teague, Paul Millsap, dan Kyle Korver. Ada juga nama lama seperti Elton Brand dan Thabo Sefolosha. Horford dan Millsap terbukti menjadi duo defender tangguh yang sangat solid, sedangkan Korver berhasil menggunakan keahlian three point nya dengan sangat ampuh, hingga saat ini masih menjadi three pointer terbanyak rata-rata per pertandingan. Selebihnya tidak ada yang terlalu menonjol, artinya secara tim Hawks sangat tangguh. Bisa jadi seperti yang diperlihatkan Spurs musim lalu. Kredit layak disematkan pada Mike Budenholzer, pelatihnya. Kursi pelatih All Star wilayah barat adalah apresiasi yang pantas.

Di Washington Wizards, superstar terbaiknya mungkin adalah John Wall. Terbukti dengan terpilihnya dia jadi starter All Star wilayah timur. Wall juga memimpin dalam pemberi assist, serta yang kedua dalam steal. Kelihaian Wall didukung oleh nama-nama seperti Nene, Marcin Gortat, dan si veteran Paul Pierce. Wizards saat ini dlatih oleh Randy Wittman.

Lalu ada Toronto Raptors. Hingga pertengahan Desember lalu, Raptors masih ada di puncak klasemen wilayah barat, dan sempat mengalami 16 winning streak juga. Namun cidera yang dialami DeMar Derozan membuat kekuatan mereka berkurang. Nama lain yang cukup terkenal adalah Kyle Lowry, pemberi assist terbanyak di tim, yang sukses menjadi starter All Star wilayah timur. Uniknya, tak ada satu namapun di Raptors yang ada di top 5 semua kategori, baik point, rebound, assist, steal, block, maupun 3 point. Dwane Casey adalah yang bertanggung jawab atas performa merata mereka.

Pindah ke barat, Golden State Warriors juga cukup mengejutkan. Dipimpin oleh Stephen Curry, yang menjadi pemuncak voting All Star mengalahkan LeBron James, dan ditemani oleh Klay Thompson, Andrew Bogut, dan Andre Iguodala, posisi playoff tampaknya sudah aman. Tinggal berjuang dimana mereka akan finish di regular season ini. Makin tinggi sedikit banyak akan mempermudah mereka. Anda tahu siapa pelatihnya? The legendary three pointer from Michael Jordan's Chicago Bulls, Steve Kerr.

Memphis Grizzlies sebenarnya sudah solid sejak tahun lalu. Jika tahun lalu Zach Randolph sangat dominan, maka musim ini menjadi tahunnya Marc Gasol. Gasol yang satu ini tidak lagi ada di bawah bayang-bayang Gasol yang Pau. Buktinya mereka berdua sama-sama menjadi starter di All Star tahun ini. Dengan dukungan pengalaman dari veteran macam Tony Allen dan Vince Carter, Grizzlies seperti bisa melangkah lebih jauh dibanding musim lalu. David Joerger did a quite good job.

Yang ketiga adalah Portland Trailblazers. Disini ada LaMarcus Aldridge, Damian Lillard, Robin Lopez, dan Chris Kaman. Nama-nama ini meskipun agak terkenal, tapi bukanlah superstar. Namun dengan cohesion tim yang bagus, tim ini punya potensi untuk melaju jauh. Kredit layak ditujukan pada Terry Stotts sang pelatih.

Dari enam tim tersebut, relatif tidak ada nama-nama yang sangat besar. Artinya, NBA saat ini menjalani fase yang berbeda dari sebelumnya. Biasanya, papan atas klasemen NBA diisi oleh tim yang memiliki satu atau dua atau bahkan tiga nama besar yang menjadi poros permainan. Jika kita ingat, dulu pernah ada Bulls-nya Jordan, Lakers-nya Shaq, Spurs-nya Duncan, Heat-nya James, dan Celtics-nya trio Garnett-Pierce-Allen. Kini, permainan kolektif menjadi kunci utama soliditas tim. Semua game jadi sangat seru, karena kekuatan merata, dan siapa saja bisa menang melawan siapa saja. Secara keseluruhan, NBA menjadi lebih menyenangkan.

Lalu, sebenarnya para mega star pada kemana?

Kita mulai dari Kobe Bryant. Sejak kerjasama gagal nya dengan Dwight Howard, plus ditambah dengan cidera panjang, Lakers menjadi tim yang tidak lagi solid. Saat ini, meskipun ditunjang dengan kekuatan Jeremy Lin dan Carlos Boozer, Lakers masih saja berjuang di dasar klasemen. Tapi ya begitu lah, meskipun timnya ga oke, berhubung namanya udah gede, Bryant masih saja terpilih jadi starter All Star tim barat, meskipun ada keraguan bakal bisa tampil, karena Bryant saat ini masih cidera bahu dan akan dioperasi.

Carmelo Anthony punya kemiripan dengan Kobe Bryant. Miripnya adalah menjadi superstar yang berada di tim yang berjuang di dasar klasemen, sejak musim lalu. Padahal, Melo tampil sangat bersinar di All Star musim lalu. Haruskah yang disalahkan adalah Derek Fisher, sang pelatih?

LeBron James musim ini kembali ke Cleveland. Meninggalkan dua eks partner superstar-nya, Dwyane Wade dan Chris Bosh, untuk bergabung dengan dua bintang lainnya, Kyrie Irving dan Kevin Love. James tampak seperti orang yang sangat berbeda. James terlihat mampu menekan egonya, untuk memberi semangat kepada rekan setimnya dan membangun Cavaliers menjadi tim besar. Hasilnya tidak buruk, karena Cavs ada di tengah zona playoff.

Season Leader di kategori point terbanyak musim ini adalah : James Harden. Houston Rockets saat ini ada di posisi empat wilayah barat, salah satunya berkat kontribusi Harden yang buas. Posisi yang tidak mengecewakan.

Salah satu superstar muda yang menarik adalah si 21 years old, Anthony Davis, di tim yang belum familiar, New Orleans Pelicans. Dia kuat, lincah, solid dan jitu. A megastar in the making. Kalo lagi lihat NBA, coba cari games nya Pelicans, dan enjoy what he can do.

Trio yang selalu stabil adalah Chris Paul-Blake Griffin-DeAndre Jordan yang bekerjasama mengangkat LA Clippers. Ketika kombinasi superstar yang lain mulai menurun atau telah berpisah, mereka tetap solid. Namun ada juga kurangnya. Ketika tim lain memperbaiki (atau mendegradasi) posisi klasemen, Clippers tetap stabil berada di posisi itu. Papan tengah zona playoff. Griffin sekarang lebih komplit. Perimeter shot nya lebih jitu, sehingga gaya bermainnya terlihat lebih "simpel", meskipun kekuatan terbesarnya tetap di power drive dan monster dunk. Paul adalah tukang assist jempolan, dan Jordan menyempurnakan itu dengan rebound dan blok nya.

Pau Gasol dan Marc Gasol mencatat sejarah dengan menjadi dua bersaudara yang pertama kali sama-sama jadi starter di All Star NBA. Di musim reguler, Pau bergabung bersama Derrick Rose di Chicago Bulls, dan Marc jadi pemain penting di Grizzlies.

Dwyane Wade dan Chris Bosh yang masih ada di Miami Heat tidak perlu terlalu lama menangisi kepergian LeBron James, karena Heat kedatangan Luol Deng. Tapi trio baru ini masih jadi versi downgrade dari pendahulunya, karena masih duduk santai di posisi tujuh wilayah timur.

Jika tidak cidera, Kevin Durant seharusnya bisa memimpin Oklahoma City Thunder sejak awal, dan menghindarkan mereka terlempar dari zona playoff. Durant adalah MVP regular musim lalu, dan saat ini masih didukung oleh Serge Ibaka dan Russel Westbrook. Sejak Durant kembali, Thunder pelan-pelan mulai memperbaiki posisinya.

