24 April 2012

Ujian Sesungguhnya Untuk Guardiola

Saat ini, dua manajer yang paling populer karena kejeniusannya, paling tidak menurut saya, adalah Jose Mourinho dan Josep Guardiola. Jose Mourinho karena prestasinya yang tidak bisa diragukan, termasuk menjadi juara di Eropa, Liga Portugal, Inggris, Italia, dan tak lama lagi, Spanyol. Josep Guardiola karena kiprah gemilang di awal karirnya bersama Barcelona yang berhasil meraih semua gelar yang mungkin direbut, dan keberhasilannya mengorbitkan pemain muda.

Perdebatan mengenai siapa yang lebih hebat diantara keduanya akan menjadi diskusi panjang tak berkesudahan. Sama seperti ketika membandingkan Pele dan Maradona, Ronaldo dan Zidane, Cristiano Ronaldo dan Messi. Masing-masing mempunyai kelebihan yang sekaligus bisa menjadi kekurangan jika dipandang dari sudut pandang berbeda. Kelebihan utama Mourinho adalah pembuktiannya dalam selalu membawa prestasi pada tim manapun yang dilatihnya. Kelebihan Guardiola adalah kesuksesannya membangun pondasi tim dengan karakter kuat dan bermodal pemain binaan sendiri sehingga mendatangkan berbagai tropi. Mourinho tidak pernah berada di satu tim dalam jangka waktu yang lama, dan belum terbukti mampu membangun pondasi tim yang kuat dalam jangka panjang. Guardiola belum membuktikan diri bisa membawa prestasi di tim yang lain, tanpa alien-alien yang kini dididiknya. Ini adalah bahan perdebatan yang tak kunjung usai. Tapi sebentar, adakah pelatih yang pernah melatih dalam jangka waktu yang lama dalam sebuah tim, dan menjuarai berbagai Liga di berbagai negara sekaligus? Is it possible? Saya rasa tidak.

Di bulan April ini, rivalitas keduanya kembali memuncak. Untuk sementara, Mourinho unggul tipis, karena berhasil membawa Real Madrid memimpin klasemen La Liga dengan mengalahkan Barcelona di Nou Camp, meskipun sebelumnya telah dikalahkan Barcelona di Copa Del Rey. Apabila Madrid mampu lolos ke final Liga Champion, maka kemenangan Mourinho lebih mutlak, meskipun disayangkan perihal tidak akan terjadinya El Clasico di Liga Champion, karena Barcelona dieliminasi Chelsea di babak semifinal yang berlangsung dini hari tadi (25/4/12).

 Go Chelsea!!! Semoga Juara Liga Champion!!!
Kok kayak ada yang salah ya?

Kekalahan Barcelona ini mempertegas kelemahan Barcelona dalam menghadapi pertahanan tebal yang disiplin. Bisa dibilang, pionir penggunaan strategi ini dalam menghadapi Barcelona adalah Mourinho, yang sukses ketika mengalahkan Barcelona di semifinal Liga Champion tahun 2010 dengan Inter Milan-nya. Meskipun bermain dengan 10 pemain, Inter Milan mengerahkan segala upaya untuk mempertahankan keunggulan agregat gol, sampai-sampai Eto'o pun diharuskan bermain sebagai full back. Keberhasilan itu ditiru oleh banyak tim lain. Hasilnya, posisi Barcelona di papan klasemen saat ini adalah karena terlalu banyaknya hasil imbang ketika melawan tim ultra defensif. Termasuk juga hasil terhangat, kalah dari Chelsea. Permainan menyerang Barcelona dengan possession tinggi membuat para lawan berkonsentrasi penuh pada pertahanan, dan membuat permainan menjadi timpang dan membuat mereka seperti tidak ingin bermain bola, hanya ingin mempertahankan gawangnya saja. Ada yang menyebut ini negative football, ada juga yang menyebutnya strategi anti-Barca.

Pola serangan Barcelona sangat jelas, berkarakter, dan konsisten. Filosofi utamanya adalah mempertahankan bola selama mungkin, untuk mengatur serangan sekaligus mencegah lawan bisa menyerang. Jarang sekali Barcelona melakukan dribble individual (kecuali Messi) dan tembakan jarak jauh, lebih sering mengedepankan passing-passing terukur dan umpan terobosan mematikan yang disambut pergerakan tanpa bola yang mengejutkan. Tendangan sudut pun lebih sering dilakukan pendek, tidak langsung ke arah gawang lawan. Dalam tiga tahun terakhir, strategi ini sangat sukses. Hampir semua trophy yang mungkin diraih sudah ada di lemari Barcelona. Namun memang, tidak ada strategi sepakbola yang kekal tak terkalahkan.

Musim ini rasanya tidak terlalu buruk untuk Barcelona. Piala Super Eropa, Piala Super Spanyol, Piala Dunia Antar Klub, dan peluang menjuarai Copa Del Rey cukup menjadi ukurannya. Namun, dengan begitu banyaknya tim yang kini mampu meredam agresifitas Barcelona, ini akan menjadi tes tersendiri bagi Guardiola, terutama untuk persiapan musim depan. Di titik ini, Mourinho telah membuktikan bahwa dia mampu memberikan "jawaban" atas strategi Guardiola, meskipun telah beberapa kali gagal sebelumnya. Sekarang sorotan berpindah ke Guardiola. Jika musim depan masih di Barcelona, mampukah dia menjawab tantangan para tim dengan pertahanan solid, sebagaimana telah dipelopori oleh Mourinho? Di masa Barcelona tidak lagi superior seperti inilah, kecerdasan dan kualitas seorang Josep Guardiola mendapat ujian yang sesungguhnya.

Seperti apa yang dikatakan Edwin Van Der Sar, kebangkitan Barcelona ini ditunggu untuk menyelamatkan sepakbola.

Dan dengan mengurangi akting, tentunya.

6 komentar: