02 November 2011

AREMA-ku Jadi Dua, Tapi Tetap Satu Jiwa

Label "Revolusi" yang terjadi pada PSSI rupanya tidak berakhir dengan manis begitu saja. Sejumlah masalah masih tersisa, termasuk salah satunya adalah adanya dualisme beberapa tim kasta tertinggi Liga Indonesia. Dualisme ini salah satunya terjadi kepada tim favorit saya sepanjang masa, AREMA. Di awal kepengurusan PSSI era Djohar Arifin, berkas pendaftaran Arema dilakukan oleh dua kubu, yang biasa disebut kubu M. Nur dan kubu Rendra Kresna. Setelah melalui proses panjang, PSSI akhirnya mengakui berkas pendaftaran Arema yang dimasukkan oleh kubu M. Nur. Keputusan ini berbuntut cukup serius, karena diikuti oleh hengkangnya sebagian besar pemain Arema seperti Ahmad Bustomi, Purwaka, Juan Revi, Waluyo, Yongki Aribowo, Benny Wahyudi, dan Zulkifli Syukur. Saktiawan Sinaga dan Arif Suyono yang semula telah mengikat kontrak dengan Arema versi Rendra Kresna pun memilih untuk menyusul Ahmad Bustomi ke Mitra Kukar.

Ternyata permasalahan tersebut tidak berhenti disitu. Ketika Liga Indonesia hendak digelar dengan nama Indonesian Premier League, atau yang disingkat sebagai IPL, sejumlah klub menyatakan keberatan atas beberapa keputusan PSSI dalam penyelenggaran liga baru tersebut. Permasalahan pokok yang menjadi poin keberatan antara lain adalah terdapatnya 6 klub yang promosi gratis ke liga kasta tertinggi, jumlah klub peserta yang dinilai terlalu banyak, serta direhabilitasi-nya sejumlah klub yang sedang dikenai sanksi tanpa melalui mekanisme kongres. Kondisi ini diperparah dengan penunjukan badan baru sebagai pengelola Liga, yang sebelumnya dipegang oleh PT. Liga Indonesia. Pengelola baru ini dianggap tidak profesional, salah satunya tercermin lewat draft jadwal Liga yang dikeluarkan, dimana terdapat beberapa jadwal yang tidak masuk akal, seperti bertanding dua hari berturut-turut di tempat yang berjauhan. Hal ini mendorong beberapa klub untuk bersatu menolak Liga yang dikelola oleh PSSI, dan kembali berpihak kepada PT. Liga Indonesia sebagai pengelola Liga yang resmi. Kelompok ini biasa disebut "Kelompok 14" atau "K-14" karena anggota awalnya berjumlah 14 klub. K-14 ini kemudian menggagas sebuah Liga yang dikelola PT. Liga Indonesia, dan sepakat menggunakan nama seperti tahun lalu, yaitu Indonesian Super League, atau ISL.

Perpecahan ini menimbulkan permasalahan baru di AREMA. Ketika AREMA yang diakui PSSI sudah melakukan serangkaian persiapan, latihan, dan uji coba, maka kubu Rendra Kresna juga mendaftarkan AREMA untuk mengikuti ISL yang digalang K-14. AREMA ini sementara dilatih oleh Joko "Gethuk" Susilo yang belum lama dihentikan kerjasamanya oleh AREMA yang diakui PSSI. AREMA pun jadi dua, satu yang mengikuti kompetisi resmi IPL yang didukung pengakuan legal PSSI, atau kadang juga disebut "AREMA Tidar", dan AREMA yang mengikuti ISL, yang kadang juga disebut "AREMA Sultan Agung", karena berkantor di Jl. Sultan Agung.

Dalam menyikapi hal ini beberapa Aremania berbeda pendapat. Ada yang lebih mendukung Arema mengikuti kompetisi resmi PSSI seburuk apapun itu, ada yang memilih mengikuti ISL yang dianggap lebih profesional, ada yang jengah terhadap keduanya, dan ada pula yang memilih untuk tetap mendukung semuanya.

Saya sendiri tidak benar-benar memahami situasi yang terjadi di Malang dan dalam kubu internal Arema, mengingat posisi saya yang jauh dari Malang, serta tidak adanya media yang benar-benar bisa menjelaskan secara tepat permasalahan ini. Karena itulah Saya memilih untuk bersikap netral, tidak memikirkan mengenai konflik apa yang ada di dalam, dan tetek bengeknya. Saya hanya ingin mendukung AREMA, siapapun pemain, pelatih, ofisial, dan pengurus di dalamnya. Ketika AREMA miskin dan terdegradasi, saya tetap dukung AREMA. Ketika AREMA jadi kaya dan bahkan menjuarai ISL, saya makin dukung AREMA. Ketika sekarang AREMA diperebutkan banyak orang karena keseksiannya, saya akan masih selalu mendukung AREMA. Entah itu AREMA yang mengaku Tidar, mengaku Sultan Agung, mengaku Tarakan, atau bahkan mengaku Manchester sekalipun. Saya tidak punya kekuatan untuk campur tangan dalam perseteruan internal di tubuh AREMA, sehingga peran saya adalah mendukung AREMA yang bukan hanya sebagai klub sepakbola, tapi sudah menjadi identitas untuk Masyarakat Malang Raya dimanapun berada. Sekarang, jika ada dua AREMA yang bermain di dua liga berbeda, maka saya akan mendukung keduanya, dan semangat menonton permainan mereka serta mengikuti perkembangan beritanya. Sukur-sukur kalau dua-duanya bisa jadi juara di Liga masing-masing, maka makin banggalah Kota Malang. Dan saya juga tentunya.

Pokoke sak lawase AREMA pancet SALAM SATU JIWA !!!!

0 komentar:

Posting Komentar