Masih banyak memang yang perlu diintip, misalnya dimana Garnett sekarang, atau kemana Pacers, atau siapa saja yang dipanggil All Star nanti. Terlalu panjang jika semua ditulis dalam satu artikel. Sekarang mari balik lagi nonton di tivi, hal menarik apa lagi yang akan terjadi nanti hingga akhir musim. Playoff tahun ini bisa jadi salah satu Playoff paling ketat dan unpredictable sepanjang sejarah.

Sampai jumpa di tulisan tentang NBA berikutnya.

Messi Dan Cristiano

Saya tidak cukup beruntung, karena tidak pernah menyaksikan (sekedar lewat tivi sekalipun) kiprah pemegang rekor pencetak skor tertinggi sepanjang masa di NBA, yaitu Kareem Abdul-Jabbar. Namun di saat yang sama, saya merasa cukup beruntung karena bisa menyaksikan legenda NBA lainnya, seperti Michael Jordan, Shaquille O'Neal, Kobe Bryant, Allen Iverson, LeBron James, dan pemain lain yang punya potensi untuk menjadi besar seperti Chris Paul, Derrick Rose, dan Kevin Durant. Kelak jika saya nonton NBA bareng anak, atau bahkan cucu, saya bisa bercerita banyak tentang mereka.

Saya juga agak kecewa karena tidak pernah menyaksikan secara utuh permainan nama-nama besar sepakbola misalnya seperti Michel Platini, Lev Yashin, Franz Beckenbauer, Alfredo Di Stefano, dan dua nama yang dianggap terbesar sepanjang masa, Pele dan Maradona.

Namun sesungguhnya saya harus merasa beruntung, karena hidup di masa dimana ada dua pemain besar yang punya potensi besar untuk menggusur Pele dan Maradona sebagai "best ever" di masa depan.

Tentu saja dua nama itu adalah Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo.

Lionel Messi
(sumber : reuters)

Dua orang ini menjadi bahan yang paling sering jadi bahan perbincangan untuk dibanding-bandingkan. Makin seru ketika perbandingan itu membawa fanatisme klub tempat mereka berdua bermain. Saya fans Barcelona, jelas saya senang melihat permainan Messi. Tapi saya juga fans berat Manchester United, tempat Ronaldo pertama kali mendapat gelar pemain terbaik dunia, meskipun dulu sempat jengah melihat gayanya yang (banyak dibilang) arogan.

Ya, saya sangat senang ketika melihat Messi mendapatkan gelar pemain terbaik dunia keempatnya, sekaligus kuatir apabila Ronaldo berhasil menyusulnya tahun depan. Saya termasuk yang deg-degan di musim ini karena Ronaldo sedang hebat-hebatnya, plus Real Madrid sedang bagus-bagusnya.

Messi, dianggap sebagai pemain dengan bakat besar yang sangat natural. Ketika melakukan dribble, gerakannya sangat susah dibaca, dengan keseimbangan yang sangat tinggi. Bahkan lima orangpun seringkali berhasil dilewati dengan cara yang terlihat sangat mudah. Messi jarang terjatuh, dan nyaris tidak pernah melakukan diving. Messi juga memiliki visi permainan yang hebat, sehingga juga cocok menjadi playmaker dengan passing-passing ajaib. Dengan badan kecil dan begitu seringnya menjadi incaran bek lawan, apa yang mampu dilakukan Messi hingga saat ini sangatlah luar biasa. Hebatnya lagi, dengan capaian prestasi yang begitu banyak, usianya saat ini baru 27 tahun. Kekurangan terbesarnya adalah prestasi bersama Timnas Argentina. Meskipun sempat jadi finalis Piala Dunia 2014, kekurangan amunisi di lini belakang menjadi hambatan Messi untuk membawa negaranya terbang tinggi.

