15 Juni 2014

Akhirnya Aku Mencintaimu, Spurs


Saya tidak pernah ngefans berat ke satu tim tertentu di NBA, tapi saya tetap punya preferensi khusus tiap musimnya. Sialnya, tahun ini Final NBA mempertemukan dua tim yang saya kurang suka. Dulu, San Antonio Spurs selalu bermain dengan defense ketat dan sangat disiplin, yang mengakibatkan permainan menjadi kurang mengalir dan asik untuk ditonton. Bahkan permainan defensif Spurs ini dulu pernah menjadi catatan tersendiri oleh NBA karena ternyata ketika Spurs masuk ke Final NBA, penonton di seluruh dunia cenderung menurun dengan jumlah signifikan. Sejak saat itulah saya selalu mendukung lawan Spurs di Final. 

Tahun inipun begitu. Sejak Final wilayah, ketika Spurs bertemu Thunder, selain memang saya ga suka Spurs, saya juga cukup mengidolakan Thunder dengan Kevin Durant-nya, sebagaimana juga tahun ini saya suka LA Clippers dan Indiana Pacers. Lha kok ndilalah Thunder harus bertekuk lutut di hadapan tim pimpinan Tim Duncan itu.

Sementara itu, di wilayah sebelah, saya juga mendadak ga suka Heat sejak tim ini mengakuisisi LeBron James dari Cleveland Cavaliers. Saya merasa ini seperti tindakan pengecut. LeBron, yang dianggap ikon terbaru NBA yang paling mendekati Michael Jordan di masa jayanya, seharusnya lebih diperlukan Cavaliers untuk membangun tim, bukannya memilih hijrah ke tim lain yang lebih mapan dan memiliki bintang lebih banyak. Jordan setia di Bulls (well, dengan mengesampingkan The-All-New-Jordan yang pernah mampir di Washington Wizards), dan mengangkat rekan-rekan setimnya yang bukan superstar besar di masa itu, hingga akhirnya bisa menjadi pemain legendaris yang dikenang fans NBA di seluruh dunia. Sedangkan James, dia memilih untuk pergi untuk bergabung bersama Dwyane Wade, ikon Heat sebelumnya, dan Chris Bosh, ex superstar Raptors. Seharusnya, dengan label "The Next Jordan", yang juga saya agak akui kebenarannya, James mampu membangun tim di sekitarnya dengan dia menjadi porosnya. Just like Jordan. So, sebenarnya ketidaksukaan saya ini adalah pujian, karena saya hampir menyandingkan dia dengan icon No 1 NBA sepanjang masa. Karena itulah, terasa sangat menyenangkan ketika melihat Heat kalah secara dramatis di Final NBA, seperti yang terjadi di tahun 2011 ketika Dallas Mavericks sukses jadi juara.

Jadi, Final kali ini mempertemukan dua tim yang tidak saya suka.

Tapi apalah asiknya menonton NBA tanpa condong mendukung satu tim?

Saya harus memilih.

Salah satu.

Prabowo atau Jokowi.

Eh maaf, ini kan bukan tulisan politik.

Maksud saya Heat atau Spurs.

Setelah saya menanyakan pada lubuk hati saya yang paling dalam, saya menjatuhkan pilihan pada Spurs. Bukan karena menonton Spurs membuat saya lebih senang, tapi lebih karena melihat Heat juara tidak terlalu membuat saya puas. Heat, dengan James di dalamnya, harus kalah. Titik.

Dan ternyata, meskipun Spurs sempat kecolongan di game kedua di kandang sendiri berkat defense ketat Heat, Spurs akhirnya mampu menekan tombol ON terus menerus pada shooter-shooter jitunya yang membuat defense ketat Heat itu kedodoran dan kehilangan motivasi.

Heat yang unggul di dalam berkat peran James-Wade-Bosh ternyata kalah dari kepemimpinan trio veteran Parker-Duncan-Ginobili, yang kali ini didukung barisan shoote-shooter handal. Heat jelas kalah di posisi playmaker dan center, dan di Final ini James seperti berjuang sendirian, entah karena egois, atau minimnya determinasi dari rekan-rekan lainnya.

Ya intinya, Miami Heat ga jadi juara NBA 2014. End of story.
Jika seandainya musim depan James balik kucing ke Cavaliers, maka saya akan dengan senang hati melihat Cavaliers jaya kembali, dan akan puas mendukungnya hingga jadi juara. Tapi lebih senang lagi kalau Durant mampu membawa timnya meraih cincin. Kan James udah pernah...

Ya sebenarnya, kalau nonton NBA ini saya labil juga. Dulu, saya seneng banget ketika Kevin Garnett pindah dari Wolves menuju Celtics untuk bergabung dengan Paul Pierce dan Ray Allen. Saya merasa Garnett deserves a ring. Itu saja. Kemudian setelah Garnett jadi juara ya dukung Celtics nya udah ga ngebet-ngebet amat.

Begitu juga ketika Howard dan Nash bergabung ke Lakers. Waktu itu karena merasa Bryant perlu center yang dominan, dan seperti Garnett, Nash juga layak untuk dapet paling tidak satu cincin juara. He's a legend. Mumpung masih aktif, dan supaya nantinya tidak bergabung dengan ring-less legend macam Charles Barkley, Karl Malone, dan Jeff Hornacek.

Well, yang penting tahun ini James dan Heat nya lagi-lagi gagal juara. Dan yang menggagalkan itu adalah San Antonio Spurs. For this reason, I Finally Loves You, Spurs.

Tapi ya cuman sekarang ya. Not quite sure for another season.

Sekian.

0 komentar:

Posting Komentar