Cristiano Ronaldo
(sumber : Dailymail)

Nama Cristiano Ronaldo lebih baik disebut dua kata, karena banyak yang lebih rela jika nama Ronaldo diabadikan sebagai panggilan untuk legenda Brazil yang juga dianggap salah satu yang terbaik di masanya sebelum kecanduan seks dan cidera lutut menghancurkan karirnya. Atau kalaupun disebut satu kata, lebih baik menggunakan nama depannya. Atau banyak juga yang lebih akrab dengan branding bekennya, CR7. Lebih dari permasalahan penyebutan nama, Cristiano adalah seorang atlit yang sangat ideal. Postur tubuhnya sangat oke, tinggi, kuat, cepat, dan tampan (??). Kelebihan utama Cristiano adalah teknik yang luar biasa atraktif. Jika Messi dianggap sangat berbakat, maka Cristiano adalah contoh dari manifestasi kerja keras. Kakinya mampu bergaya dengan lincah, step over nya sangat cepat, sprint nya juga ngebut, vertical jump nya sangat tinggi, tendangannya keras, free kick nya khas dan berbahaya, dan memiliki stamina yang ga habis-habis. Konon dia memang gila latihan. Selalu datang sebelum pemain lain dan pulang jauh setelah yang lain pergi. Dan dia tidak pernah puas. Itu yang membuatnya tampak sangat berambisi dan agak arogan.

Ketika Cristiano mendapat gelar pemain terbaik dunia nya yang pertama, Messi masih ada di bayang-bayang Ronaldinho. Tahun selanjutnya, Messi dianugerahi tim Barcelona yang legendaris dibawah arahan Guardiola. Empat gelar pemain terbaik dunia berturut-turut diambil Messi. Kemudian, ketika Barcelona sedang berputar-putar dibawah bayang-bayang kesuksesannya sendiri, Real Madrid justru ditangani secara tepat, sehingga bisa membawa Cristiano semakin giat mencetak gol. Messi harus rela melihat panggung pemain terbaik dunia menjadi tempat Cristiano meraih gelar keduanya. Tahun inipun rasa-rasanya gelar itu bakal jatuh ke salah satu dari dua orang ini.

Meskipun para diehard fans dua orang ini sering sekali berperang opini dalam meyakini kehebatan pujaan masing-masing, Messi dan Cristiano malah tampak seperti sepasang sejoli yang saling menginspirasi dan rival yang saling menghormati. Seorang seperti Messi yang sejak muda sudah ada di puncak, tentu perlu hal besar yang membuatnya selalu ingin maju. Cristiano adalah penguntit terbesarnya. Cristiano adalah 5 cm nya. 5 cm di belakang, tentunya. Cristiano bisa jadi merupakan pembangkit motivasi utama Messi. Begitupun sebaliknya. Meskipun lebih tua, prestasi Cristiano tidak sementereng Messi. Dalam kondisi lain, Cristiano mungkin saja adalah orang nomor satu yang akan dibicarakan dimana-mana dalam dunia sepakbola. Kenyataannya, hambatannya adalah satu nama, Messi. Messi pun jadi 5 cm nya Cristiano. Di depan.

Persaingan ini ternyata membuat atmosfir persepakbolaan menjadi begitu hidup. Padahal saat ini juga ada pemain-pemain seperti Franck Ribery, Gianluigi Buffon, Arjen Robben, Gareth Bale, Wayne Rooney, Marco Reus, Zlatan Ibrahimovic, dan segudang lagi pemain legendaris lainnya, namun Messi dan Cristiano tetap ada di posisi teratas. Bisa terbayang seberapa hebatnya dua orang ini. Dan buat saya sebagai penggemar sepakbola, hal ini sangat keren. Menyaksikan rivalitas Messi dan Cristiano adalah hal yang harus saya nikmati, untuk kelak dikenang sebagai cerita seru.

Silakan saja sampean berdebat tanpa ujung untuk menentukan siapa yang terbaik dari mereka berdua. Saya memilih untuk duduk di depan tivi dan komputer untuk menikmati sajian hiburan yang mereka tampilkan.

Kelak saya akan bercerita pada anak cucu saya, bahwa mungkin memang saya ga tau Pele dan Maradona, tapi duduklah disini, mari dengarkan cerita tentang hebatnya pemain terhebat sepanjang masa, Lionel Messi.

Dan pesaing terberatnya, Cristiano Ronaldo.

Teuteup.

Sekian.

Apa Yang Bisa Diharapkan Dari Sepakbola Indonesia?

Apa yang bisa diharapkan dari Sepakbola Indonesia?

Ya, pertanyaan itu yang paling sering muncul di benak saya belakangan ini. Terlebih ketika timnas U-19 kebanggan kita itu menjadi sangat Indonesia, pemain seperti Evan Dimas ternyata berlabuhnya di klub-klub lokal juga, dan pelaksanaan Liga yang tidak jelas.

Dulu, banyak suara menyerang Nurdin Halid untuk segera lengser. Sekarang, paska lengserpun tidak ada perubahan besar terjadi. Jika dulu ada harapan bahwa bobroknya sepakbola Indonesia karena ditangani orang yang salah, sekarang ketika pengurusnya (terlihat) bergantipun sama saja. Maka harapan itupun pudar. Sekedar berharap pun terasa seperti penyaluran energi yang tidak tepat.

Bagi saya yang lahir dan besar di Malang, tentu mengikuti kiprah Arema sangat menyenangkan. Meski begitu, agak mengganjal juga ketika misalnya melihat Suharno tidak tampak reaktif dan cerdik dalam meramu strategi, terutama ketika menghadapi partai penting seperti semifinal 8 besar melawan Persib lalu. Atau ketika justru Iwan Budianto lah yang begitu reaktifnya di pinggir lapangan. Atau ketika tahu ternyata permasalah dualisme belum sepenuhnya tuntas. Meski demikian, seberapapun ngganjel dan jengkelnya, ketika Arema main dan menang, semua itu untuk sementara terlupakan.


Sampai sekarang sama sekali tidak ada aroma-aroma sepakbola Indonesia bakal pergi menuju era profesional. Contohnya masih ada gaji yang tertukar, eh, tertunggak. Nuansa politis juga tidak terasa hilang, apalagi melihat bursa calon ketua umum PSSI. Itu-itu lagi.

Aremania pasti akan selalu semangat ketika mendukung Arema, begitu pula Jakmania, Bonek, Bobotoh, dan lain-lain, dalam mendukung timnya. Karena memang fanatisme klub di Indonesia luar biasa, tak peduli apapun yang terjadi pada PSSI nya. Tapi bara api semangat mendukung timnas sudah hilang. Timnas senior sudah sejak lama disepelekan. Mau berharap meningkatpun sudah putus asa. Pemain masih itu-itu lagi, pemilihan pelatih juga tidak pernah meyakinkan. Begitu muncul bibit-bibit baru yang terlihat seperti pembawa masa depan cerah bagi sepakbola Indonesia, eh kemudian diperlakukan begini begitu yang akhirnya kembali lagi jadi seperti pemain Indonesia pada umumnya. Tanpa arah dan mudah lelah.

Tidak tampak niatan untuk membangun Liga yang sehat, dengan dukungan sistem yang komprehensif sejak usia dini. PSSI dan pemerintah pun tidak akur. Tidak searah dalam memelihara sepakbola ini. Tidak heran jika kemudian banyak yang ingin agar PSSI ini diganti, dibekukan, dihapus, atau apalah istilahnya. Tidak sedikit juga yang rela jika Indonesia di-ban oleh FIFA selama dua tahun. Ga di-ban toh juga ga maju-maju. Mundur malah. Negara lain yang habis di-ban malah bisa maju pesat.

Seberapa senangpun Arema menang atau bahkan juara, euforia nya berhenti sampai disitu saja. Ini Liga yang ga benar-benar Liga. Liga yang asal jalan saja. Tidak ada perencanaan yang benar dan matang demi kehebatan sepakbola di masa depan. Tidak ada pembinaan pemain yang berkelanjutan. Tidak ada yang bisa dibanggakan. Terasa hanya seperti Liga guyonan. Mungkin sudah jadi guyonan sejak dari pengurusnya.

Tapi guyonan itu tampaknya seperti sesuatu yang sangat serius. Hingga berakar begitu kuat dan sampai saat ini masih tak tergoyahkan. Entah apa itu.

Jadi, kira-kira, apa yang bisa diharapkan dari sepakbola Indonesia?